Chapter 22

261 16 0
                                    

3 tahun kemudian

Hari ini tepatnya tanggal 21 Desember tahun 2016, Alenta dan Martin resmi menjadi Sarjana. Alenta dan Martin telah menyandang gelar Sarjana Seni.

Betapa senangnya mereka, semua terlihat jelas dari senyuman yang terpasang di wajah mereka.

Mereka berdua berpelukan dan terlihat sangat bahagia karena mereka berdua telah berhasil melewati setiap tahapan kehidupan yang sudah dijalani.

Alenta's POV
"Akhirnya, kita udah wisuda Tin." Ucapku.

"Iya, Al. Seneng banget deh karena kita udah lulus dan aku nggak sabar untuk jadi dj terkenal. Buahaahahaha..." Balas Martin.

"Iya deh, Tin. Semangat deh pokoknya." Sahutku.

"Kamu nanti bakalan ngelamar kerja kemana?" Ucap Martin lagi.

"Kayaknya aku mau kerja di Amsterdam aja deh, Tin. Biar nggak jauh-jauh amatlah dari sini." Balasku.

"Oh gitu ya. Al, kamu kan pinter banget tuh motret orang, gimana kalo kamu jadi tim manajemenku aja? Ya, biar kita bisa bareng-bareng lagi." Sahut Martin lagi dan pipinya mulai memerah seperti warna buah jambu.

"Ya ampun, Tin. Kan kita bisa chatting atau face time gitu kan? Jadi, tenang aja kita masih bisa berkomunikasi kok." Jawabku ragu.

"Iya juga sih, Al. Tapi yang aku takutin itu kalo kita udah sama-sama sibuk dan nggak ada waktu lagi buat komunikasi." Balas Martin sambil tertunduk agak lesu.

"Nggak deh, Tin. Percaya deh sama aku kalo kita pasti bisa saling komunikasi." Jawabku tegar sambil memegang pundak Martin.

Setelah acara wisuda selesai, Martin dan Alenta segera pulang ke rumah. Bukannya pulang ke rumah masing-masing, tapi Alenta mengajak Martin untuk makan siang bersama keluarganya dan Martin juga diperbolehkan untuk mengajak keluarganya juga.

Martin's POV
"Permisi, Tuan Robinson." Ucapku sambil melihat sosok laki-laki hampir setengah abad tengah duduk santai di teras rumahnya.

"Oh, halo Martin. Halo, Pak Garrix. Gimana kabar Anda? Saya sudah lama sekali tak bertemu Anda. Tentunya, Bu Garrix juga. Kalo Bu Garrix kesini, pasti istri saya langsung heboh sendiri." Sahutnya sambil menjabat tanganku dan kedua orang tuaku.

"Oh, Anda bisa saja Pak Robinson. Kalo para istri pasti selalu begitu." Jawab ayahku kepada Tuan Robinson.

"Mari, silahkan masuk." Balas Tuan Robinson kepada kami sekeluarga.

Setelah aku sekeluarga dipersilahkan masuk oleh Tuan Robinson dan langsung diarahkan ke ruang makan tiba-tiba saja ada sosok laki-laki muda muncul yang aku kira-kira sih umurnya nggak jauh beda sama aku dan Alenta.

"Halo, Om Robin." Ucapnya sambil berlari kecil dan mulai berpelukan dengan Tuan Robinson.

"Joan? Apa kabar kamu, Nak? Om kangen banget sama kamu. Kamu kok tumben banget main ke rumah ini?" Balas Tuan Robinson.

"Iya nih, Om. Joan baru punya cuti sekarang jadi ya, Joan main kesini deh. Alenta mana, Om?" Balasnya lagi.

Alenta? Kenapa dia nyebut-nyebut Alenta?

Alenta's POV
"Alenta?" Ucap seseorang dari arah wastafel dan mulai mendekat ke ruang makan.

Ketika ada yang memanggil namaku, aku langsung menoleh dan ternyata...

"Joan? Ini beneran Joan kan? Sahabat kecilku?" Balasku sambil tertawa.

"Iya, aku Joan. Masa kamu nggak percaya sih?" Balas Joan lagi.

"Aku kangen banget sama kamu, Jo." Ucapku sambil memeluk Joan.

"Aku juga kangen sama kamu. Cie, yang baru jadi sarjana. Selamat ya?" Ucap Joan.

"Iya, makasih ya Jo." Balasku.

"Ya udah yuk, kita makan di ruang makan. Aku juga mau ngenalin kamu ke sahabat kampusku. Ayo!" Ucapku sambil menggandeng lengannya.

Martin's POV
Dari jauh, Alenta tengah bersama dengan lelaki bernama Joan itu. Mereka berdua terlihat sangat akrab. Mereka berdua berjalan menuju ke ruang makan yang saat ini aku singgahi.

Aku memang melihat gerak-gerik si Joan itu dari tadi semenjak dia datang.
Kenapa mereka berdua sangat akrab ya? Ada apa dengan mereka?

"Martin, Tuan Garrix, dan Nyonya Garrix perkenalkan ini sahabat waktu saya kecil. Dia namanya Joan." Ucap Alenta.

Oh, sahabat. Untung deh, batinku.

"Oh ini nih sahabatnya Alenta. Cakep juga ya." Sahut ibuku.

Duh, ibu ini apaan sih?

"Hehehe.. Makasih tante." Sahut Joan.

"Oh iya, Jo. Ini sahabat kampusku yang tadi aku ceritakan itu." Ucap Alenta.

"Hai, namaku Joan." Ucap Joan sambil menjabat tanganku.

"Oh hai, namaku Martin." Sahutku.

"Sudah kan kenalannya? Mari kita makan untuk merayakan keberhasilan Alenta dan Martin karena sudah wisuda. Bersulang!" Ucap Tuan Robinson dengan semangat.

"Bersulang!" Sahut semua orang dengan semarak.

Ternyata, aku baru tahu kalo si Joan itu adalah sahabat Alenta. Ya, awalnya sih aku agak emosi karena kok ada laki-laki yang kenal sama Alenta dan mereka sangat akrab banget.
Setidaknya, lelaki itu adalah sahabat Alenta. Jika aku nanti sibuk dengan pekerjaanku, aku harap Joan bisa menemani Alenta seperti aku menemani Alenta selama 4 tahun ini.
Walaupun aku menemani Alenta hanya sebagai sahabat. Tapi suatu hari nanti, aku ingin yang lebih dari sahabat.
Semoga bisa terwujud, semoga.



Tinggal 3 chapter lagi nih. Cerita ini bakal kelar di chapter 25, so jangan lupa vote or comment ya, gengs. See ya! ✌🏽️
Note :
Baca ceritaku yang lain juga ya, judulnya seminggu di belanda dan bagi kalian yang suka sama teenfiction coba cek akun kharintaruli karena ceritanya keren-keren. Thanks. 🙏

Never Thinking (Martin Garrix & Hailee Steinfeld) (Completed)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang