Part 2
New York, 2013 –Ethan pov
"Aku ingin mengajakmu untuk melihat ruang gallery keluargaku, disini sangat berisik, mungkin kita membutuhkan ruangan yang sedikit lebih tenang dan . . pribadi" bisiknya padaku.
Aku sungguh tidak yakin jika pergi kesana baik untukku atau lebih buruk untukku. Aku mencoba membaca situasi bahwa gadis ini mencoba untuk lebih dekat padaku. dan dia tidak menyadari bahwa aku tidak meresponnya sama sekali. aku berdeham dan berpaling melihat ke sekitar kami.
Seperti si Bajingan yang berengsek.
"Tidak. Tidak perlu.. Kupikir disini lebih nyaman daripada di gallery"
Sialan!. Aku seperti perawan yang hendak diperkosa. Ada apa denganku?
"Oh. Begitukah?" dia tiba-tiba melepaskan cengkramannya di lenganku. Dan entah kenapa aku bisa bernapas lega karenanya.
"Ehm. . aku. . maafkan aku. Aku tidak bermaksud menyakiti adikmu" dan juga dirimu. Tidak bisakah dia melihat kepucatan diwajahku? Ini mungkin, sejenis 'Menjauh' dari seekor kucing yang paling tidak kau sukai.
Dan dia terus memberikan senyuman manis padaku. "Ya, aku bisa memaklumi. Sudah lama bukan adikku mengincarmu?".
Aku sedikit tersenyum, "Ya, adikmu baik. dia juga sebenarnya cantik. hanya saja. . ". Sialan! Apa sih yang ku bicarakan? Yang perlu kau lakukan hanya lari dari wanita ini, Ethan! Hanya lari!
"Tidak apa, semua pria juga berkata begitu" katanya terang-terangan.
Sialan! Aku tidak bisa menahan lebih lama lagi, Aku harus pergi dari sini sebelum dia. .
"Aku—".
"Bukankah kau anggota dari klub ayahku?". Oh. . sial.
"Ya".
Dia mendekat kearahku. aku terpaku. Bukannya aku tidak bisa mengatasi seorang gadis yang tertarik padaku. hanya saja. .
"Tidakkah kau ingin mendapatkan tokenku?" katanya sambil berbisik dihadapanku. Sialan. Jangan jadi pria pengecut, Ethan! Jangan jadi pria pengecut!
Aku mencoba menarik napas dalam-dalam. "Maaf, mungkin kau keliru tentang aku, tapi aku bukan pria yang pantas untukmu. Kau bisa cari pria lain" kataku.
Gadis itu awalnya melongo melihatku, lalu tiba-tiba aku mendengar suara tawa dari mulutnya. "ternyata benar".
Ternyata benar?
"Ternyata benar apa?" tanyaku.
Gadis itu terkikik geli, dan mendekatkan mulutnya padaku, dia membisikkan sesuatu, dan aku tercengang dengan apa yang dikatakannya.
"Bahwa kau . . . Gay".
***
Aku mencuci kasar wajahku didepan wastafel. Benar-benar sialan. Aku hanya ingin menghindar dari wanita itu , bukan karena dirinya. Melainkan ayahnya, si bandot tua itu. Apa dia pikir ayahnya akan menerimaku ? Jangan konyol. Jika saja aku tidak memalsukan identitasku, aku tidak akan mungkin berada disini.
Aku menyambar tissue yang menggantung di sisi kiriku dan menyeka wajahku hingga kering. Tiba-tiba saja aku teringat pada gadis itu. Bianca. Wanita itu juga sialan. Dia meninggalkanku sendirian dengan wanita itu. Awas saja jika wanita itu berani menampakan wajahnya dihadapanku.
Tadi siang aku melihatnya, di restaurant , waktu itu aku sedang menunggu klientku di toilet, dan aku secara tidak sengaja mendengar percakapan gadis itu dengan Billy. Si Billy , si Berengsek itu. Andai aku bisa mengatakan pada gadis itu bahwa kekasihnya itu sudah menaruh kartu undangan di meja kantorku kemarin pagi, apa wanita itu akan percaya? . Aku terus mendengar percakapan mereka, hingga Bianca berdiri dari kursinya. Aku tahu Billy berusaha menarik minuman Bianca kesisinya agar wanita itu tidak menyiramnya karena kulihat Bianca benar-benar sangat marah.
KAMU SEDANG MEMBACA
Run Away With MR.'SHELDON'
Romance"Bagaimana mungkin aku bisa mencintai dan mencurigai seseorang dalam waktu bersamaan?"- Bianca. Bianca benar-benar benci hari itu. Hari dimana dirinya di pecat dari tempat kerjanya dan putus dengan pacarnya yang selingkuh dengan sahabatnya. Kebusuk...