Inilah saatnya. Final chapter. Chapter ini cocok banget sambil dengerin lagunya kak Rayen Pono judulnya Still Love You. Coba deh! 🤔
Setelah mereka memelukku, mereka semua pun meninggalkanku di ruang ICU ini. Hanya aku dan Alenta saja di ruangan ini.
Aku berjalan mendekat ke arah Alenta yang sedang terbaring di kasur dan mulai duduk di kursi tepat disampingnya Alenta.
Aku sungguh tidak tega melihatnya. Banyak selang infus yang dipasang di tubuh Alenta. Mulai dari infus yang masuk ke mulutnya dan infus yang menempel di tangan kirinya.
Aku memegang tangan kanan Alenta dan mengusapnya secara lembut. Tiba-tiba saja, air mataku langsung bertumpah ruah begitu saja.
Aku selalu mengucapkan kata "maaf" di setiapku memandangnya. Maaf karena tidak bisa menemaninya saat jatuh sakit hingga maaf karena tidak secepatnya untuk mengatakan cintaku padanya.
Aku sempat berfikir jika Alenta menolak cintaku nantinya jalinan persahabatan kami akan hilang begitu saja ternyata, Alenta juga memiliki rasa cinta yang sama padaku. Aku rasa sangat terlambat untuk mengatakan rasa cintaku padanya.
Aku mengingat setiap momen yang pernah aku lewati bersama Alenta. Hingga saat itulah, aku merasa tertidur dalam tangisan lalu gelap.
Tiba-tiba saja, aku merasa ada sentuhan tangan yang menyentuh kepalaku. Ketika aku beranjak bangun, Alenta sudah membuka matanya dan sambil tersenyum manis padaku.
"Al, kamu udah bangun? Sejak kapan?" Ucapku.
"Barusan aja, Tin. Aku kangen banget sama kamu. Kapan kamu pulang?" Balasnya agak letih.
"Baru hari ini, aku pulang. Kenapa kamu nggak ngasih tahu aku kalo kamu sakit parah kayak gini, Al?" Balasku.
"Aku nggak mau kamu kepikiran dan aku nggak mau ganggu pekerjaanmu, Tin. Udah. Itu aja kok." Jawabnya serius."Iya deh, nggak papa kalo gitu. Al, aku mau ngomong sesuatu boleh?" Sahutku.
"Iya, ngomong aja kali Tin." Balasnya.
"Alenta, aku sangat mencintaimu. Maukah kamu menjadi kekasihku?" Jawabku agak gugup.
"Tin, kamu nggak lagi bercanda kan?" Balasnya lagi.
"Aku nggak bercanda Alenta. Aku udah baca scrapbook milikmu dan dari situ aku yakin bahwa kamu mencintaiku. Sebenarnya, aku mulai mencintaimu sejak kita sering jalan bareng saat masih jadi mahasiswa tapi aku takut mengatakannya padamu. Aku takut jika kau menolakku." Jawabku.
"Martin, maafkan aku juga karena nggak pernah bilang kalo aku sangat mencintaimu. Malah, aku memiliki pemikiran yang hampir sama denganmu. Maaf." Balasnya lagi.
"Iya, nggak papa Al. Jadi, gimana?" Sahutku sambil tersenyum padanya.
"Ya, aku ingin sekali menjadi kekasihmu tetapi aku merasa bahwa aku tidak akan pernah bisa menjadi orang yang akan selalu mendampingimu kemanapun." Balasnya sambil menunjukkan wajah yang pucat pasi.
"Kenapa, Al? Kenapa kamu ngomong kayak gitu?" Jawabku lagi.
"Aduh, kenapa aku sesak kayak gini. Aduh, aku ngerasa nafasku nggak beraturan." Ucap Alenta dengan letih.
KAMU SEDANG MEMBACA
Never Thinking (Martin Garrix & Hailee Steinfeld) (Completed)
FanfictionKetika cinta datang lalu pergi secara tiba-tiba