4

166 42 50
                                    

Semegah apa pun istana raja, lebih nyaman rumah sendiri. Seenak apa pun masakan restoran berbintang lima, lebih enak masakan bunda sendiri -Bagas
▪▪▪

Dering telpon Bagas terdengar berbunyi di dalam saku celananya, membuat ia langsung merogohnya dengan cepat. Siapa tau saja Caca sudah dibukakan pintu hatinya untuk bisa menerima Bagas.

Dan seketika, harapannya pupus sudah saat nama Alvin-lah yang tertera jelas di depan layar ponselnya.

"Hallo, Vin?"

"Hallo, Gas? Lo serius nih nggak bakalan ikut tanding?"

Bagas menghela napas pelan. "Kapan sih, gue nggak serius? Sama Caca aja serius apalagi sama keputusan gue."

"Alay lo, Cebong!"

Bagas terkekeh. "Yaudah sih, nggak usah nanya lagi. Sorry nih ya, kalo udah menyangkut soal Caca gue rela ngorbanin apapun. Kalo cuma ngorbanin tanding basket doang mah, kecil."

"Tapi 'kan ini demi sekolah juga, Gas. Gimana kalo lo dipecat jadi ketua basket?"

"Alhamdulillah wasyukurillah, kalo gitu gue makin gampang buat nguntilin Caca, nggak kehalang-halang lagi sama latihan basket."

Alvin mendengus di seberang sana. "Kalo lo di-drop out gara-gara malu-maluin sekolah gimana? Nanti lo nggak bisa liat Caca setiap detik lagi, Gas."

"Anying lo, Vin!"

"Bahasa, Kecebongku Alay!"

"Bodo amat gue tetep nggak ikut!"

"Yaudahlah terserah, btw tujuan gue nelpon lo itu mau ngasih tau sesuatu."

Bagas mengernyit. "Sesuatu apa? Syahrini?"

"Makroni."

"Gak jelas lo, Cupang!"

"Ih! Serius, Ba-gas elpiji! Tadi gue liat si Caca sama si Nina lewat lapangan, terus si Caca kaya nyariin orang di antara anak-anak basket. Gue tebak, dia pasti nyariin lo deh, Gas."

Bagas mendengus. "Kurang bakat lo kalo mau ngebohong, nggak pantes."

"Yeee si Cebong! Serius, Gas. Kalo nggak percaya bisa tanya anak-anak yang lain."

Bagas terdiam. Jantungnya sudah berdegup dengan cepat, perutnya benar-benar seperti sedang dikelitiki sehingga membuat sudut bibirnya melengkung dengan sempurna.

"Lagian lo kemana, sih? Biasanya juga suka liatin si Caca dari atap aula kalo lagi latihan padus."

"Jangan buka rahasia dong, Cupangku Sayang. Gue sekarang lagi di tukang spanduk nih, mau bikin spanduk."

"Spanduk apaan?"

"Spanduk buat nyemangatin si Caca. Tulisannya, Semangat Clarissa Amanda! Bagas Alvaro selalu menjadi pendukungmu! Terus dikasih poto si Caca, deh."

"Dasar alay!"

"REGRET"

Caca memasuki sebuah kafe yang tidak terlalu jauh dari sekolahnya. Perutnya benar-benar terasa lapar karena tenaganya yang sudah terkuras habis gara-gara latihan paduan suara tadi.

Caca menduduki salah satu kursi yang terletak di paling pojok yang berdekatan dengan air mancur kecil. Jika orang lain lebih senang duduk di dekat kaca besar, tetapi Caca tidak. Ia lebih nyaman duduk di pojok. Maklum, Caca 'kan jomblo yang berimajinasi lagi mojok sama pacarnya.

RegretTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang