Hari berganti hari, tidak terasa pernikahan Mino dan Irene sudah berjalan dua tahun lamanya. Namun kehidupan pernikahan kedua pasangan itu tidak berubah sama sekali.
Irene terlihat sangat sibuk hari ini. Cuti yang diambil Mino sangatlah lama, sekitar dua minggu. Ya, Mino mengambil cuti dikarenakan ada urusan pekerjaan yang mengharuskan ia untuk pergi ke luar negeri tepatnya London.
"Irene-ah, bisakah kau mengemaskan barang-barangku?" Suruh Mino.
Irene berjalan malas menghampiri Mino dilantai dua.
"Aigoo, aku jua ingin ikut. Tak bisakah kau mengajakku?" Pinta Irene yang terdengar sangat memelas.
Mino terdiam sejenak, jujur saja ia ingin mengajak Irene namun apakah orang tua Irene akan mengijinkan putri tunggalnya itu?
"Entahlah, lebih baik kalau kau ingin ikut, kau harus ijin kepada orang tuamu" jelas Mino.
"Ah jinjja, aku bukan anak kecil!kenapa aku harus minta ijin kepada orangtuaku?!" Teriak Irene kesal.
"Ya!kenapa kau seperti ini!" Balas Mino dengan bentakan yang membuat Irene terkejut.
"Coba lihat, kau sudah berani membentakku" lirih Irene yang disusul dengan tangisan.
Yang benar saja, hanya dengan hal sepele seperti ini mereka bertengkar. Bahkan Mino membentak Irene.
Irene berlari ke lantai dasar, lalu berjalan menuju taman dibelakang rumah. Ia menangis di dekat kolam renang seharian. Sambil memeluk kedua lututnya, Irene benar-benar sangat kesal.
"Kenapa kau jadi menangis seperti ini, cih aku tidak membutuhkannya" gumam Irene yang kemudian beranjak dari kolam renang.
- - -
Mino berjalan menyusuri seluruh ruangan yang ada dirumah. Ia bermaksud untuk mencari keberadaan Irene sang istri.
"Ah seharusnya aku tidak membentaknya" gumam Mino sambil berjalan ke arah taman.
Tiba-tiba saja, langkah Mino terhalang oleh Irene yang ingin keluar dari taman.
"Kenapa kau kesini, pergilah. Kau tidak memperdulikanku" ketus Irene seraya mengusap air matanya.
Mino tersenyum, "aigoo, mianhae. Baiklah aku akan mengajakmu, maafkan aku karena sudah membentakmu" ucap Mino sambil mengelus rambut Irene lembut.
Seketika, Irene memeluk tubuh Mino. Ia menumpahkan tangisan dipelukan Mino.
"Ey, kenapa kau menangis. Uljima" ucap Mino.
- - -
Ya, besok Mino dan juga Irene akan berangkat ke London. Awalnya ingin urusan pekerjaan saja, tapi orangtua mereka mengijinkan untuk pergi berlama-lama di London.
"Mino-ah, aku rasa kita harus membeli makanan ringan terlebih dahulu" ucap Irene.
"Kita bisa membelinya di airport,"
Irene menarik nafas panjang, terlukis sedikit kekesalan diwajahnya karna Mino bersikap sangat dingin kepadanya hari ini. Entah apa yang membuat mood Mino menjadui kacau seperti ini. Dengan hati-hati, Irene melangkah mendekat ke Mino yang sedang sibuk dengan laptopnya.
"Ya...kau kenapa?apa ada masalah?" tanya Irene penasaran. Namun Mino tidak merespon pertanyaan Irene, ia malah sibuk memperhatikan laptopnya. Hal ini membuat Irene semakin kesal, selalu saja Irene yang menjadi pelampiasan.
Irene beranjak pergi meninggalkan Mino dengan hati yang kesal. Akhir-akhir ini, Mino sering sekali membuat Irene kesal, entah itu karena hal kecil maupun besar, tetap saja Irene tidak suka kalau dirinya diperlakukan seperti ini.
Dua jam sudah berlalu, Irene terlihat sangat bosan menonton tv selain itu juga Mino belum juga beranjak dari pekerjaannya.
Irene pun memutuskan untuk keluar berjalan-jalan sendirian. Ia ingin melihat reaksi Mino saat Irene menghilang begitu saja. Ini terdengar sangat konyol dan kekanak-kanakan, namun bagi Irene hal ini harus ia lakukan.
Dengan mengenakan jaket tebalnya, Irene keluar dari rumah tanpa sepengetahuan Mino suaminya.
Ya, suasana begitu sangat aneh. Biasanya Mino menguntit Irene dibelakang saat Irene berjalan sendirian. Namun hari ini, Mino tidak bersamanya.
- - -
Mino menarik nafas panjang, ia menatap ke arah jam yang sudah menunjukkan tepat pukul empat sore. Mino terlihat sangat kelelahan, karena pekerjaan yang harus ia selesaikan.
Mino beranjak dari tempat ia bekerja, lalu turun kelantai dasar bermaksud untuk mengambil minum. Tapi saat ia melewati ruang tv, ia tidak melihat Irene disana. Mino pun berlari ke taman belakang rumah, mencari ke seluruh rumah namun Irene tidak ada dimana-mana.
Terlihat diwajah Mino, ia menyesal telah mengacuhkan Irene. Mino pun berlari kekamar, mengganti pakaiannya lalu meraih kunci mobil.
Mino mulai menyalakan mobil, lalu beranjak pergi untuk mencari Irene.
Setiap jalan yang ia lewati, setiap orang yang lewat pun ia tatap dengan fokus. Mino benar-benar sangat kehilangan sekarang.Mino memutuskan untuk turun dari mobil, lalu berjalan menuju bangku taman yang ada dipinggiran jalan. Tiba-tiba saja, pandangan Mino tertuju pada seorang wanita yang sedang duduk melamun. Bukan main, itu adalah Irene.
Sesegera mungkin, Mino berlari ke arah Irene.
"Aku tidak tau kenapa Mino seperti itu padaku," ucap Irene kepada dirinya sendiri. Mino yang mendengar Irene mengoceh sendiri itupun berusaha untuk menahan lucunya sikap Irene.
"Eoh, mianhae" balas Mino, membuat Irene terkejut.
"Mwoya!aku pasti berkhayal lagi. Hey kau khayalan, pergilah jangan mengganggu lagi!" Seru Irene yang mengira bahwa Mino itu adalah khayalan semata.
"Aigoo~paboya, bagaimana bisa kau mengatakan bahwa aku ini adalah khayalan" ucap Mino seraya mencubit kedua pipi Irene. Irene terdiam bingung.
"Eh?!kapan kau kesini?!" Seru Irene.
Mino tersenyum hangat. Mino menarik tangan Irene, lalu menenggelamkannya ke dalam pelukan hangat. Entah kenapa, perasaan yang dirasakan Mino sekarang telah berubah.
Waktu pertama kali mereka dijodohkan, Mino hanya menganggap Irene adalah sebagai simbol dari pertemanan appa-nya, namun seiring waktu berlalu Mino mulai merasakan perasaan yang berbeda.
Wahh, makasihhhh 1k readers TT terharu authorrr, padahal udh mau nyerah aja sma ff nya eh malah bnyak yg baca yaudahlah lanjutin aja hehe
Jangan lupa coment dan vote ya^^