Chapter 2 : Jika Mikha Bicara Maka Nika Suka

14K 1.3K 57
                                    



"Lo sama dia itu kaya sandal Joger. Beda warna, tapi emang itu pasangannya."

[*]

Mikha berjalan di sepanjang koridor. Dia benci hari ini. Hari-hari terakhirnya mengenakan putih abu-abu sepertinya akan terasa menyebalkan. Ujian praktek masih lama. Masih sekitar dua bulan lagi. Harus mengajari Nika selama itu bisa membuat Mikha stres. Selama ini Mikha sudah berusaha mati-matian menjauhi Nika walau sering yang terjadi justru sebaliknya.

Seperti hari ini.

Mikha berjalan di depan sementara Nika berjalan beberapa meter di belakangnya. Sepertinya ia akan naik angkutan umum yang sama dengan Nika lagi. Sama seperti hari terakhir masuk sebelum liburan semester gasal kemarin. Hey, ini masih hari pertama tapi mengapa harinya sudah buruk?

Mikha melewati halte bus yang ada di sekolah begitu saja. Membuat gadis yang menatap lurus ke depan itu hanya bisa menghela nafasnya, entah mau kemana bocah itu, Nika tidak peduli. Walau sebenarnya setiap degup jantungnya bahkan bisa ia dengar padahal Mikha hanya berlalu di hadapannya. Laki-laki itu akan pergi sejauh yang dia bisa agar tidak naik angkutan yang sama dengan Nika tapi tetap saja, nanti akhirnya mereka berada di satu angkutan yang sama.

Nika masih duduk di bangku berwarna hijau tua itu. Menatap sekelilingnya yang sepi. Harusnya ia tidak sendirian, kalau saja Pak Fabian tidak memanggilnya tadi. Harusnya ia bisa pulang bersama Siska tadi. Nika menatap jam yang melingkar di tangannya. Jam segini biasanya angkutan sedang sepi. Nika membenarkan letak kacamatanya, jadi gadis itu harus menunggu sedikit lebih lama.

"Hai," sapa seseorang yang kini duduk di samping Nika.

"Ha..i."

Nika tersenyum kikuk. Matanya menatap orang yang tadi menyapanya dari ujung kaki hingga ujung kepala. Sepatu merk kenamaan yang sepertinya bukan KW, tas biru tua yang masih rata seperti tak berisi, rambut hitam legam yang ditarik ke atas membentuk sebuah jambul, jembatan hidung yang tinggi serta bibir tipis yang salah satu ujungnya tertarik ke atas.

"Gua Deon, Raedeon," Laki-laki itu mengulurkan tangannya. Nika menjabat tangan laki-laki bernama Deon itu dengan wajahnya yang masih bingung. Laki-laki itu datang menghampirinya, menyapanya lalu sekarang mengulurkan tangannya dan menyebutnya namanya. "Lo Nika 'kan? Tesalonika Siani yang namanya tadi dipanggil?"

Nika mengangguk pelan. Mata gadis itu mengamati Deon dari ujung kaki hingga ujung kepala. Laki-laki yang kini duduk di sampingnya itu sangat asing tapi mengapa seragam mereka sama? Nika bingung. Dia mengenal semua siswa yang ada di sekolah, ya setidaknya Nika tahu namanya. Tapi Nika belum pernah melihat laki-laki itu sebelumnya.

"Lo kelas berapa?" tanya Deon, lalu duduk di samping Nika begitu saja. Membuat gadis itu bergeser beberapa senti dari tempat semula.

"XII Alam," jawab Nika. Seperlunya.

"Lo pasti asing ya sama gua?"

"Euh iya," Nika mengusap tengkuknya yang tidak gatal, merasa tidak nyaman.

"Gua baru pindah semester ini," jelas Deon seraya menopangkan kaki kanannya ke atas kaki kirinya lalu memainkan ujung sepatunya itu.

Nih cowok mau pamer sepatu? tanya Nika dalam hatinya seraya mengamati Deon yang masih mengusap-usap sepatunya itu.

"Lo pulang ke mana?" tanya Deon berusaha mencari topik pembicaraan lain.

"Ke rumah gua lah," sahut Nika ketus tanpa menatap Deon. Matanya masih berkeliaran mencari angkutan umum yang ia harap segera muncul.

Tentang MikhaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang