12

162 10 0
                                    

Maafkan aku karena membiarkanmu tersakiti oleh alasan yang tidak pernah aku ucapkan. Karena aku tau jika alasan itu terucapkan, aku akan lebih tersakiti oleh kehilangan. -Caca
•••

"Caca!"

Bagas panik sendiri melihat ular yang masih berada di samping Caca karena habis mematuk kaki cewek itu. Bagas mengambil batu yang ada di hadapannya lalu ia lemparkan ke arah ular itu. Setelahnya, Bagas cepat-cepat memangku Caca lalu dibawanya untuk duduk di bawah pohon.

Lain halnya dengan Bagas, Caca malah tidak bisa berkata apa-apa dan hanya bisa mengaduh kesakitan dengan wajah yang memucat.

"Gue bilang juga apa, jangan suka ninggalin gue kenapa, sih? Jadinya 'kan lo kaya gini, Ca," ucap Bagas terdengar khawatir.

"Shhh... Udah deh, jangan banyak ngomong! Pencemaran suara tau nggak?!"

Bagas menghela napas pelan lalu mendekatkan bibirnya pada luka bekas patukkan ular itu. Bagas membuang darah dari luka Caca dengan mulutnya dan hal itu tentu saja membuat Caca melotot kaget.

"E-eh! Lo ngapain?!"

"Ular itu berbisa, Ca, dan kalo bisa itu nggak dikeluarin gue takut lo kenapa-kenapa."

Seketika, Caca terdiam. Matanya menatap mata Bagas tanpa ekspresi, sama halnya dengan Bagas yang balik menatap Caca namun dengan tatapan penuh khawatirannya.

"Kali ini aja lo nurut sama gue, Ca. Ok? Sekarang lo diem."

Berniat ingin melanjutkan membuang bisa pada luka kaki Caca, tetapi niatnya itu tertahan oleh pertanyaan Caca yang membuat Bagas tidak berkutik sama sekali.

"Terus lo gimana? Lo nggak bakalan kenapa-kenapa, 'kan?"

Bagas terlihat kikuk, membuat Caca mengernyit bingung. Di detik kemudian Bagas merubah ekspresinya kembali menjadi wajah menyebalkan khas cowok itu. "Kenapa? Lo takut kehilangan gue? Tenang aja, Ca, gue nggak bakalan kenapa-kenapa. Kebal gue mah," sahut Bagas tenang.

Caca menatap Bagas ragu-ragu.

Bagas kembali melanjutkan aktivitasnya yaitu membuang bisa ular dari kaki Caca dengan mulutnya, sedangkan Caca mati-matian menahan rasa sakitnya. Setelah beberapa detik kemudian, Bagas mengunyah daun jambu lalu ia tempelkan pada luka di kaki Caca.

Caca tertegun. Kejadian tadi, dimana Bagas hampir membuatnya mati muda seperti tidak pernah terjadi. Padahal tadi Caca benar-benar kesal kepada Bagas. Sekarang ini Caca malah merasakan kekhawatiran yang sangat besar kepada Bagas karena melihat wajah cowok itu yang tiba-tiba berubah menjadi pucat.

"Gimana sekarang, Ca?"

Caca mengerjap. Kenapa gue ke-gep terus lagi liatin Bagas sih?! "Masih sakit! Obat lo ini nggak mempan!"

Bagas mendengus. "Yaudah kalo gitu gue ambil lagi bisanya ya, Ca?"

"E-eh nggak usah!" tahan Caca saat melihat kepala Bagas yang mendekati kakinya kembali. "Jangan sok perhatian deh! Lagian kaki gue juga kotor."

"Tapi lo masih ngerasa sakit, Ca. Mungkin bisa itu belum keluar semua."

"Gue bilang nggak usah! Gue masih bisa jalan!" bentak Caca yang membuat Bagas menatap cewek itu, lelah.

Lagi-lagi, Caca beranjak sambil sesekali meringis lalu melenggang pergi meninggalkan Bagas dengan langkahnya yang terseok-seok.

Tidak bisa ditahan lagi, satu tetes air mata Caca kini terjatuh pada pipinya. Cewek itu cepat-cepat menghapusnya karena tidak mau Bagas mengetahuinya.

RegretTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang