"Meski bukan keinginanku tetap saja bukan aku sang pengatur takdir."
Gedoran pintu dari luar kamar membuat sosok Azrah, menggeliat di atas kasurnya, merasa terganggu dengan keributan yang Bundanya lakukan.
"Azrah bangun! Hari ini kamu tes masuk SMA! Udah jam berapa ini!" teriak wanita paru baya yang bernama Waty dari luar kamar membangunkan putrinya yang sedari tadi membuatnya kesal.
Gadis itu lalu terpaksa bangkit dari tempat tidurnya dan menuju pintu kamar.
"Bun, Azrah kan udah bilang, kalo nggak mau tes disana." balas cewek itu, dengan mata setengah tertutup.
Sang Bunda refleks memukul pundak Azrah, "Aww." rintih Azrah tersadar.
"Apa kamu bilang?" mata Waty melotot penuh kegeraman pada putrinya itu, membuat Azrah lalu berlari, menghindari kontak langsung dengan sang Bunda.
"Masih pagi, udah bikin Bunda naik darah!" teriak perempuan itu mengikuti Azrah yang telah menghilang dari pandangannya, menghindari pukulan selanjutnya.
"Ayah kamu itu udah daftar, masih aja ngelawan. Mandi sana!" perintah Waty, membuat Azrah lalu berlari mengambil handuk, dan menuju kamar mandi.
"Ada apa sih Bun, pagi-pagi udah ribut." celetuk Akbar keluar dari kamar, setelah sholat subuh, berniat meminum air dan kembali melanjutkan tidurnya.
"Itu adek kamu, dibangunin buat ikut Tes aja, sekomplek bisa denger suara Bunda."
Azrah Rahmadhani Putri.
Keinginan kedua orang tua, membuat Azrah terpaksa harus terbangun dari tidurnya dan mengikuti salah satu Tes masuk SMA populer. Meski, di lubuk hatinya yang paling dalam begitu berat rasanya meninggalkan sekolah yang lama.
Malam sebelum Tes, Azrah sempat mendiskusikan satu hal bersama Reina, sahabatnya.
Reina : Gak usah di isi aja soalnya!
Azrah : Tapi Na, orang tua gue ngarep banget biar gue bisa masuk situ. Masa iya, gue belajar semalaman terus besoknya gue kumpul kertas kosong. Kan, nggak mungkin.
Reina : Ribet amat sih hidup lo. Lo sendiri kan yang gak mau masuk situ?
Azrah : Iya sih, tapi...Layar handphone Azrah seketika berubah menjadi sebuah panggilan masuk dari Reina.
"Ah, lama lo Rah mikirnya, gue lurusin aja yah buat lo." ujar Reina, yang mulai kesal pada Azrah.
"Menurut gue, karena ini perintah orangtua lo. Lebih baik, lo ikut apa yang mereka mau, ingat lo! Ridho Allah itu, ridho orangtua juga."
"Iya... Iya Na."
"Lakuin yang terbaik aja deh, menurut lo." pesan Reina, sebelum menutup telepon diantara mereka.
••••
Di boncengan motor sang Ayah, cewek itu menatap handphone-nya, memantapkan hatinya, untuk menjawab setiap soal yang disediakan.
"Bismillah!"
Atmosfer asing begitu menyelimuti Azrah saat motor sang Ayah berhenti di depan gerbang besar sekokah tempat dilakasanakannya Tes, refleks membuat cewek itu turun dan memberikan helm pada Hamdan dan menyalimi tangan sang ayah.
Matanya melirik kearah beberapa siswa yang dengan begitu semangat berjalan beriringan dan riang bersama teman-teman mereka, melewatinya. Cewek itu lalu berpamitan pada Hamdan dan mengikuti para siswa lain melanjutkan langkahnya menuju lapangan besar untuk mengikut pengarahan.
Setelah merasakan teriknya matahari pagi selama kurang lebih 45 menit, disebabkan para guru membagikan ruang tes masing-masing siswa, akhirnya sekarang Azrah telah duduk di dalam kelas bersebelahan dengan seorang cowok yang juga asal sekolahnya berbeda, sama sepertinya.
Tapi, Azrah tak berani buka suara di pertemuan mereka, padahal bisa saja mereka berkenalan atau saling berbagi pengalaman SMP.
"Ah, lupakan saja pikiran lo Rah!" gumamnya dalam hati.
------
Hari ke-2 Tes, dan Azrah? Telah memutuskan untuk mengerjakan semua soal dengan baik sesuai dengan pengetahuan yang ia punya.
Azrah tersenyum lega memandang kertas ujian yang baru saja ia tutup, karena kertas itu merupakan kertas terakhir yang ia kerjakan. Cewek itu lalu berdiri, dan membawa lembaran jawabannya setelah merapikan segala alat tulisnya.
Setelah seluruh siswa diperbolehkan pulang, Azrah berjalan sambil matanya fokus pada handphone, tapi tiba-tiba saja pandangannya mengarah pada segerombolan anak cowok diseberang jalan yang juga bersiap untuk pulang, "Mungkin setelah mengumpulkan seluruh pasukan mereka?" celetuknya dalam hati.
Cewek itu seketika tersenyum sekaligus merasa asing dengan pemandangan yang baru saja ia saksikan, yah jelas saja di SMP ia hanya punya teman perempuan.
Namun, tiba-tiba matanya terfokus pada sesosok cowok yang membuatnya merasa tidak asing, seperti pernah bertemu tapi, ia sendiri tak yakin dimana.
"Azrah!" panggil sang Ayah, yang entah kapan telah menghentikan motornya di hadapan Azrah.
"Eh, iya Yah."
___________________________________________________________________________
KAMU SEDANG MEMBACA
Dalam Diam Aku Bertahan (END)
JugendliteraturCerita ini sudah berakhir. Namun, masih dapat kamu nikmati. Pesanku : Jangan kecewa dengan apa yang ada di akhir. Yang harus kamu tau, bahwa tulisan ini tulus untukmu. (Tahap revisi) Dalam hidup, ada banyak hal yang terjadi tidak sesuai dengan apa...