"Sammy!" tiba-tiba seseorang berteriak. Bersamaan dengan itu, aku terjatuh ke sungai. Tapi aku sempat melihat sekilas orang yang memanggilku, tepat sebelum aku merasakan dinginnya air.
Tidak mungkin! Aku pasti sudah ada dalam fase sekarat karena setahuku, orang yang sudah demikian dekat dengan kematian, rohnya akan bebas menembus ruang dan waktu sampai nyawanya benar-benar tercabut. Tapi aneh, aku bisa merasakan air yang dingin, dan sekaligus menyadari kehadiran orang itu. Bukannya aku harus menunggu kebas dulu?
Berada dalam air yang dingin dan mengalir benar-benar cara bunuh diri yang efektif, dan sangat menyakitkan. Seolah-olah ada ribuan pisau ditusukkan ke seluruh tubuh, kemudian pisau-pisau itu dipukul oleh palu supaya tertancap lebih dalam lagi. Sakitnya bukan main. Paru-paruku juga mulai kehabisan udara, dan hidungku sudah gatal ingin menghirup oksigen. Tidak ada yang bisa kulakukan. Aku sudah tahu kalau aku tidak bisa berenang.
Curang. Seharusnya aku bisa mengingat semua kisah hidupku sebelum mati. Aku ingin mengingat masa-masa bahagia dengan teman-temanku. Tidak kusangka ternyata imajinasiku yang kemarin meningkat pesat ternyata tetap saja tidak berguna dalam keadaan seperti ini.
Sesuatu menarik kerah bajuku. Mataku masih terpejam. Kalau mataku sampai terbuka, kemungkinan besar aku akan panik. Aku tidak tahu seberapa dalam sungai ini, dan aku harap aku tidak tahu. Aku terus tertarik ke suatu arah. Dan begitu ada sesuatu yang dingin menamparku, aku baru berani bernapas. Hanya udara yang bisa meninggalkan tamparan halus yang membuatku menggigil seperti ini. Aku terbatuk-batuk, dan merasakan air muncrat dari hidung dan mulutku. Tenggorokanku rasanya sakit sekali, seperti baru saja menelan pasak kayu kasar. Hidungku juga sakit, seperti ada jarum-jarum besar yang menusuk pangkal hidungku.
Udara? Aku tersentak ketika menyadarinya. Memang di dasar sungai ada udara? Apakah negeri bawah air itu memang ada? Masuk akal juga kalau aku tersesat ke sana. Aku kan makhluk supernatural. Mudah-mudahan saja pangeran negeri dasar air itu cukup ganteng untuk bisa kutaksir.
Badanku semakin tertarik ke atas, bukan ke bawah. Ketika aku bisa merasakan bebatuan, barulah aku sadar sepenuhnya kalau aku bukannya ada di negeri bawah air, tapi ada di tepian sungai. Aku terbatuk-batuk, menghempaskan wajahku ke bebatuan itu. Sakit, tentu saja. Tapi aku tidak ingin melihat orang yang baru saja menyelamatkanku. Aku akan malu sekali. Ben sudah berniat menyelamatkanku sejak kemarin, dan sekarang, satu hari sebelum pernikahan, aku dengan resmi menyatakan sikap putus asa yang sangat menyedihkan.
Penyelamatku terbatuk-batuk. "Berani sumpah, kalau kau melakukan hal seperti itu lagi, Samantha Gila Ruth, aku tidak akan memaafkanmu. Aku bahkan tidak mau menaburkan bunga di sungai. Tidak ada yang akan menghargai kematian orang bunuh diri, tahu! Lagipula ide darimana itu? Kepalamu itu kecil! Bagaimana mungkin kau memikirkan hal sebesar itu di otakmu yang kapasitasnya terbatas, hah?"
Mendengar omelan penyelamatku yang sangat khas itu, aku lebih kaget lagi. Itu bukan Ben, tentu saja. Walaupun tiba-tiba suaranya berubah, dia tidak akan mungkin mengeluarkan makian seperti itu. Aku segera mengangkat wajahku, dan menemukan laki-laki berambut cokelat keemasan dan mata hazelnut menatapku kesal dan lega sekaligus. Wajahnya tampak babak belur parah, seolah dia baru ketahuan mencuri. "K... kau?"
"Kenapa? Kaget? Seorang ksatria brengsek itu kan harus selalu ada untuk menyelamatkan putri sinting," ia terkekeh setelah mengatakan kalimat itu.
"Jonathan gout Prost!" pekikku senang. "Kenapa kau ada di sini?"
"Bukannya aku sudah sudah bilang, kalau dua minggu kau tidak pulang, aku akan datang dan menyeretmu kembali?" ia tersenyum miring.
"Kau salah sudah ikut campur, dasar brengsek!" teriak Ludwig lantang pada Jon. "Kau akan menyesal!" Matanya menyala-nyala marah, dan ia mengambil pisau perak yang terjatuh di tanah. Jon berdiri dari duduknya. Dia menatap Ludwig dengan pandangan menantang, seolah-olah tidak tahu apa yang ada di tangan Ludwig.
YOU ARE READING
The Wardrobe
FantasyKehidupan Samantha Ruth berubah saat ia memutuskan untuk kembali ke kampung halamannya yang tidak pernah ia kunjungi lagi sejak kecil.