Aku menelan ludah.
Besok adalah hari yang sangat menegangkan. Saking gelisahnya, aku tidak bisa tidur. Jendelaku yang terbuka lebar meniupkan angin malam yang dingin ke kamarku. Bukannya tidak merasa kedinginan, tapi aku sangat tegang sampai merasa kalau angin yang dingin ini bukan apa-apa. Aku berusaha membayangkan akan seperti apa keseluruhan rencana Jon. Dia sangat kreatif, dan sekeras apapun aku berusaha, aku tidak bisa menebak rencananya. Aku juga berusaha memikirkan siapa anggota keluargaku yang berusaha membunuhku, demi apapun dia menginginkannya. Di bagian otakku yang tersisa, aku membayangkan apa yang sedang dilakukan Fabrizio sekarang. Tanganku menyentuh kalung pemberiannya, dengan reflek, dan tersenyum ketika mengingat bahwa sekarang benda ini adalah bukti kalau aku sudah jadi pasangan resminya.
Memikirkan Fabrizio membuatku membayangkan sosok yang terus menatapku dari balik jendela, di rumah Niki tadi. Tatapannya kelihatan sangat defensif, juga sangat sangat menakutkan. Dia melihat gerak-gerikku sedetil mungkin. Bukannya aku tidak tahu siapa dia. Aku sangat mengenal siapa dia, seperti dia mengenalku. Memikirkannya aku jadi merasa bersalah. Aku sudah menggunakan kemampuan-mata-Vicci-terkutukku untuk mengeruk informasi dari orang itu.
Memikirkan banyak hal dalam satu waktu membuat kepalaku berdenyut-denyut. Aku duduk di tempat tidurku, mengambil surat dari kakek yang tergeletak di meja. Aku membukanya dan membacanya sekali lagi. Sekarang kata-kata itu maknanya jadi sangat aneh, mengingat dia meminta maaf padaku ketika kami terakhir kali bertemu. Kemarin kupikir itu halusinasiku, jadi kakek mengatakan hal yang aku ingin dia katakan. Tapi sekarang aku sudah tahu kalau itu betulan arwahnya, dan apa yang dikatakan oleh kakek sangat berbeda dengan yang dia katakan di surat.
Mila yang memberikan surat ini. Apa itu berarti dia yang menulisnya?
Mungkin juga. Kalau Mila betul adalah orang yang menginginkanku mati, dia bisa saja melakukan hal semacam ini. Dia bisa saja meniru tulisan kakek semirip mungkin, atau memaksa kakek menulisnya. Tapi tidak mungkin. Orang tua itu terlalu teguh untuk bisa dipaksa siapapun. Berarti kemungkinannya, Mila menulis sendiri surat ini. Atau surat ini memang dari kakek, tapi ada artinya. Mungkin saja ada maksud terselubung dari isi surat ini.
Tapi apa artinya? Aku payah dalam mengisi teka-teki silang di koran setiap hari minggu. Padahal itu teka-teki yang sifatnya jelas. Kalau teka-teki terselubung begini, aku lebih payah lagi.
Aku berusaha merangkai kata-kata yang ada disana, barangkali itu semacam anagram. Tapi otakku tidak mampu merangkai kata-kata itu jadi masuk akal. Setiap kali aku berusaha merangkai kalimat dari huruf-huruf di kalimat pertama, semuanya langsung aneh. Akhirnya aku menyerah. Kakek tahu sebatas apa kemampuan otakku. Tidak mungkin dia memberikanku teka-teki sesulit anagram. Siapapun, bahkan yang baru mengenalku pasti tahu kalau aku tidak akan mampu.
Tahu-tahu seseorang masuk ke dalam kamarku. Aku kaget, tapi begitu melihat sepasang mata warna hitam yang setajam elang, aku langsung lega. "Bagaimana kau bisa masuk ke sini?" tanyaku heran, lalu langsung melompat dari tempat tidurku dan mengunci pintunya. "Berbahaya sekali tahu, menyelinap ke kandang musuh."
"Aku tidak ada di kandang musuh, tapi ada di penjara tawanannya," tukas Fabrizio sambil tersenyum. "Dan Lincoln memberi tahuku jalan rahasianya."
Aku mengendusi pakaiannya. "Betul juga. Baumu seperti tikus tanah."
Fabrizio tersenyum melihat sikapku. "Jon sudah selesai dengan rencananya, dan aku sudah berjanji kalau aku akan memberitahumu."
"Itu tidak perlu lagi," kataku. "Sepertinya aku sudah tahu. Itu pasti Mila. Si anak yang mengikutiku kemana-mana sejak aku datang? Kurasa dialah orangnya."
Fabrizio mengerutkan kening. "Milfreijaniloa Ruth?"
"Astaga, bagaimana kau bisa hapal nama lengkapnya?" dan bagaimana nama itu bisa kedengaran indah dalam logatmu? Tapi aku menelan kalimat terakhir, tidak ingin membuat Fabrizio geer. "Dan ya, dia. Aku menemukan simbol sihir di perpustakaan yang pasti ia buat."
YOU ARE READING
The Wardrobe
FantezieKehidupan Samantha Ruth berubah saat ia memutuskan untuk kembali ke kampung halamannya yang tidak pernah ia kunjungi lagi sejak kecil.