Hari demi hari terlewati, tidak terasa pernikahan ini sudah berjalan selama satu bulan lamanya.
Pagi ini, terlihat Irene yang tengah sibuk untuk menyiapkan sarapan pagi. Akhir-akhir ini, Mino terlihat sangat lelah akan pekerjaannya. Jujur saja, terkadang Irene merasa sangat tidak tega melihat Mino terlalu lelah dengan pekerjaannya.
Beberapa saat kemudian, Irene sudah siap menghidangkan sarapan pagi dengan menu yang simple. Irene pun berjalan menuju kamar untuk memanggil Mino yang masih tertidur pulas.
Sesampainya dikamar, Irene langsung berjalan menghampiri Mino. Terlihat Mino yang masih tertidur dengan nyenyak. Irene menepuk pelan pipi Mino agar terbangun, namun tak berhasil.
"Mino-ah, ireona!!" Teriak Irene tepat di telinga Mino, yang langsung membuat Mino terbangun.
"Aish, tak bisakah kau membangunkan ku secara lembut" balas Mino dengan suara seraknya.
"Aku tau ini adalah weekend, tapi aku juga ingin kau sarapan pagi tepat waktu. Ini juga demi kesehatanmu" jelas Irene dengan pout-an bibirnya kesal.
"Aigoo, berhentilah menampakkan wajah yang mengerikan itu dihadapanku. Baiklah, aku akan turun kau tunggu saja dimeja makan,"
Sekon kedua, Mino menyusul Irene dimeja makan. Irene terlihat menunggu Mino disana.
"Wah, kau masak cream sup" seru Mino yang terlihat sangat senang.
"Memangnya kenapa?aku kan sering sekali memasak ini,"
"Tidak, hanya saja aku sangat ingin memakannya hari ini,"
Kedua suami-istri itu pun menyantap sarapan pagi bersam-sama. Sesekali, Mino melirik ke arah Irene. Bukan main, Irene terlihat sangat lucu saat memakan sup itu. Mulutnya yang full akibat memakan sup membuat pipinya menggembung sepeti panda.
"Aish, makanlah dengan pelan," tegur Mino.
- - -
Hari ini cuaca memang sangat bagus. Irene berencana untuk pergi keluar, berjalan-jalan menikmati keramaian kota Seoul.
"Mino-ah, aku akan keluar" ucap Irene sambil meraih mantel yang terletak di atas kursi. Mino menatap ke arah Irene, tatapan yang bermaksud agar Irene tidak pergi.
"Kajima, tetaplah dirumah" rintih Mino dengan suara yang terdengar tidak sehat. Langkah Irene pun terhenti.
"Kau sakit?" Tanya Irene namun tak ada respon dari Mino.
Irene pun berjalan menghampiri Mino yang terbaring lemah di kasur. Ya, bisa dibilang wajah Mino sekarang terlihat pucat, entah apa yang terjadi.
"Huft, seharusnya kau tidak bekerja terlalu keras. Kalau kau merasa lelah saat bekerja istirahat walau sebentar" jelas Irene panjang lebar. Irene memegang dahi Mino mencoba mencek suhu tubuhnya.
"Irene-ah, aku merasa kepalaku sangatlah pusing dan juga badanku sakit" rintih Mino. Irene manarik nafas panjang, ia melepaskan kembali mantelnya lalu berjalan menuju dapur untuk mengambil obat.
"Ah yang benar saja, dia selalu saja menyulitkan ku. Tapi aku juga tidak tega melihatnya seperti ini" gumam Irene.
Setelah mengambil beberapa obat, Irene langsung berlari menuju kamar. Setibanya dikamar, Irene melihat Mino yang terlihat sangat lemas dan tidak berdaya.
"Aku akan buatkan bubur untukmu" ucap Irene seraya menyelimuti Mino.
Irene pun kembali ke dapur untuk membuatkan bubur.
- - -
Irene kembali ke kamar dengan membawa nampan yang berisikan bubur dan juga segelas susu.
Sesampainya dikamar, Irene langsung menaruh nampan itu diatas meja, lalu membangunkan Mino yang tertidur.
"Mino, bangunlah" panggil Irene membangunkan Mino.
"Eugh...aku tidak lapar" balas Mino.
"Semua orang yang sedang sakit pasti merasakan tidak lapar, bangunlah,"
Mino pun mulai membangunkan badannya,
Mino menatap tajam ke arah Irene, seolah-olah Mino menyuruh Irene untuk menyuapi dirinya. Jujur saja, Irene paham maksud dari Mino.
"Arasseo arasseo, akan ku lakukan,"
Sekon kedua, Irene sudah selesai menyuapi Mino, bubur yang ada dimangkuk sudah hampir habis dimakan oleh Mino walau hanya tersisa tiga sendok lagi.
"Irene, berbaringlah disampingku" lirih Mino seraya menepuk kasur disampingnya.
Irene tercengang heran. Entah kenapa, hari ini Mino tidak memarahinya. Dengan tubuh yang letih, Irene membaringkan badannya disamping Mino.
"Aigoo..." seru Mino yang mengubah arah tidurnya menjadi menghadap Irene.
Kini mereka berdua saling berhadapan satu sama lain, jarak antara keduanya pun juga sangat dekat, membuat jantung Irene berdegup kencang.
"Mino...kau harus istirahat" suruh Irene.
Mino tidak memberikan respon apapun dari pernyataan Irene, lalu tiba-tiba saja tangan kanan Mino menarik tubuh Irene. Mino memeluk Irene, mendekapnya dikedua tangannya.
"Y-ya...waegeurae?" Tanya Irene bingung.
"Aku hanya ingin memeluk istriku saja" balas Mino sambil tersenyum tipis.
- - -
Matahari sudah mulai bersinar terang, Mino dan Irene masih saja tertidur lelap di atas kasur dengan posisi Mino memeluk tubuh Irene.
Begitu juga dengan Irene, yang terlihat sangat amat lelap kerena tertidur di pelukkan sang suaminya.
"Eughh...." Irene mulai membuka matanya sedikit demi sedikit, namun ia terkejut karena yang terlihat dihadapannya sekarang adalah dada bidang Mino.
"Y-ya, ireona..." lirih Irene mencoba untuk melepaskan diri dari pelukan Mino.
"Mino-ah, aku tau kau sudah bangun. Cepatlah lepaskan aku, aku ingin memasak sarapan" celoteh Irene namun Mino merespon.
"Sebentar saja, biarkan seperti ini" balas Mino mengeratkan pelukannya.
Selang beberapa menit, Mino membuka matanya, menatap ke arah Irene. Yang benar saja, raut wajah Irene sangatlah menggemaskan.
"Aigoo, ada apa dengan mulutmu" ucap Mino seraya terkekeh kecil. Irene tetap diam dengan pout-an bibirnya yang mungil.
"Arasseo, aku akan melepaskanmu" lanjut Mino sambil melepaskan pelukannya.
Annyeonghaseyo^^
Maaf atas keterlembatan updatenya. Berhubungan tugas banyak ya jadi mohon pengertiannya hehe~Jangan lupa voment ya^^