Chapter 4 : Jika Mikha Kembali Maka Nika Rindu

11.2K 1.2K 55
                                    



"Itu kebetulan."

"Tapi gak ada kebetulan yang datang dua kali."

[.]

Kelas X Semester 1, beberapa tahun yang lalu.

Nika duduk di ruang keluarga Keluarga Prihastomo. Tubuhnya basah kuyub karena hujan-hujanan sepulang sekolah tadi. Helaian rambut hitamnya masih meneteskan air sementara kacamatanya tampak mengembun di atas meja. Nika meniup teh hangat yang dibuatkan ibu Mikha tadi. Nika 'dititipkan' di rumah ini sampai nanti malam. Rumahnya terkunci rapat. Orang tuanya pergi ke upacara pemakaman sahabat ayahnya sementara adiknya mengikuti kemah rayon selama tiga hari. Alhasil, terdamparlah Nika di sini.

Nika menatap buku Bahasa Inggris yang ada di hadapannya sekarang. Ia mendengus. Dalam segi taktik, Mikha memang lebih pintar dari dirinya. Mikha yang minta Nika mengajarinya Bahasa Inggris terutama bagian vocabulary. Mikha bodoh tentang bahasa asing. Tangan kanan Nika terjulur meraih buku tugas Bahasa Inggris Mikha.

40. 47. 56. 27. 68. 72.

Dari sekian banyak tugas yang Mikha buat, hanya satu yang mencapai kata tuntas. Itupun karena pertanyaan yang jawabannya ada dibacaan. Seperti pertanyaan, who is Spongebob's best friend? Jawabannya adalah, Patrick is Spongebob's best friend. Nika menggeleng seraya tersenyum geli.

Hujan diluar masih deras. Tidak reda sedikitpun. Beberapa kali kilatan cahaya menembus jendela kaca rumah Mikha tapi Nika masih bisa mengendalikan dirinya karena hanya suara guntur yang terdengar. Nika tidak suka petir. Lebih tepatnya, Nika takut kepada petir. Entah karena apa, yang jelas, Nika takut.

Tapi sepertinya kali ini, langit tidak berpihak kepadanya. Kilatan cahaya menusuk mata Nika dengan tajam. Membuat gadis itu melepaskan cangkir dan buku yang sedang ia pegang begitu saja. Tangannya segera menutup telinga dan segera setelah kilatan cahaya itu datang suara petir segera menyambar. Membuat Nika berteriak bersamaan dengan suara petir itu.

"MIKHA!"

Nika takut. Sangat takut. Tubuhnya gemetar. Petir datang dan tak lama kemudian guntur berseru beriringan. Teh sudah tumpah di lantai, mengenai buku Mikha dan membuat buku itu basah. Cangkir itu pecah. Berserakan di bawah kaki Nika yang berada di atas kursi.

"Jangan takut, gua di sini."

Suara itu, membuat Nika lebih tenang. Apalagi ketika ada lengan yang merengkuhnya ke dalam pelukan. Dia menyandarkan kepala Nika di dada bidangnya. Lalu mengusap rambut Nika yang masih basah itu dengan lembut. Sementara Nika mengigit jari kukunya ketakutan.

"Mikha... gua takut," lirih Nika gemetar.

"Jangan takut, gua di sini," Mikha mengulang kalimatnya yang tadi.

[.]

Kelas XII Semester I, Januari 2016

Hujan dan petir masih bersenandung di luar sana. Membuat tubuh Nika semakin gemetar karena ketakutan. Tangannya meremas jersey Mikha. Sementara Mikha yang sudah tersadar dari gerak refleknya tadi itu kini berhenti mengusap rambut Nika. Hanya membiarkan gadis itu bersandar di bahunya dan meremas pakaiannya. Hari ini Mikha memeluknya. Nika hampir tidak percaya itu. Dia sadar, dia harusnya berhenti menyandarkan kepalanya di bahu Mikha tapi rasa takutnya melebihi gengsi Nika. Mikha juga tidak memprotes.

Ponsel Mikha yang berada di saku celananya bergetar. Mikha meraba celananya. Mencari keberadaan ponsel berwarna hitam itu. Hingga akhirnya tangannya menemukan benda itu. Mikha mengetikkan kata sandi ponsel itu lalu membuka pesan yang masuk beberapa menit yang lalu.

Tentang MikhaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang