-Masih di hari yang sama-
Ashton's pov
Aku terpaku mendengar ucapan Cezha saat pulang sekolah di kelasnya. Begitu menyakitkan. Aku merasa hubunganku dengannya baik-baik saja. Kami bahkan tidak bertengkar atau sedang meributkan sesuatu.
Saat aku ke kelasnya, aku hanya berniat mengajaknya pulang bersama, layaknya pasangan yang lain. Tapi, tiba-tiba aku malah mendapatkan sesuatu yang tak pernah aku duga sebelumnya. Cezha berkata kalau sebaiknya hubungan kami berakhir. Oh, what a pity.
Saat itu otakku mencerna lama maksud dari kata-katanya. Saat tersadar, spontan aku berlari mengejar Cezha. Sekedar meminta penjelasan yang setidaknya sedikit saja membuatku sadar akan kesalahanku kalau itu memang ada.
Aku berhenti, kaki ku lemas. Kulihat di depanku Cezha berpelukan dengan Calum. Bahkan Cezha seperti menerima saja dengan perlakuan Calum seperti itu. Sucks.
Setelah itu, aku bohong kalau aku merasa baik-baik saja atas itu. Rasanya saat itu aku seperti kehilangan logika ku. Mungkin berlebihan, tapi memang itu yang aku rasakan.
Ini seperti ketika kau dan kekasihmu sedang menjalin hubungan yang sedang sayang-sayangnya, namun tiba-tiba dia pergi meninggalkanmu bahkan kaupun tidak tau apa penyebabnya. Bisa dibayangkan rasanya?
Kemudian, Vina datang menghampiriku, ia seperti penghiburku saat itu.
Sudah ku bilang kalau saat itu aku kehilangan logika ku, oleh karnanya aku langsung mengajak Vina untuk menghabiskan waktu di rumahku untuk malam ini. Setidaknya untuk melupakan rasa sakit. Untung saja aku bukan laki-laki labil yang langsung memanjati tower karna diputusi oleh pacarnya. Ya, walau sama-sama pengecut, setidaknya caraku tidak sebodoh itu.
Sialnya, Calum melihatku saat aku membawa Vina ke rumah. Bahkan saat ia mengatakan itu semua, aku tidak bisa membantah satu kata pun. I knew the truth.
Detik itu juga, niatku dengan Vina sirna. Bahkan berbanding terbalik. Aku langsung mengusirnya dan bergegas ke rumah Cezha. Berusaha ingin menyusun benang yang kusut ini.
-
Cezha kini telah di depanku. Tapi aku malah diam seribu bahasa. Benang yang kusut itu, rasanya terlalu kusut sampai aku bingung harus menyusunnya lagi darimana.
Cezha menatapku teduh, pandangannya kecewa. Sudah pasti ia sudah tahu mengenai aku dan Vina, karna Calum pasti sudah memberitahunya. Aku makin merasa bersalah, sepertinya aku terlalu hina hanya sekedar mengucapkan kata maaf. Pintu maaf seharusnya sudah tertutup untukku.
"Ashton.." Cezha memanggil pelan. Sepertinya ia ingin segera tahu maksud kedatanganku ke rumahnya.
"Cez, aku minta maaf," ucapku menunduk. Aku tidak tega melihat wajah frustasinya itu.
"Aku salah. Aku- bingung harus minta maaf darimana. Salahnya aku ternyata banyak banget. Bahkan selama ini aku ngga tau diri, aku gak sadar kalau kamu ngalamin itu semua. Aku masih kurang peka atas semua yang terjadi sama kamu. Aku-"
"Itu bukan salah kamu," Potong Cezha yang masih bersandar pada pintu rumahnya.
"Cez, apa aku masih berhak ngedapetin maaf dari kamu?" Kini aku menatap matanya, dengan tatapan memohon. Semoga Cezha mengerti arti tatapanku.
"Kamu bahkan gak salah, jadi aku harus memaafkan kamu buat apa?" Jawab Cezha lembut. Sesekali nadanya bergetar.
"Kalau gitu, tolong kasih aku kesempatan kedua, Cez. Aku gak bakal biarin semua itu terjadi lagi. Please, Cez," ucapku. Cezha menyebarkan pandangannya ke atas. Ia sedang berusaha menahan air matanya yang siap-siap membeludak.
"Ash, makasih udah ngerti sama aku. Tapi, aku pikir kita ga bisa sama-sama lagi." Ucapnya seraya menutup pintunya yang segera ku cekal tangannya. Kali ini, tak akan kubiarkan ia lari lagi.
"Kenapa, Cez?"
"Karna kamu, Ashton Irwin, akan dapet orang yang lebih baik dari aku. Cewe yang bakal menyayangi kamu tanpa ada ragu sedikitpun." jawabnya tersenyum getir.
"Cewe manapun yang menurut kamu lebih baik itu aku ngga peduli. Karna kamu udah yang terbaik buat aku. Aku ga butuh orang yang lebih baik dari kamu." tandas ku yakin.
"Kenapa sih, kamu ngga bisa ngerti?" Nadanya meninggi. Aku akui aku memang tidak mengerti, karna itu aku masih mau tau lebih banyak tentang kamu. Semuanya.
"Nggak bisa, Ash. Nggak bisa," Lanjutnya sambil menyeka air matanya cepat.
"Tapi, bukannya setiap orang yang menyesal berhak buat dapet kesempatan kedua?"
"Kamu berhak, tapi aku yang ga berhak." Mendengar itu spontan dahiku berkerut. Cezha terlalu rumit, tapi aku masih berusaha untuk mengerti dirinya.
"Maksud kamu?"
"Aku ga bisa sama kamu lagi. Bagaimanapun, kalau semesta ngga mendukung, selamanya juga dunia gak bisa mersatuin kita. Aku harap kamu ngerti, dan aku harap juga kamu percaya sama keputusan aku." Tutup Cezha meninggalkanku di depan rumahnya.
Semesta tidak mendukung?
Dunia tidak mempersatukan kita?
Bukannya kalau kata orang, jika kita berusaha sungguh-sungguh, dunia juga akan mendukung kita?
Tapi pertanyaannya, apa aku sudah berusaha?
---------
part ini pendek bodoamat karna gue pengen ngucapin,
HAPPY NEW YEARRRR!💕
semoga di tahun ini calum sadar kalo gue ada dan hidup dengan setiap hembusan nafas gue buat selalu ngedukung dia for every him way. termasuk dengan relationship nya sama... gasanggup ngomongnya hehe.
ada yg doanya sama kaya gue? atau mungkin permintaannya ada yg lebih ngelunjak dari gue?😊
kerutan mata kontrol woi
KAMU SEDANG MEMBACA
Unexpected Classmate [cth]
Fanfic"Seandainya bulan sadar, kalau ia bisa bersinar karena ada matahari di belakangnya." written in Bahasa UCM ©2016 by malumbs