Chapter 6: Dead Or Alive

891 44 1
                                    

Hitam, mungkin hanya itu yang bisa aku rasakan sekarang. Mataku enggan membuka dengan semua masalah yang ada, aku lelah menjalani hidup jika terus disiksa seperti ini. Rasanya batas kehidupan yang aku miliki hanya sepersekian detik, aku ingin mati namun aku masih ingin hidup membahagiakan orang yang belum sempat aku bahagiakan.

"Hai, aku datang lagi. Maaf tidak sempat membantu setelah semua yang terjadi jika kau bangun dan ingin mengajukan surat cerai aku dukung. Bangunlah kami menunggu" Suara itu masuk ke dalam pendengaran ku namun, badanku tidak dapat merespon bahkan mataku tidak dapat terbuka rasanya berat sekali.

Aku bisa mendengar semuanya tapi mataku enggan terbuka bahkan seluruh tubuhku menolak untuk digerakkan. Aku bisa mendengar orang berbicara, alat-alat medis, bahkan aku bisa merasakan jika ada yang menyentuh tangan ku. Dari sekian banyak orang yang berkata menunggu aku bangun hanya satu orang yang datang sepertinya tengah malam karena rasa kantukku datang, ia tak berbincang denganku yang bisa aku dengar ia hanya menarik kursi di samping tempat tidurku kemudian menunangkan air setelahnya ia mengecup keningku.

Satu kata yang aku ingat sebelum aku bisa merasakan jariku yang bisa ku gerakan adalah "Maaf" aku bisa langsung mengenali suara itu dan rasanya tubuhku bereaksi terhadap suaranya. Tanganku mencoba menggapai tangannya, aku mencoba sekuat tenaga untuk membuka mata atau setidaknya jari-jariku bergerak menunjukkan tanda-tanda kehidupan. Ia langsung menghubungi perawat dan hari itu aku tahu siapa yang membuatku bangun, Radyana ia datang atas perintah tuannya untuk menyampaikan kata maaf. Radyana, meminta maaf karena mengecup keningku karena ia merasa aku bagaikan anaknya sendiri, padahal aku merasa cukup yakin bahwa itu Angga. Radyana bilang bahwa Angga memang merekam suaranya dan memerintahkannya untuk memperdengarkannya kepadaku.

Air mataku terjatuh tanpa izin, mataku memerah mendengar penjelasan Radyana. Aku masih terlalu berharap pada Angga agar sekiranya ia berbaik hati untuk melihat kondisiku nyatanya ia masih terlalu sibuk dengan dunia nya sendiri. Aku memaksa dokter untuk pulang dihari yang sama dengan hari dimana aku terbangun dan tentu saja tidak diperbolehkan, Radyana setia menunggu agar aku tidak kabur dan Axel membantu Angga selagi Radyana berada di rumah sakit.

Alex sempat beberapa kali mengunjungi ku bersama ayah dan ibunya, ia bilang aku sudah hampir setengah tahun berada di rumah sakit. Bagiku aku hanya tertidur selama dua minggu namun, aju tertidur selama 5 bulan dan baru bangun di bulan ke 6, dokter sempat menyerah untuk mempertahankan nyawaku karena menurut dokter tusukan yang Angga berikan terlalu dalam sehingga melukai organ vital. Axel beberapa kali datang ketika Radyana harus kembali bertugas, menurutnya Angga sudah seperti orang gila yang kehilangan segalanya, bahkan pekerjaannya terbengkalai tubuhnya tetap terawat tetapi ia menjadi orang yang tidak lagi mengenal mana lawan mana kawan. Angga terpuruk karena kehilangan.

Setelah sebulan aku mengikuti terapi yang diberikan dokter, aku kembali berjalan dan berbicara dengan lancar. Alex dan Axel memutuskan untuk tinggal bersamaku jaga-jaga jika Angga berbuat aneh lagi. Angga setuju karena menurutnya ia membutuhkan sedikit bantuan untuk membatalkan beberapa kerja sama dengan perusahaan yang menurutnya tidak menguntungkan. Pertama kali ketika aku menginjakkan kaki Angga langsung menatapku dengan tatapan yang sulit di artikan, terlihat sekali rumah tidak terawat semua orang yang bekerja padanya ia pindah tugaskan kecuali Radyana. Jujur baru ini pertama kali aku melihat Angga rapuh, ia memelukku dan mengatakan kata maaf setelahnya ia membantu menuntunku menuju kamarnya.

