"Kalau lo suka sama orang yang gak pernah jadi milik lo, itu lebih susah move on-nya."
[.]
Nika berjalan di sepanjang koridor sekolah. Tidak tahu lagi mata sembabnya itu harus disembunyikan kemana. Meskipun sudah ia kompres dengan air es dan sudah mengenakan kacamata, mata bengkak itu masih dapat terlihat dengan jelas. Perasaannya masih kacau. Tidak tahu harus bagaimana. Minggu depan sudah Ujian Sekolah, lalu Ujian Praktek. Namun pikirannya tidak bisa fokus ke sana. Fokusnya masih pada Mikha, dan selalu saja begitu.
Berita tentang Mikha dan Talia sudah tersebar luas di penjuru sekolah sekarang. Kabar yang seolah membantah semua isu tentang Mikha dan Nika yang selama ini beredar. Kabar yang seolah menampik bahwa Mikha mendekati Talia hanya untuk menghilangkan gosipnya.
Mereka yang melihat Nika mungkin bertanya-tanya, tapi Deon segera mendapat jawabannya. Dia tahu rasanya. Mencintai seseorang yang tidak mencintainya. Itu menyakitkan. Deon menatap Nika yang sedang berjalan dari lantai dua. Dia bisa melihat jika gadis itu sedang kacau. Tidak seperti biasanya. Deon menghela napasnya lalu berjalan menuju lab. Komputer untuk menghampiri Nika.
Beberapa saat kemudian Nika tiba di lab. Komputer. Dia benar-benar kacau. Mata sayunya yang sembab itu menatap Deon yang sudah berdiri di depan lab. Komputer itu. Nika segera meletakkan tasnya dan mengambil buku untuk mengalihkan perhatian. Walau Deon akhirnya mendekatinya juga. Deon duduk di samping Nika di sebuah kursi panjang yang ada di depan lab. Komputer.
"Lo nangis semaleman?"
"Bukan urusan lo," jawab Nika dengan suara paraunya.
Deon menepuk bahu Nika. "Gua tahu rasanya, Nik."
Nika menatap nanar Deon. "Apa?"
"Rasanya denger orang yang lo suka ternyata suka sama orang lain, jadian malah," jawab Deon lalu tersenyum tipis. "Gua pernah ada di posisi lo."
Nika masih diam tak bergeming.
"Kalau lo masih belum puas nangis, lo boleh nangis, Nik," ucap Deon lalu menepuk bahunya. "Sini."
Nika masih diam menatap Deon, namun matanya yang mulai berair itu berbicara.
"Udah gak usah malu-malu," Deon merengkuh Nika dan menyandarkan kepala gadis itu di atas bahunya. "Nangis aja, sepuas lo."
Dan akhirnya air mata Nika jatuh lagi. Sesekali bahunya naik turun dalam tangis diamnya itu. Sementara tangan Deon menepuk-nepuk bahu Nika perlahan.
"Kalau lo suka sama orang yang gak pernah jadi milik lo, itu lebih susah move on-nya," ucap Deon. "Itu kata temen gua di sekolah lama gua dulu."
Mereka yang duduk di kursi panjang itu, sama-sama sedang merasakan sakit hati sekarang. Baik Nika maupun Deon, mereka berdua harus menyadari, bahwa orang yang selama ini berada di dalam hati mereka, tidak akan pernah bersamanya. Mata Deon beralih ke arah siswa yang berdiri di ujung tangga sekarang. Menatapnya geram sebelum akhirnya siswa itu meninggalkan mereka berdua lagi.
[.]
Mikha menatap kosong ke arah lapangan basket yang ada di bawah. Mengabaikan Talia yang bercerita panjang lebar di sampingnya tadi. Pikirannya campur aduk. Sosiologi dan pikiran yang entah kemana arahnya bercampur di otak Mikha. Dahinya berkerut tanda ia sedang berpikir keras. Kenapa hatinya merasa tidak enak, dan semua semakin mengganjal. Setiap melihat Nika entah mengapa dia merasa bersalah, walau dia tidak tahu dimana letak kesalahannya.
Pagi tadi, dia melihat Nika. Duduk di sebuah kursi panjang yang ada di depan lab. Komputer. Gadis itu menangis di bahu Deon. Membuat perasaan aneh itu kembali muncul dan menghantui pikirannya sampai sekarang. Mikha merasa bersalah melihat Nika menangis tetapi dia tidak suka jika gadis itu berada di sandaran laki-laki lain. Mikha tidak suka melihatnya walau harusnya dia tidak mempermasalahkan Nika mau bersandar di bahu siapa.
KAMU SEDANG MEMBACA
Tentang Mikha
Ficção Adolescente[COMPLETED] [BELUM DIREVISI] Mikha dan Nika. Tetangga sejak entah dari kapan. Awalnya semua baik-baik saja. Hingga suatu hari Mikha tiba-tiba saja berubah. Mikha menjadi dingin kepada Nika dan mulai membenci gadis itu. Sementara disisi lain, Nika mu...