"Gue sayang sama lo, Ca! Gue nggak akan nyerah!" -Bagas
▪▪▪"Berhenti ngikutin gue!"
Bentakkan Clarissa atau lebih sering dipanggil Caca itu, membuat Bagas Alvaro tersentak kaget dan refleks berhenti mendadak. Tubuh jangkungnya tak sengaja menabrak tubuh Caca yang sedikit lebih pendek darinya.
Caca langsung mendorong dada Bagas kuat-kuat. "Modus banget sih, lo! Gue bilang jangan ngikutin gue! Lo punya kuping nggak, sih?" omelnya berapi-api. Tidak mempedulikan murid-murid lain yang menatap mereka secara terang-terangan.
"Lagian gue cuma ngikutin, bukan gangguin lo," bela si cowok.
"Tapi itu juga bikin gue terganggu, Bagas! Bisa nggak sih, lo? Sehariiiiii aja nggak gangguin gue?" Napas Caca menderu dengan cepat, tatapannya sedari tadi sudah menusuk tajam tepat ke dalam retina milik Bagas.
Bagas menggeleng. "Nggak bisa. Gue suka sama lo, Ca. Kapan sih, lo ngerti?" tanya Bagas kemudian, lalu menghembuskan napasnya perlahan.
Caca memutar kedua bola matanya. Tentu kalimat menyebalkan ini sudah tidak lagi asing di telinga Caca. Mungkin jika Zian gebetannya itu yang mengatakannya, Caca dengan senang hati akan tersenyum manis lalu menerimanya saat itu juga. Tapi, jika Bagas yang mengatakannya, rasanya kuping Caca seperti ditusuk-tusuk oleh jarum. Sangat menyakitkan.
"Dan gue udah pernah bilang kalo gue nggak suka sama lo! Kapan lo ngerti, hah?"
"Oke gue terima. Tapi bisa nggak sih, lo berhenti bersikap kaya gini ke gue? Meski pun gue nggak bisa jadi pacar lo, seenggaknya gue bisa jadi temen baik lo," ucap Bagas. Ia masih tidak habis pikir dengan sikap Caca yang jauh berbeda jika sedang berhadapan dengannya. Bersikap ketus dan selalu memarahi Bagas.
"Nggak bisa!"
"Kenapa?"
Caca menunjuk Bagas tepat di depan wajahnya. "Karena bagi gue, lo itu parasit! Lo itu bikin gue terganggu, dan lo itu nggak berguna. Jadi berhenti ngikutin gue, atau lo nggak akan bisa lagi liat gue!" ucap Caca penuh ancaman. Lalu kembali berbalik dan berjalan meninggalkan Bagas.
Bagas mendengus lelah sambil menatap punggung Caca yang sudah berbelok ke arah kantin.
Seorang Bagas Alvaro, Ketua basket di SMA Bhineka, ketiga puluh kalinya ditolak seorang Clarissa Amanda, Ketua jurnalis sekaligus Ketua paduan suara.
▪▪▪
"Sumpah ya, Vit. Dia itu udah kaya penjahat yang mau nyulik gue! Ngikutiiiin terus kerjaannya."
Vita yang sedari tadi mendengarkan kekesalan Caca, kembali menghela napas. Ia sudah tidak tau harus bagaimana lagi menanggapi curhatan Caca tentang kekesalannya terhadap Bagas. Terlalu sering Vita mendengarkan sahabatnya itu menceritakan Bagas lagi, Bagas lagi.
"Dan tadi dia nembak gue, Vit. Lo pikir coba, dia itu nggak punya kuping atau gimana, sih?" ucap Caca masih dengan nada kesalnya.
"Dan untuk ketiga puluh kalinya lo nolak dia, gitu?" Vita tersenyum maklum. Jelas saja cewek itu sudah tau jika Caca akan kembali menolak Bagas. Bahkan, karena terlalu sering Caca menceritakan Bagas, Vita sampai-sampai tau keberapa kalinya Bagas menembak Caca.
Caca mengangguk lalu menyeruput jus mangganya. Rupanya, menceritakan Bagas itu hanya membuang-buang tenaganya saja. Sampai-sampai tenggorokannya terasa sakit. Mungkin karena terlalu sering mengatakan nama Bagas.
KAMU SEDANG MEMBACA
Regret
Teen FictionIni bukan Friendzone, lebih tepatnya Clarissa Amanda atau biasa dipanggil Caca, tidak pernah menganggap Bagas Alvaro lagi sebagai temannya. Padahal, Bagas rela melakukan apa saja asalkan Caca tidak lagi bersikap jutek kepadanya. Satu senyuman Caca s...