"Sebagai tanda maaf, Anda bebas melakukan apapun pada saya dengan syarat hanya untuk hari ini saja" Aku tertawa mendengarnya, ia seperti anak kecil saja jika sudah seperi ini. Suaranya masih kaku jika mengucapkan kalimat terlalu panjang, bahkan ia masih enggan menatapku. "Sini" aku merentangkan tanganku meminta dipeluk kembali, gerakannya menunjukkan keraguan bahkan ia sedikit berfikir sebelum akhirnya setuju memelukku. "Aku yang harusnya minta maaf, sudah diperingatkan tapi malah dilanggar, kau tak salah tapi jangan gunakan Saya dan Anda seolah aku adalah klien mu saja, gunakan Aku dan Kamu agar terasa lebih dekat, bagaimana?" Ia memundurkan kepalanya menatapku heran, mungkin kata panggilan Aku Kamu masih asing ditelinganya.

"Baik" ia pergi setelahnya dan menyuruhku untuk istirahat, sebenarnya aku ingin keliling setidaknya bertemu Alex untuk berbincang hangat ditemani segelas teh. "Ini Jam 11 malam!" Suara Angga cukup kencang menganggu tidurku, aku memutuskan untuk keluar melihat apa yang terjadi dari balkon, jika aku menuruni tangga kakiku belum siap. "Apa?" Alex mencoba mencoba mengambil kerah baju Angga namun, tangannya di tahan terlebih dahulu. "Pulang" Angga dan suara seramnya sudah keluar, artinya sebentar lagi ia bisa mengamuk seperti yang sudah-sudah. "Anda mengusir kami? Bukannya Anda setuju membiarkan kami tinggal disini? APA KAU BERNIAT MEMBUNUHNYA LAGI!?" Alex berteriak cukup kencang hingga tangan yang sedari tadi di cengkram oleh Angga terhempas begitu saja, "Jangan membantah" Alex menatapku yang sedang mengintip dari arah balkon kemudian ia tersenyum dan berteriak "Istirahat, besok Kakak harus melawannya" Angga menatap ke arah balkon menemukan ku yang sedang tersenyum tidak bersalah, ia menarik tangan Alex agar segera pulang bersama Axel yang sudah tidak tahan berada di rumah ini. "Selamat Tinggal" Angga membanting pintu mobil setelah mengucapkan kata-kata sakralnya, Axel memang tidak suka keributan ia lebih memilih menjalankan mobilnya agar Alex tidak berdebat lagi dengan Angga.

Kepalaku pusing, kakiku membawaku menuju kamar setelah melihat semua kejadian itu, rasanya tidur sudah terlalu lama dan aku tidak mungkin tidur lagi dalan kondisi pusing. Angga memasuki kamar, sepertinya ia tidak menyadari kehdarian ku, ia membuka bajunya dan langsung naik ke atas tempat tidur, aku baru tahu ia lebih suka tidur telanjang dada dan hanya menggunakan celana pendek. Tanganku tidak bisa menahan hasratnya ingin menyentuh dada bidangnya, ia menyadari adanya pergerakan di sampingnya dan langsung menyalakan lampu tidur. "Kemarilah" ia tahu aku tidak bisa tidur dan perlu dipeluk, dada bidanya terasa hangat bahkan tak perlu terlalu lama menunggu kantuk kembali datang menjumpai ku untuk segera mengakhiri hari.

"Sekali lagi aku minta maaf" Angga mencium keningku, ia mengusap punggung ku, dan ia memelukku lebih erat berbagi selimut bersama. Aku sedang setidaknya ia tidak menggambil kesempatan dalam kesempitan untuk menggambil malam pertamanya yang tidak pernah ia laksanakan denganku.


Oh Angga, jika aku di berikan kesempatan hidup dua kali aku akan memilih untuk datang di masa lalu mu, kemudian​ mengubah semua keburukan yang kau punya sampai kau menikah dengan orang yang tepat. Sampai kau melupakan diriku, aku ingin sekali terlahir kembali.

- Sirena Lenara -

Cold Jerk Husband [Completed]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang