Chapter 1: Angga Dwipangga

2.3K 71 3
                                    

Suara tangisnya mengganggu indra pendengaran ku, rasanya sakit mendengarnya menangis setelah sekian lama tidak mendengarnya, bahkan aku berjanji untuk tidak membuatnya menangis lagi, lalu mengapa ia menangis? Suara tangisan itu menyiksa lahir dan batinku, aku tidak bisa tahan mendengarnya aku ingin menenangkannya namun, apa daya. Aku tahu ia mencoba tegar seperti sebelum-sebelumnya dan kenapa kali ini ia harus luruh? Sial aku tidak ingin mendengar ibuku menangis lagi!

"Ibu, aku minta maaf telah mengganggu. Apa yang sudah terjadi biarlah terjadi, aku bersedia" Aku menatapnya, hanya dengan senyuman simpul aku bisa mengelabuhi nya. Aku mencoba menenangkannya berkali-kali, ini terjadi karena ulah Riana yang meninggalkan pesta pernikahannya begitu saja."Rena! Bagaimana kamu bisa setenang itu! Kenapa kamu rela Rena? Oh astaga" Tangisannya kembali pecah, sial aku gagal. Riana adalah adikku yang paling kecil, ia memang dijodohkan dengan seorang pria karena kehidupannya yang bisa dikatakan liar. Aku kira ia akan bersedia karena pria yang ia nikahi adalah seorang pria tampan dengan uang yang mengelintir, mungkin ia pernah mandi dengan uang seperti layaknya orang-orang kaya yang biasanya aku lihat di TV. Suaranya kembali mengucapkan kata-kata yang tidak ingin aku dengar lagi, hatiku sakit jika mengingat kejadian sebelumnya. "Rena, apa ibu pernah mendidik kalian untuk melepas tanggung jawab? Jika iya, apa ibu pernah mengajarkan melepas tanggung jawab dengan meninggalkan sebuah notes kecil? Apa iya Rena? Apa ibu sudah gagal mendidik kalian? Atau ibu sudah gagal menjadi seorang ibu" Aku terdiam, nafasku tercekat aku tidak bisa berkata apapun lagi, Riana meninggalkan secarik kertas dengan tulisan "Kak Rena gantikan aku sebagai istrinya" awalnya aku menolak menggantikannya namun, aku tak tega melihat mata ayah yang begitu terpukul begitu pula dengan kedua mertuaku, beda dengan sang pria ia begitu senang saat mengetahui mempelai wanitanya menlarikan diri.

"Apa kau bersedia menggantikannya? Sampai ayah menemukan adikmu?" Aku menatap mata ayah yang sudah sendu ingin mengeluarkan tangisnya, ayah yang aku kenal adalah pria yang begitu tegar bahkan ayah tidak pernah serapuh ini. Ayah adalah malaikat untukku, ayah adalah pria yang benar-benar aku cintai untuk pertama dan terakhir, ayah kau menyuruhku untuk menggantikan adikku yang pengecut itu? Jika ini bukan karena kalian mungkin aku tidak sudi. "Hanya sampai Riana kembali?" Aku meragukan kata-kata itu, aku sudah memikirkan skenario terburuk untuk kehidupan pernikahan ku jika sudah menikah dengan pria licik itu, jika ia menggambil kehormatan ku lalu membuangku setelah Riana kembali, aku akan jadi apa? Sampah terbengkalai? Oh tidak! Bagiku pernikahan sekali seumur hidup, bukan permainan yang bisa dilepas begitu saja. "Iya" Ayah mengangguk lemah, namun aku menolak "Pernikahan tidak seperti sebuah game yang dimana kita bisa log in lalu log out" Aku terdiam menutup kedua mulutku, sial aku salah ucap. "Kalau begitu selamanya saja bagaimana?" Ibunya menatapku memohon, oh aku benci permainan dengan perasaan. Aku tidak ingin menikah seperti ini, aku sedang dalam masa-masa karir meningkat, aku sedang berada dalam fase mencari pria sendiri dan sekarang aku harus menikahi pria yang seharusnya ditakdirkan untuk Riana? Tuhan, apa ini jalan yang kau berikan untukku?

Aku melangkah menuju ruang rias, aku tidak siap untuk semua ini namun suasana memaksaku untuk menyetujui keinginan mereka walau aku yakin pria itu sedang kesal setengah mati karena pernikahannya berlanjut menjadi kenyataan. "Kak, yang sabar ya" Periasku tersenyum pilu menatapku, aku membalasnya dengan senyuman, semua tahu perihal pengantin yang kabur dan kemudian digantikan pengantin tersebut dengan kakaknya. "Udah siap?" Aku menggunakan gaun putih yang tidak sesuai dengan seleraku, aku hanya merapalkan satu mantra bahwa ini semua akan selesai dalam beberapa jam saja.

