Chapter 17

3.8K 234 51
                                    


Tak ada sedetik pun Liora dan Christ berani menatap Kevin. Wajah tampan bak dewa yunani itu pun kini terlihat lebih menyeramkan dari malaikat pencabut nyawa sekalipun.

Seorang wanita bersegaram putih baru saja selesai membalut tangan kanan Kevin dengan kain putih, setelah tanpa pertimbangan Kevin menjatuhkan tinjunya pada jendela kaca rumah sakit. Saat dimana mereka sekarang berada.

"Rupanya kau masih lebih beruntung dibandingkan kaca itu", bisik Liora sarkas.

"Apa itu artinya kau akan senang jika tadi Kevin berhasil menghajarku?"

"Bolehkah aku membuat sebuah perayaan?" suara Liora meninggi satu oktaf. "Sudah sejak lama aku memperingatkanmu tapi rupanya kau tak berniat mengindahkannya sedikit pun"

Salah memang! Karena pikirannya sekalipun membenarkan ucapan Liora, jika saja posisi Kevin saat ini kembali padanya sudah pasti ia akan melakukan hal yang sama. Belum lagi kenyataan terburuknya Kevin baru mengetahui jika Jessica mengandung anaknya ditengah kesalahpahaman yang terjadi.

****

Bukan saat yang tepat untuk mengajak Kevin berbicara sekarang. Sudah cukup keributan yang mereka buat dirumah sakit beberapa saat lalu, hingga akhirnya Liora dan Christ memutuskan untuk pergi dan kembali disaat Kevin sudah merasa lebih baik.

Dominasi warna putih dan hijau menghiasi ruang berukuran besar dan mewah ini, berbagai fasilitas kesehatan yang mendukung pun tersedia dalamnya. Kenyamana sudah pasti ada, tapi Kevin lebih memilih duduk dengan kepala menunduk bertumpuh pada lengan kirinya. Sedang tangannya yang berbalut perban ia biarkan menggenggam jemari – sang istri.

Manik mata pria ini terus menampakkan perngaharapan"Rupanya kau sangat suka tidur, ya?" Karena disaat ia terjaga pun wanita kesayangannya itu masih betah terpejam dibalik masker oksigen yang setia menghiasi wajah cantiknya.

"Suami bodohmu ini sedang menunggumu, Baby. Apa begini caramu membalaskan dendam? Kau sungguh tak ingin melihat lagi wajahku walaupun sebentar? Dasar keras kepala!" kini jarinya menyusuri rahang mulus Jessica dengan sangat lembut. Takut jika nantinya akan mengusik tidur Jessica.  

"Pergi disaat marah tanpa bicara. Sekarang kau benar – benar ingin aku hukum, heum?" senyum Kevin tak bisa membohongi jika ia begitu merindukan perdebatan konyolnya bersama Jessica. Semua yang dilaluinya bersama Jessica sudah menjadi kebiasaan yang tak akan bisa dilupakan begitu saja, jangan lupakan juga jika semua itu jugalah yang menjadikan cintanya bertambah besar.  

"Kau pikir aku pria bodoh mau begitu saja pergi saat kau suruh? Tidak semudah itu, Baby. Karena keputusanku bertahan sudah benar, terlebih kini kau tengah mengandung buah cinta kita. Jadi... berhentilah mendebat karena saat kau sadar semua akan tetap berkahir percuma", kini rasa lelah mengakhiri pembicaraannya sendiri dengan sebelumnya sebuah kecupan ia hadiahi dipelipis Jessica.

"Good nigth, Baby. I Love you so much...."

****

Sinar matahari mulai menelusup dari celah jendela. Sedikit gerakannya seakan dibatasi oleh sesuatu yang belum ia pastikan. Belum lagi masker oksigen yang tenyata masih terpasang diwajahnya. Matanya terpejam singkat dan menerawang kejadian akhir bagaimana akhirnya ia bisa berada disini. 

Dipastikannya lagi setelah benda itu diturunkannya sebatas leher, rasanya nafasnya sudah kembali normal walau tanpa bantuan oksigen sekalipun. Tak bisa ditutupi pagi ini senyum kebahagiaan yang terpatri diwajah Jessica lebih tulus, setalah aroma masculin yang menyeruak dipenciumannya.

Wajar jika gerakannya menjadi tak leluasa, sebab kini sebuah tangan kekar tengah melingkar nyaman dipinggangnya sedang tangan yang lain menggenggam tangan kananya. Jangan lupakan juga saat kepala pria itu tengah bersadar nyaman pada bahunya dengan mata terpejam erat.

Just MarriedTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang