Ribuan rintik hujan dibalik jendela kamar menjadi pemandangan hampa baginya. Mata indahnya terlihat sembab diantara surai yang menutupi sebagian wajah itu. Rasa lelah yang dirasanya sudah membuat ia tak memiliki kekuatan untuk bisa bertahan pada apa yang dihadapinya saat ini, atau bahkan ia sudah seharusnya menyerah?
Kau sudah berjalan sejauh ini, sempat mempertahankan dan berjuang dengan hati. Dengan mudah meninggalkan tanpa beban? Hati ibarat angin, tak terlihat namun siapa tahu jika setiap derunya sungguh menyakitkan?
Jessica nyaris tak mengenali dirinya ketika merasakan cinta, diantara perdebatan pikirannya pun ia terus berusaha untuk berkomitmen pada hati. Dan lagi -- cintalah penguasanya.
Tok! Tok! Tok!
Suara ketukan dari balik pintu kamarnya cukup membuat ia meyakini jika saat ini orang yang sama disepuluh menit yang lalu kembali untuk melontarkan kalimat tak penting sekarang ia dengarkan. Kakinya bergerak malas menuju pintu sampai akhirnya suara ketukan itu terhenti disaat Jessica sudah menampakkan wajahnya.
"Berkomitmen pada ucapanku. Sepuluh menit dari sebelumnya dan aku rasa tidak ada alasan lagi" ujar pria tersebut tanpa dosa. Setelah mengucapkan itu, ia masuk tanpa permisi dan duduk disisi ranjang Jessica.
"Dasar gila!", rutuk Jessica dengan kepala menggeleng malas mengikuti pria didepannya dengan duduk di sofa bad yang ada ditengah ruangan tersebut.
"Semoga saja air matamu bisa menjadi peta petunjuk bagi Kevin", sergahnya diantara rasa kesal yang ia tunjukkan. Posisinya sudah berubah berdiri disamping Jessica "Kau tahu keadaannya sekarang sangat mengerikan mati segan hidup tak mau!" ujarnya lagi dengan tangan bergerak diatas touchscreen miliknya. Aaahh, jangan bilang jika ia berusaha untuk menguhubungi seseorang?
"Apa yang kau lakukan?"
"Tentu saja untuk menghubungi Kevin! Kau pikir apa lagi yang akan aku lakukan?"sungutnya menyebalkan. Bagai tembakan yang memekakan telinga teriakan Jessica berhasil membuat niat pria itu tertunda.
"Rasakan!" timpal Jessica sesaat melihat benda pipih ditangan pria itu jatuh menghantam lantai akibat tepisan tangannya.
"Atau mungkin Tristan sudah melakukan sesuatu padamu" ujar pria itu dengan tatapan penuh tuduhan dengan tubuh yang masih separuh membungkuk. Jessica menganga tak percaya jika tampang pria yang jauh dari kata tampan ini beraninya merendahkan dirinya seperti itu. Bastard kurang ajar! Ponselnya yang terbating mengapa otaknya yang geser? What the hells...
"Jaga bicaramu Crist", terlihat ketidaksukaan Jessica saat mendengarnya. Bahkan terkesan dingin dan mematikan dari tatapan yang selanjutnya diterima oleh Crist.
Pria itu tertawa hambar "Oh ayolah Jess, kau tersinggung akan pertanyaanku barusan? Untuk apa kau bersembunyi dari suamimu sendiri dengan keadaan yang tak pernah ia tahu, sedang diluar sana ia terus mencarimu bahkan terus mencarimu sekalipun nyawa harus ia pertaruhkan! Aku sangat tidak mengerti jalan pikiranmu?" Crist hanya menyunggingkan senyum getirnya sebelum melangkahkan kakinya keluar dari kamar Jessica.
Sementara diposisinya saat ini Jessica seakan disentak akan perkaatan Crist yang memang dibenarkan oleh hatinya. Keputusannya untuk menjauh dari Kevin setelah apa yang ia lihat beberapa waktu lalu mungkin sudah cukup untuk menghukum Kevin.
Menghukum? Yah, secara logis bagaimana bisa menguhukum seseorang yang kau sendiri tak tahu apakah ia bersalah Jessica?
Sementara sisi lain dari dirinya seakan menyalahkan apa yang sudah ia lakukan, belum lagi mendengar jika selama dalam persembunyiannya Kevin terus berusaha agar bisa bertemu dengannya. Dan kesalahan selanjutnya Crist tentu akan dalam masalah besar, meski sebenarnya Jessica-lah yang datang dan meminta Crist untuk membantunya mencari tempat persembunyian. Jika ditanya mengapa harus Crist? Sebab hanya pada Crist, Kevin tidak akan menyimpan kecurigaan prihal kepergian dirinya. Bahkan pria ini pun tak ada yang tau tentang janin yang kini ada didalam kandungannya.