Ijab Qobul telah selesai di ucapkan, aku hanya tinggal melangkah lalu duduk bersamanya kemudian mengikuti adat yang telah direncanakan. Tangannya dingin saat aku menyentuhnya, matanya tajam menusuk, serta ekspresinya datar seolah ia tidak ingin Riana digantikan dengan Rena. Aku mengambil tangannya untuk menciumnya, aku sebenarnya tidak berani melakukan itu karena sebelumnya aku tidak pernah mencium tangan seseorang. Sebelum aku mengambil tangannya ia berbisik "Jangan dicium" Aku menatapnya terkejut, dia bisa berbicara rupanya. Sebagai balasan karena ia telah berhasil membuktikan bahwa ia bisa berbicara tidak seperti limbad aku hanya berpura-pura seolah mencium tangannya, dan kemudian aku mengibaskan tangan ku sendiri seolah tangannya adalah hama. Sama halnya dengan dia, ia menggambil tisu basah agar membunuh kuman yang berasal dari bibirku.

Resepsi selesai sekitar jam 10 malam, kaki ku pegal bukan main beserta dengan bibirku dan telingaku yang terpaksa harus tersenyum saat semua orang menyindir aku tidak cocok bersanding dengannya. Aku kembali menuju kamar sembari membersihkan makeup yang tersisa, mataku berair saat membaca tulisan itu lagi. Riana meninggalkannya di atas meja rias dan sialnya mengapa pula harus aku yang menemukannya, mengapa tidak orang lain saja yang sekiranya pantas menggantikan pria aneh itu. Notifikasi di handphone ku mulai brutal, aku yakin sahabatku dan teman kerjaku menyerbuku dengan ribuan pertanyaan. Aku salah. Hanya ada 1000 telefon dari seorang pria yang selama ini menjadi teman kerjaku, dan satu pesan masuk. "Captain, lo dimana?" Aku menggambil tisu tak sadar jika air mataku lolos begitu saja, aku seorang pilot yang akan berhenti karena menikah. Mungkin?

Suara pintu diketuk pelan, aku segera menghapus beberapa tetes air mata dan segera membukakan pintu. "Ada apa Ibu?" Ibu menatpku kaget, aku sudah menghapus make up dan akan berseragam lengkap. "Ini kamu baru nikah loh, masa udah mau pergi tugas aja?" aku menghembus nafas pelan, seharusnya aku berada di bandara dua jam yang lalu agar bisa mengambil penerbangan menuju Amsterdam, dan sekarang aku harus mengambil penerbangan menuju Lombok karena keteledoran ku. "Bu, Rena seharusnya gak disini, Rena seharusnya gak jadi pengganti Riana, dan seharusnya Rena ada di atas pesawat menuju Amsterdam sekarang Bu! Bukan disini gantiin Riana, dan Rena merasa harus tanggung jawab udah bikin delay banyak orang" Ibu menatpku kaget, ia tidak menyangka dengan perubahan sikap yang aku lakukan. "Bilang suami kamu dulu Rena" mendengar ibu menyebutnya suami membuatku muak! "Gausah, Rena udah telat" Aku berlari menuju toilet dan segera membawa koper yang sudah aku siapkan kemudian berlari menuju taksi yang sudah ku pesan sebelumnya.

"Mau kemana?" Sial aku tertahan sebelum kaki ku menaiki taksi. "Apa itu urusan mu?" Aku balas menatapnya, jarak ke bandara memerlukan waktu dua jam sedangkan penerbangan yang aku ambil akan delay lagi jika aku berlama-lama berada di tempat ini. "Jika kau mati, jasad mu bisa dikubur" Aku menatapnya kesal, begitu kah permainan seorang Angga terhadap diriku? Aku merasa terlecehkan dengan ucapannya. "Maaf, tapi penerbangan saya memerlukan seorang pilot" Tanganku menarik tangannya yang menghalangi usahaku untuk masuk kedalam mobil, "Baik Nyonya Dwipangga" Ia tersenyum seolah kemenangan berada di tangannya, dan nyatanya memang kemenangan berada di tangannya.

"Capt, Kau telat lagi! Lisensi penerbangan mu diberhentikan selama setahun ini, maaf tapi ini perintah dari pusat" Aku melongo menatap pesan dari anak buahku, sial aku tahu jelas ini perbuatan siapa selain perbuatan Angga Dwipangga. Orang yang paling dihormati dikalangan para petinggi dengan segudang kecerdikan yang ia punya dan ia mengikat ku dalam pernikahan. Akan kubunuh kau!

Maaf Jika Typo Dimana-mana :)

~~~

Akan kupastikan kau mati ditangan seorang Sirena Lenara, Tuan Dwipangga terhormat
~~~ Sirena Lenara~~~

Cold Jerk Husband [Completed]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang