Berhari-hari kerjaan Raka dan Fania hanyalah berdebat tentang hal yang membosankan dan sepele.
Fania membuka lemarinya, mencari-cari baju yang pas untuk ia kenakan nantinya saat akan pergi ke puncak. sebelumnya Fania dan ketiga temannya berencana untuk pergi ke puncak sendiri, tapi karena Varo mmemaksa untuk ikut dan lebih parahnya lagi untuk Fania adalah Raka, Bayu, dan Radit juga ikut.
Fania masih mencari-cari baju yang benar-benar cocok, tapi ia belum menemukan sama sekali.
"WOI BURUAN, YANG LAIN UDAH PADA NUNGGU!" Teriak Raka sambil menggedor-gedor pintu kamar Fania.
Fania semakin bingung, tapi ia menemukan sebuah kaos berlengan panjang yang terselip di balik jaket-jaketnya. bahkan ia sampai lupa dengan kaos itu. Ia pun mengambil dan memakainya.
Kaos pemberian dari papa dan mamanya saat ulang tahunnya yang ke 15 tahun, walau sudah lebih dari dua tahun, tapi baju ini masih terlihat bagus karena tidak pernah Fania pakai sama sekali. Hanya kaos bergambarkan mahkota berukuran besar di tengahnya bisa membuat Fania terlihat begitu cantik. Rambut kecoklatan miliknya yang ia biarkan tergerai sangat cocok saat dipadukan dengan kaos berwarna putih itu.
Fania menghampiri ketiga temannya dan menyapa mereka, kecuali kepada Raka, Bayu, dan Radit.
"Tunggu! Raka yang punya masalah sama lo, tapi setega itu lo sampe kaga sapa kita?" Ucap Radit.
"Oke. Pagi kak Radit, pagi kak Bayu!" sapa Fania, lalu mereka mengangguk.
Mereka semua akhirnya pergi bersama. Hanya ada dua mobil yang akan mengantarkan mereka bertiga, dan mereka hanya akan pergi sampai nanti sore.Fania yang ambil alih kemudi, dan Rayna yang ada di di sebelahnya. Sedangkan di mobil sebelah ada Varo yang menyetir, Raka yang cemberut dari tadi dan kedua temannya yang lain.
***
Keberuntungan sedang menghampiri mereka. Jalanan kota yang tidak terlalu ramai dan cuaca yang begitu bersahabat. Entah apa yang membuat Fania begitu senang saat sampai di sana. Ia langsung berlari kearah kebun mawar dan juga kebun teh yang dikelola warga.
ada hal yang begitu ia sukai di sini. selain pemandangan yang indah, ia juga suka dengan semua orang disini. Lima tahun berlalu begitu cepat setelah Fania pindah dari sini.
Saat Fania masih kecil, setelah ia sembuh dari komanya, ia mulai pindah dan tinggal disini. Kecuali Alexa yang masih menghindari Fania, dan ia memilih untuk tetap di Jakarta dan bersekolah di sana. Fania begitu mudah berbaur dengan teman-temannya di sekolah. Ia juga punya seorang sahabat yang sekarang sangat ia rindukan, dan ia ingin sekali menemuinya. Sebelum itu, ia akan melihat rumahnya yang sudah lama ia tinggal, tapi tidak dibiarkan kosong. Rumah itu di tinggali oleh seorang petani sekaligus pembantu di rumah Fania dulu.
Fania melihat-lihat bagian rumah yang tidak berubah sama sekali, tetap seperti dulu. Kamarnya pun tidak berubah sama sekali, barang-barang disana tertata rapi danbersih. Fania membuka lemarinya dan menemukan beberapa barang yang terlihat kuno, tapi semua kenangan terkumpul di sana. Selanjutnya ia mencari-cari seseorang yang menjaga rumahnya itu.
"Non Fania? ya ampun non! Non sekarang lebih cantik dan lebih gede, dulu non masih kecil, sekarang udah lebih gede. Apa kabar non, bibi kangen banget sama non" ucap seseorang berusia sekitar 50 an.
"Bi Rya! Fania juga kangen banget. kabar Fania baik kok, bibi gak usah khawatir. Oh ya bi, Satria mana?" Tanya Fania sambil celingukan mencari seseorang.
"Ada di rumah pohon mungkin!" jawab bi Rya. Fania tersenyum lalu berjalan kearah pintu rumah belakang dan menghampiri seseorang.
KAMU SEDANG MEMBACA
falling in love?
Teen FictionGhysta Fania Adela Kleyson hanya percaya bahwa takdir baik memihaknya. Ia tidak selalu menjadi gadis yang lemah, ada masanya jika pada nantinya ia akan berubah. Fania yang polos kini tidak ada lagi. Tentang cinta. Fania tidak begitu percaya dengan h...