-10- SERUANG

20 0 0
                                    

Ujian semester 2 sudah di depan mata. Hari ini aku dan teman-teman sekelasku membersihkan kelas untuk di pakai di hari senin mendatang.

Nomor ujian juga akan segera di tempel di meja peserta ujian setelah kelas sudah bersih seluruhnya.
Kartu ujian pun sudah siap untuk di bagikan kepada peserta ujian.

“Bu Denii!!”

“ada Bu Deni!!”

Begitulah teriakan gerombolan teman-teman ku yang masuk ke kelas.
Bu Deni adalah guru tata usaha yang bertugas untuk membagikan kartu peserta ujian.

“lo ruang berapa nggi?”
Mila menyikut bahuku.

“Ruang 3 nih” sauhutku dengan nada bingung.

Setelah bu deni pergi meninggalkan kelas. Nenes, Mila, dan Bia mengajakku untuk mencari ruangan yang akan kita tempati hari senin depan.

Aku menolak ajakan mereka. Aku malu jika harus berkeliling di kelas kelas, karena aku paling nggak suka diliatin banyak orang.

Akhirnya mereka bertiga pergi untuk mencari ruangan yang akan di tempati hari senin.
Aku sih ntar nanya doang ama Bia, soalnya nama ku ama dia kan nggak beda jauh. So kita pasti seruangan kan?

**
Bi lo ruang berapa?
Tanyaku dari pesan BBM yang aku kirim ke Bia.

Bia lalu membalas pesanku.
Gue ruang 3 bareng lo.

Btw kelas nya dimana ya?hehehe..
Balasku lagi.

Di kelas XII IPA3. Seruang sama anak XI IPA3.

“hah? SERUANG SAMA XI IPA3?”
Batinku kaget.

“berarti gue bakalan seruangan sama kak sapta dong?”
Aku bertanya Tanya tentang itu.

“tapi nggak mungkin deh, nama gue kan inisial A, mana mungkin ketemu inisial S.”
Aku menggerutu dalam hati.

“au ah, liat aja besok”
Kataku lagi.

**
Keesokan harinya.
Aku mulai memasuki gerbang sekolahku dengan wajah siap menerima soal ujian.

Aku langsung menuju kelas XII IPA 3 yang dibilang sama bia semalem di BBM.

Fiks bener, disitu ada setengah dari temen-temen kelasku, dan setengahnya lagi ada diruangan sebelah.

Aku duduk di kursi panjang yang ada di depan ruang 3 itu.mengambil buku Agama Islam yang akan diujikan pertama.

“kak sapta”
“kak sapta dateng”

Ujar anak-anak yang sedang duduk di depan ruangan sebelah.
Aku yang sedang mengulang hafalan ku agak sedikit terganggu dengan bisikan-bisikan mereka.

Aku menoleh kea rah kiri. Disana ada cowok yang berpakaian putih abu-abu lengkap dengan dasinya, menggendong tas merah, dengan gaya rambut yang di naikin ke atas sedikit.

“Subahanallah. Kak sapta”
Batinku bergumam dalam hati.

Yang ada dipikiran ku hanya “dia cowok kece yang pernah gue temuin di SMA”.

Dia terus berjalan di koridor, lalu berhenti di pilar depan kursi yang aku dudukin sekarang.

Aku menunduk, dan meneruskan hafalan ku. Padahal semuanya nggak bisa masuk dan aku lagi nggak konsentrasi.

“Bi, kak sapta seruang ama kita?”tanyaku berbisik dengan Bia yang duduk pas disebelahku.

“entah, gue juga nggak tau. Liat aja entar”
Jawab bia singkat.

**
Kriiingggg…. Kriiingggg…(Jam Pertama akan segera dimulai. Silahkan siswa dan siswi untuk dapat memasuki ruangan kelas masing-masing)

Begitulah suara bel otomatis yang berbunyi di sekolahku.

Aku dan peserta ujian yang lain memasuki ruang 3 setelah pengawas membuka kunci ruangan tersebut.

Aku lalu mencari nomor peserta ujian ku.

“duh mana ya nomor 1A256?” batinku protes.

Setelah berkeliling kelas, akhirnya aku mendapatkan meja ujianku.ya, di paling pojok belakang sebelah kanan.

Aku mengeluarkan peralatan ujian ku dan menaruhnya di atas meja. kemudian, aku melihat seisi kelas.tiba-tiba mataku tertuju di sebuah tas merah yang ada di atas meja.

“loh kak sapta? Kok bisa seruangan am ague?”
Gerutuku kebingungan.

Kemudian aku bertanya pada kakak kelas-Ina Lestiana- yang kebetulan temen sekelas kak sapta.

“kak, kok kak sapta seruangan sama saya, kan nama dia inisial S?”
Tanyaku pelan pada kak Ina.

“iya dek, absen I sampe kebawah dapet ruang 3, soalnya yang A sampe H sudah penuh di ruang sebelah.” Kak ina menjelaskan.

“oh gitu ya kak. Makasih ya.”
Sahutku mengucapkan terimakasih.

**

“itu yang di belakang! Anggia Silvia!”
Tegur pengawas kiler di hari ke 3 ujianku.

Sontak seisi kelas menoleh ke arahku.

“saa..sayaa bu?” tanyaku sambil menunjuk diriku sendiri.

“iya ngapain kamu dibelakang? Buka buku ya?”
Tegas Bu Sarah hari itu.

“hah? Saya nggak ada buka buku bu.”
Jawabku menjelaskan.

“eh bukan kamu deh, di depan mu. Siapa namanya itu?”
Sahut bu sarah lagi.

“ohh Lina Amelia! Kamu jangan tolah toleh kanan kiri! Kerjakan sendiri! Kalo nggak, ibu robek kertas LJK kamu!”
Suara bu sarah membuat seisi ruanga 3 mendadak hening.

Akupun masih dag dig dug di tegur Bu sarah.

Aku lalu melihat kearah kak sapta yang menatapku heran.

Entah dia melihatku karena kejadian tadi, atau dia melihatku karena mengingat kejadian hari itu di depan kelas.

Sebuah KadoTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang