Chapter 5: Home Or House?

883 53 0
                                    

Axel memutuskan untuk mengantarku pulang, sebenarnya Radyana ingin mengantarku pulang atas perintah tuannya namun, Axel harus berbincang dengan Angga katanya masalah kerjaan sehingga aku menuruti saja kemauan Axel. Awalnya aku berniat pulang menggunakan taksi, setelah satu minggu penuh di rawat aku butuh setidaknya pasokan udara luar walau hanya polusi yang aku dapatkan.

"Lapar?" Axel melihatku menahan tawa, perutku berbunyi meminta makan padahal aku sudah makan sebelum dibolehkan pulang. "Iya, tapi kerumah aja nanti Angga keburu ada janji lain" Axel mengangguk paham, karena Angga terlalu sibuk dengan kerjaan Axel harus membuat janji dulu dan itupun tidak bisa lama-lama karena setelah pertemuan dengan Axel ia akan pergi lagi. Setidaknya, aku tidak akan melihat wujudnya hingga tengah malam.

"Sudah berapa hari di rumah baru?" Aku mencoba mengingat, nyatanya kaki ku baru 2 jam berada di rumah itu kemudian di ajak pergi dan berakhir di rumah sakit. "Maaf, aku tidak bermaksud, apa kondisimu sudah baikan?" Axel bisa membaca perubahan raut wajahku, aku meninggat lagi kejadian sebelum aku benar-benar ditinggalkan olehnya. Rasanya aku memang keras kepala saat itu, mungkin mengikuti alur permainannya aku akan baik-baik saja, semoga.

Axel memasuki perkarangan rumah, ia memarkirkan mobilnya terlebih dahulu sedangkan aku diantarkan menuju kamar agar segera beristirahat. Mataku bertemu dengan matanya, aku tidak mengira ia akan berada di dalam kamar karena orang yang tadi mengantarku bilang bahwa tuannya sedang berada di kamarnya artinya ini kamar pribadi ku. "Darimana?" Setelah seminggu aku di rawat sekarang ia bertanya darimana? Apa itu perlu di jawab? Apa dia tidak tahu aku di rawat sehingga tidak menjengukku? Atau dia berharap aku sudah mati? Apa yang ada di pikirannya!

"Keluarlah, ini kamarku" Mataku menatapnya tajam, tidak mungkin kamarnya di cat dengan warna biru tosca, aku yakin ini kamarku karena biru tosca warna favoritku. "Kita bicara" Ia pergi begitu saja, aku kira kita akan bicara di kamar ini atau setidaknya beritahu lokasinya. Aku baru sembuh dan sekarang ia sudah menambah pikiran saja, menyebalkan.

"Maaf saya tidak mengetuk nyonya, tapi tuan menunggu di kamar kerja nya saya akan mengantar nyonya" Aku tersenyum melihat wajah perempuan dihadapan ku, rupanya ia masih 19 tahun dan membantu ibunya yang sedang sakit. Aku baru tahu, Angga sebenarnya orang baik karena ia mempekerjakan orang yang menbutuhkan bantuan dengan memberikan tenaganya untuk bekerja padanya, ya kurang lebih menjadi pembantu. "Saya Lita nyonya, saya yang akan membantu nyonya selama berada disini" Aku miris mendengarnya, kata-katanya seperti aku akan ditendang beberapa hari lagi setelah ia bosan dengan ku.

"Baik, saya ganti baju dulu" Lita tetap setia menunggu di depan pintu sampai aku selesai melakukan segala ritual yang diperlukan. "Ini kamar tuan, ini kamar tuan Alex dan Axel jika sedang ada pekerjaan, dan ini ruang olahraga" Lita menjelaskan ruangan yang kita lewati selama menuju ruang kerjanya, semua yang Lita bilang berada di lantai dua sedangkan ruang kerjanya berada di lantai satu. "Ini ruang kerja tuan, saya permisi nyonya" Lita berlari entah menuju kemana karena ia dipanggil temannya mungkin melayani Axel yang datang.

Pintunya tidak tertutup, terbuka lebar dan matanya yang dibuat tajam itu sudah menyuruhku untuk masuk dan menutup pintunya rapat. Semoga aku selamat. "Bicaralah" Bisakah ia menyuruhku untuk duduk dulu? Atau setidaknya membalikkan badan setelah menutup pintu? Ada apa dengan ia dan sopan santun, aku lupa dia sudah tidak punya hati. "Waktu saya tidak banyak" Aku menatapnya kesal, aku belum duduk belum juga berbicara ia sudah mulai membicarakan waktunya yang terbuang sia-sia "Tuan Angga yang terhormat, biarkan saya duduk terlebih dahulu" Aku menggambil duduk tepat diantara kedua pahanya, aku tidak duduk dikursi karena aku ingin membuatnya gerogi, setidaknya itu yang aku pelajari dari majalah bagaimana cara menggoda pria.

"Tur..un" Matanya mulai mencoba untuk melihat kesegala arah, maafkan aku sudah berbuat yang tidak senonoh walaupun sudah halal. Majalah itu memang ampuh karena aku membuka jaket yang menutupi baju transaparan ku, aku mulai menjalankan semua rencana yang telah disusun rapih. Tanganku mengambil benda yang sudah sedari tadi menusuk membuatku tidak nyaman, aku memegang nya dan mulai mengelurkannya dari tempat persembunyian.

"Jelaskan semuanya atau aku akan menuntunnya pada tempat yang seharusnya" Matanya mulai menunjukkan kepanikan dan seketika ia tertawa "Apa? Ulangi?" Tangan ku terhempas, benda itu terjatuh dengan gerakan cepatnya. "Anda ingin membunuh saya dengan pisau? Saya bilang kita bicara bukan saling membunh, turun dan pakai jaketnya" Aku gagal, rasanya harga diriku di injak-injak. "Bicaralah" Aku menatapnya mencoba menahan emosi yang akan meluap, air mataku jatuh satu per satu padahal aku sudah menahannya sekuat tenaga, "Saya ingin bekerja lagi, saya mohon jangan cabut lisensi saya. Saya memang hanya pengganti dan mungkin saya tidak sempurna dimata Anda, saya mohon, sekali ini saja" Tangan dinginnya menyentuh permukaan wajahku, aku siap menerima tamparan darinya jika itu memang yang akan terjadi.

Tangannya menghapus jejak air mata yang masih mengalir, ia berdiri menuntunku untuk berdiri kemudian tangannya sudah melingar menghangatkan tubuhku, dia memelukku. "Saya paham, tapi tolong mengerti banyak musuh diluar sana dan kamu itu salah satu kelemahan saya, kalau kamu mati ditangan saya, itu lebih baik" Sepertinya duniaku gelap lagi karena pisau yang seharusnya membunuhnya malah berbalik membunuh ku. "Sudah saya katakan jangan buat saya marah atau hidupmu akan menderita? Mengapa dilanggar? Tanggung akibatnya" Suara dan pengelihatan terakhir hanya Axel datang menghajar kakanya sendiri dan kemudian semuanya gelap. Andai aku tidak memancingnya mungkin aku tidak masuk rumah sakit lagi setelah baru kembali dari rumah sakit.

    Aku akan siap menghadapi apapun cobaan yang Tuhan berikan tapi apa begini alur hidup yang sudah direncanakan?

Kembali mendapat cobaan diatas penderitaan yang lain? Masalah satu belum kelar kemudian mendapatkan masalah yang lain lagi.

Aku baru sembuh dan sekarang harus berada dalam kondisi kritis? Apa permainan yang kau inginkan? Aku ikuti sampai aku bisa mencari kebahagiaan darimu

Maaf, aku lancang tapi aku sudah mencintai mu jauh sebelum aku menjadi pengganti, aku mencintai mu sebagai suami adikku dan sekarang aku membencimu.

Jika memang sudah takdir aku dinyatakan meninggal aku harap kau berbahagia atas kematian ku, dan jika aku ditakdirkan hidup lagi aku akan menuruti semua keinginan mu.

Sekali lagi aku sudah mencintai mu sebagai suami ku Angga Dwipanngga. Maafkan aku

- Sirena Lenara -

Cold Jerk Husband [Completed]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang