Mataku terpejam merasakan sakitnya hati dan fisik, aku mencoba bangun untuk memberi tahu apa yang terjadi padaku. Badanku tidak sesuai dengan kemauanku karena jelas pukulan yang ia berikan lebih menyakitkan ketimbang omongan pedas netizen.
Aku mencoba untuk tidak memejamkan mata walau rasanya berat, mencoba merangkak keluar ketempat yang setidaknya terang. "Meal Box berapa Pax malem ini?" Aku bersyukur mendengar suara orang, aku merangkak lebih kuat lagi agar dapat terlihat orang itu atau setidaknya jika aku pingsan tubuhku bisa ditemukan olehnya. "To...lo..ng" Aku tertawa menikmati nasib yang tidak seharusnya aku terima, menertawai suaraku yang parau, dan menertawakan diriku yang sudah berada dibawah kontrol seorang Dwipangga.
"Eh, lo denger gak suara tadi?" Aku bisa mendengar mereka berbicara namun, badanku sudah lemas, suaraku habis, dan rasanya kantuk menghampiriku. "Denger, suara minta tolong. EH TUNGGU DULU! Gue takut" Aku tertawa mendengarnya, aku mencoba melambaikan tangan ku ke udara agar sekiranya mereka bisa melihat. Dengan sisa tenaga aku mencoba menganggkat tanganku dan kembali meminta tolong, sayangnya reaksi mereka berbeda keduanya kabur karena berfikir bahwa aku adalah makhluk yang suka mengganggu manusia di malam hari.
Ditempat lain Axel dan Alex mulai curiga karena Angga tidak kembali, makan malam itu hancur karena salah seorang staff menemukan tubuhku terkulai lemas di samping chiller. Aku tahu cerita itu ketika terbangun 2 hari kemudian di rumah sakit, Alex menceritakannya sembari menahan emosi sekaligus tangisannya. Ia seperti perempuan yang terperangkap dalam wujud pria.
"Akhirnya bangun juga" Axel berteriak ketika kelopak mataku terbuka, sudah 2 hari aku terbaring di rumah sakit bahkan pengamanan ketat di depan kamar rawat sudah dikerahkan dengan dokter terbaik. Para perawat bilang bahwa rumah sakit ini milik keluarga Dwipangga sehingga aku beruntung bisa mendapatkan kamar eksklusive dengan lantai tersendiri dan landasan helikopter. Sebenarnya itu semua tidak diperlukan, saat aku sadar yang aku lihat hanya Alex yang sedang menangis memegang tangan ku. Ia berteriak histeris dan kemudian bercerita tentang apa yang terjadi, Alex tidak bercerita jika Angga menjenguk walau sudah dihubungi berkali-kali. "Makan dulu" Ibu datang setelah mendapat kabar dari Alex, awalnya mereka tidak berniat mengabari kedua orangtuaku namun, karena katanya aku terus meracau nama Riana akhirnya mereka menghubungi ibu.
"Air" Suaraku belum pulih dan bekas pukulan itu juga masih terasa sakit bahkan jika dipaksa duduk rasanya tulang belakang ku ngilu. Pintu dibuka kencang hingga menimbulkan sura, aku sedang ingin tidur tidak ingin kedatangan tamu, mataku melihat ke arah pintu aku berharap yanh datang Alex ataupun Axel nyatanya yang datanh adalah asisten pribadi Angga. "Maaf nyonya membuat keributan, saya bawakan buah dan beberapa pasanh baju, saya permisi" Setelah menaruh semuanya ia pergi begitu saja mirip dengan tuannya yang bahkan tidak peduli. Tunggu? Aku berharap ia datang menjengukku? Kau hanya pengganti bodoh, bukannya kau ingin membunuhnya? Kenapa sekarang meminta belas kasih darinya?
Ibu menatpku bingung dan aku membalasnya tersenyum, "Dia siapa?" Tebakan ku tepat sasaran, mengapa orang-orang sangat mudah ditebak? Kecuali Angga mungkin? Pria aneh yang akan mengeluarkan emosinya di tempat yang tidak seharusnya. "Radyana, tangan kanan Angga" Ibu mengangguk paham, ia mulai mempertanyakan tentang semuanya mulai dari bagaimana pernikahan ku dan bagaima aku bisa terkapar dirumah sakit, Alex berbohong pada semua orang jika aku mengalami kecelakaan tunggal hanya Alex dan Axel yang tahu kejadian aslinya, Axel bilang ia sempat ke toilet dan melihat kejadian itu sebenarnya ia ingin membantu tapi ia kira Angga tidak akan melakukan kekerasan fisik terhadapku.
Aku berbohong pada ibu, seharusnya aku tidak berbohong di saat aku tidak tahan dengan sikapnya namun, pernikahan ku baru 5 hari dan aku mau menceraikannya apa kata dunia? Ibu dan ayah akan sangat terpuruk belum lagu kedua mertuaku akan ditaruh dimana muka seorang Sirena lenara?
"Apa kamu bahagia?" Pertanyaan itu sulit untuk dijawab, menjebak dan sangat rumit. "Baru 5 hari apa yanh mau di bahagiakan? Tanya lagi kalau sudah 1 tahun" Aku menutup mata, rasanya cukup untuk membuktikan bahwa kejadian yang aku alami membuatku tidak bahagia. "Istirahat dulu, ibu mau pulang besok balik lagi kayaknya yang jaga adeknya suami kamu" Aku hanya mengangguk, aku tidak suka mendengar ibu menyebutnya suami namun, aku tidak kuasa pula melihat ibuku menangis lagi.
Aku membuka mata setelah mendengar pintu ditutup, aku bosan hanya berbaring di atas kasur rumah sakit. Ibu melarang keras untuk bermain ponsel bahkan TV saja tidak ada karena biasanya ruangan ini dipergunakan untuk pasien yang dalam kondisi kritis. "Kenapa?" Alex memandangku kasihan, aku tidak perlu belas kasihan darinya tidak ada hal yang harus dikasihani, "Dulu, dia seorang mahasiswa kedokteran kemudian ayah menyuruhnya untuk pulang melanjutkan bisnis keluarga, dia menolak dan aku mengajukan diri tapi ayah bersikeras harus dia yang melanjutkan hingga dia memutuskan membuat rumah sakit agar rasa ingin menjadi dokter terpenuhi. Kadang jika sedang senggang dia suka kesini merawat pasien, tapi setelah mendengar akan dijodohkan dia menjadi sangat tertutup. Menjadi Angga yang benar-benar gelap bahkan tidak ada yang pernah melihat sisi gelapnya" Alex menundukkan kepalanya, ia menahan tangisnya yang sebenarnya sudah jatuh. "Kita takut padanya sekarang, ia menjadi seram bukan Angga yang kita kenal dulu. Sayangnya rumah sakit ini tidak pernah di urus hingga hutang dimana-mana dan akhirnya aku memutuskan mengambil alih sedangkan Axel lebih memilih cara untuk mengembalikan Angga yang dulu" Alex menatapku tersenyum, rupanya ada cerita bahagia di balik kesuraman Angga sendiri. Padahal ia bisa saja menolak dengan semua ini karena Riana sendiri lebih memilih karirnya sebagai pengacara. Mungkin Riana sudah melakukan riset tentang Angga sehingga ia memutuskan untuk meninggalkan hari pentingnya.
"Cobalah berbahagia bersamanya" Axel datang membawakan makanan untuk Alex, aku tersenyum mendengar penuturan Axel bagaimana bisa aku berbahagia jika niatku adalah membunuhnya? Apa aku harus berbahagia setelah membunuhnya? Atau aku harus berbahagia ketika ia perlahan membunuhku? Entahlah. Aku lelah.
Wanita, Istri, Pacar, dan Ibu. Perempuan lemah yang ingin disama ratakan dengan laki-laki? Apa dunia sedang bercanda?
Pola pikir macam apa yang mereka gunakan? Mencoba untuk mengambil alih dunia? Rasanya perasaan lebih bermain daripada logika.
Mereka indah, tapi tidak dengan dia. Berbeda, aneh, dan rumit. Mungkin hanya permainan logika yang harus deselesaikan atau permainan perasaan? Hanya sesama mereka dan tuhan yang tahu arah jalan pikir mereka.
Lucu rasanya mendapatkan status baru.
- Angga Dwipangga -
KAMU SEDANG MEMBACA
Cold Jerk Husband [Completed]
RandomCERITA MENGANDUNG UNSUR KEKERASAN! HARAP BIJAK DALAM MEMBACA! *PROSES REVISI* Menikah tanpa tahu seluk beluk orang yang dinikahi, menikah karena mengganti apa bisa bahagia? Apa bisa seorang perempuan menggantikan pengantin wanita yang ka...