Ethan Pov.
"Ini burgermu. Kau tahu? Kau hebat!" pujinya yang terdengar mengerikan ditelingaku. "Aku senang kau menghajarnya dengan sekali pukulan hingga dia tidak bisa berdiri di panggung pernikahannya sendiri. " Dia mencoba menggodaku "Hoho Sepertinya kau ahli dalam hal ini. Aku harus membalas jasamu, jadi makanlah ini".
Aku mengambil burger yang dia berikan padaku, dan memakannya tanpa berbicara.
Gadis itu terkikik geli dan berusaha merampas kacamata ray-banku dari hidungku. "Apa kau bisa makan dengan kacamata di hidungmu? Lagipula tidak akan ada orang diatas sini" oceh-nya yang langsung kuabaikan.
Aku lebih memilih untuk memandang langit sore kota New York yang bersih dan segar sambil menikmati burgerku daripada mendengarkan dia yang berisik.
Tiba-tiba gadis itu menghela napas. "Aku sering kesini jika aku merasa sedih. Kau tahu? kau adalah orang pertama yang pernah kuajak kesini".
Aku berhenti melahap burgerku. Merasa tertegun mendengarnya. "Benarkah?".
"Ya,Aku sudah menetapkan atap kantor ini sebagai tempat untuk menampung kesedihanku sejak ayahku pergi meninggalkanku".
Aku menoleh untuk melihatnya bersedih. Dan entah kenapa aku mulai membenci itu.
"Kapan ayahmu pergi meninggalkanmu?".
"Sejak ibuku meninggal. Dan waktu itu aku masih berumur 5 tahun. Aku harus bertahan hidup bersama nenekku, karena ayahku pergi bekerja sebagai arsitek untuk menafkahiku. Tapi belum sampai lima tahun, nenek menyusul ibuku. Setelahnya , Aku memilih untuk tinggal diapartemen. Dan membuat ayahku tidak pernah kembali karena harus membayar angsuran lima belas ribu dollar setiap bulannya".
Aku sedikit tersentuh. Dan mulai berhenti memakan burgerku untuk mendengarnya lagi. Tapi gadis itu justru . .
"Hey, bukankah kita sama-sama memiliki masalah yang sulit diatasi?".
Alisku terangkat sebelah. "Apa maksudmu?".
Dia berdecak dan menarikku untuk berdiri diujung gedung berlantai tiga puluh itu. "Kita bisa meneriakkan masalah kita sama-sama, itu metode yang sering dilakukan orang-orang dikala mereka sedang kesulitan. Ayo ikuti aku". Oh ya ampun. . gadis ini moodnya cepat sekali berubah.
"HEY! YANG DISANA! AKU BARU SAJA MENGHADIRI ACARA PERNIKAHAN PACARKU DAN SAHABATKU SENDIRI. TIDAK TAHUKAH KALIAN BETAPA MARAHNYA AKU?".
Aku terkekeh. Dia menoleh kearahku dan menyuruhku untuk berteriak juga. aku tidak tahu apa yang harus kuteriakkan. Tapi aku tetap berteriak. "ITU BENAR! AKU SUDAH MENGHAJAR MANTAN PACARNYA DAN DIA SEPERTI ORANG GILA DISINI!".
Gadis itu tertawa. . dia mencoba berteriak lagi. "DIA SUDAH MEMBANTUKU! HEY! APA KAU TAHU? PRIA GAY INI BISA MENONJOK PRIA SIALAN ITU! HAHA!".
Aku sedikit terkejut mendengarnya. "Aku bukan—" dan tiba-tiba aku menahannya. Sialan. Ada apa denganku? Apa aku sudah lupa bahwa gadis ini mengira aku Gay?
"KALIAN LIHAT? PRIA GAY INI BURONAN! COBA TANGKAP DIA KALAU BERANI!" dia melanjutkan teriakannya sambil menunjuk kearahku. Dan aku hanya kembali duduk dan membiarkan gadis itu berteriak sesuka hatinya. Sementara aku? Aku hanya akan memakan burgerku dengan rakus sambil mendengar teriakannya.
***
Malamnya, kami kembali ke apartement. Perubahan situasi yang aneh terjadi saat mata kami melihat kasur besar yang terpampang besar dihadapan kami.
"Aku ingin kasurku kembali".
Aku berdecak. "Itu sudah menjadi barang rongsokan di tong sampah. Dan jangan coba-coba untuk menyuruhku tidur di sofa, aku bukan pria yang nyaman dengan itu".
KAMU SEDANG MEMBACA
Run Away With MR.'SHELDON'
Romance"Bagaimana mungkin aku bisa mencintai dan mencurigai seseorang dalam waktu bersamaan?"- Bianca. Bianca benar-benar benci hari itu. Hari dimana dirinya di pecat dari tempat kerjanya dan putus dengan pacarnya yang selingkuh dengan sahabatnya. Kebusuk...