“Lalu bagaimana setelah itu?” tanya Julia. Ia meminum perlahan mocacinno-nya. Mengamati sosok pria yang ada di depannya. Tenang.
Roby menatap Julia dalam-dalam. Tersenyum simpul. “Kau sudah melihatnya sekarang, seperti inilah aku.”
Julia berdecak kagum. Seolah-olah dia baru saja melihat perubahan besar dari diri Roby yang sebenarnya sudah lama terjadi. “Ia berhasil merubahmu.”
Roby tersenyum sayu, “dalam hal fisik?” Roby balik bertanya. Ia kembali meminum kopinya yang sudah tidak hangat.
Julia menatap seluruh tubuh Roby dari ujung kaki sampai ujung rambut. “Iya, sekarang kau berubah total,” ujar Karen sambil menggeleng-gelengkan kepalanya. Seolah dia sudah tahu tentang kondisi fisik Roby yang dahulu.
Roby nampak salah tingkah. Ia merasa aneh diperhatikan oleh Julia se-detail itu. Namun, ia mencoba bersikap biasa dan terkesan berlaga cool. “Menurutku ia telah merubah semuanya, bukan hanya fisikku, tapi juga pola pikirku.”
“Maksudmu?”
Senyuman Roby mengembang. “Ia berhasil merubah pemikiranku tentang olahraga, asmara, dan yang lainnya.”
Lagi-lagi perhatian Julia penuh kepada Roby. Ia sangat antusias dengan kelanjutan cerita dari Roby tentang Karen-nya itu. “Coba kau ceritakan lagi.”
Tatapan wajah Roby tak percaya, ia merasa kalau Julia sebenarnya tidak begitu antusias. Namun, keseriusannya membuatnya yakin. “Apa harus sekarang?”
Julia mengangguk.
“Aku ingin mendengarnya sekarang,” kata Julia sedikit memelas dan memegang tangan Roby.
Pukul 10.55 saat Roby melihat jam tangannya. “Biar aku ceritakan nanti di mobil,” ia beranjak berdiri. “sekarang kita ke rumah sakit.” Ujar Roby yang teringat sesuatu. Ia harus pergi ke rumah sakit untuk menemui seseorang.
Julia melemaskan tubuhnya. Pasrah. “Baiklah.”
Roby membayar makanan dan minuman yang telah ia pesan. Keluar kafe dan masuk ke dalam mobil.
“Pak, kita kembali, ya?” ujar Roby kepada supirnya yang dari tadi menatap Julia aneh, karena Julia terus saja menatap Roby dengan tatapan ‘aneh’. Roby cekikikan melihat tingkah Julia yang memang seperti itu adanya. Karena itulah ia menyukai gadis ini, gadis yang ditemuinya ketika sedang bermain bola.
Julia terkena bogem mentah dari sebuah bola yang melayang tepat ke arah wajahnya. Saat itu ia sedang bermain bola bersama teman-teman lamanya. Roby nampak kehilangan kendali saat kedua musuhnya menghadang, sehingga terpaksa ia menendang bola ke arah Julia yang waktu itu mengenakan pakaian yang sama seperti seragam timnya dan berada di samping lapangan. Roby kira itu adalah temannya yang sedang menantikan operan bola dari Roby dan ternyata salah. Julia yang awalnya menghadap belakang lapangan mendadak berbalik melihat ke arah lapangan saat para penonton yang berada di dekatnya berteriak. Refleks Julia yang aneh, justru membuat ia malah berbalik arah, seperti memberikan peluang kepada wajahnya agar terkena bola dan BRUUUK! Bola berhasil mencium wajah Julia yang hari itu memang –mungkin- sedang sial. Roby merasa bersalah kepada Julia. Melihat Julia yang terjatuh, Roby segera menghampirinya dan melihatnya. Benar-benar aneh terjadi, Julia yang harusnya merintih kesakitan malah tertawa (mungkin efek malu) dan berbalik minta maaf kepada Roby. Semenjak saat itulah Roby mulai dekat dengannya. Roby merasa Julia adalah gadis yang apa adanya, walaupun kadang ia merasa terganggu dengan prilaku berlebihan yang ditunjukan olehnya namun, Julia hadir dengan naturalnya, tanpa di buat-buat. Dan, dia tidak pernah merasa terbebani dengan sikapnya yang terkesan sedikit konyol. Itulah keanehan Julia yang justru membuat Roby terpikat.
“Baik tuan.”
Mobil di laju dengan kecepatan standar. Kota jakarta hari itu nampak berawan. Mungin beberapa jam lagi hujan akan turun.
Julia menggoyang-goyangkan tangan Roby. “Cepat ceritakan lagi,” paksa Julia, penasaran.
“Sabar, aku sedang mengetik SMS.”
“Ke siapa?” tanya Julia penasaran.
Roby menatap wajah Julia dengan tatapan kosong. Memejamkan mata beberapa detik dan mengenduskan nafas perlahan. “Ibunya Karen.”
Kerutaan di dahi Julia terlihat ketika ia mendengan nama itu. Karen. Walaupun Karen sudah tidak ada tetapi, sejujurnya Julia cemburu terhadap sosok Karen yang hingga saat ini –menurut pemikiran Julia- Roby masih belum bisa melupakannya. “Kau masih berhubungan dengan keluarganya?”
Angguk Roby perlahan. Setelah SMS berhasil di kirim, Roby memasukannya ke dalam saku celananya. Nampak, raut wajah Julia sedikit terlihat pucat. Bukan pucat karena sakit tetapi lebih kepada rasa takut. Julia tipikal gadis yang tidak bisa membohongi perasaannya. “Aku menganggap ibunya adalah ibuku juga, ia tidak memiliki anak selain Karen,” Roby merasa tidak begitu berani melihat tatapan mata Julia, lantas ia berbalik menatap langit yang sepertinya menyimpan sejuta kenangan. “semenjak Karen tiada, akulah yang selalu ada di sampingnya,” sesekali Roby menatap Julia, “kau cemburu?”
“Tidak.” Julia berpaling arah, menatap pemandangan di luar kaca mobil. Cemburu.
Kembali Roby menatap Julia, memegang jari jemarinya yang lentik, lantas mengecupnya. Lembut. “Wajar saja kau cemburu, itu adalah hakmu, tapi ini juga merupakan sebuah kewajibanku sekarang, aku sudah berjanji kepada Karen.”
Julia kembali menatap Roby. Kali ini tatapannya sederhana, tanpa ekspresi. “Kau menjanjikan apa?”
Senyum Roby sedikit mengembang. Ia mengelus jari Julia lembut. Memegang dengan tangannya yang lain. “Biar aku lanjutkan ceritaku.”

KAMU SEDANG MEMBACA
Model Berkisah
RomanceKetika kesetiaan dengan cita-cita saling berbenturan. Ketika cinta dan godaan saling berpandangan. Ketika pilihan harus di tetapkan. Ketika harus menerima kenyataan. Ketika keterpurukan melumpuhkan semangat hidup. Hanya kau yang mampu menjalaninya...