Chapter 3: His House

1K 61 0
                                    

Aku berada di rumahnya, setelah dipaksa untuk memasuki mobil. Aku sudah memasukkan semua kepentingan yang aku rasa dibutuhkan untukku dan untuknya, menurutku empat koper besar sudah cukup karena nyatanya aku tidak butuh isi dari salah satu koper itu. Semua sudah bersedia di dalam rumahnya, padahal ia bilang tidak ada apapun di rumahnya. Bahkan rumah nya lebih besar ketimbang rumah orangtuanya, pria aneh.

"Terkesima?" Aku membenci suaranya, suara dinginnya benar-benar mengganggu. "Apa?" Aku menatapnya tajam, tapi bagaimana aku tidak bisa mengalihkan pemandangan di depanku yang tersuguh dengan secara cuma-cuma, ia menggunakan kemeja yang ditarik hingga siku dengan rambut acak-acakan dan jas yang tersampir di pundaknya, oke lebay namun dia bagaikan pangeran dari negri dongeng. "Bersiap kita pergi" Dan seketika ekspektasi ku runtuh karena suaranya yang menyebalkan, aku ingin membunuh mu tapi kau tampan.

Mobil mewahnya sudah siap terparkir sempurna dengan seorang pria menunggu tuannya, sepertinya dia Radyana. "Rad hubungi saya jika ada masalah" Radyana mengangguk paham dan berjalan menjauh memasuki perkarangan rumah. "Kita kemana?" Sebenarnya pertanyaan itu tak perlu ditanyakan karena ia tidak mungkin menjawabnya. "Acara Keluarga" Tumben sekali ia akan menjawab biasanya ia akan tak acuh jika aku tanya, dan sayangnya aku belum membahas perihal pemecatan ku yang secara mendadak, atau bisa dibilang diberhentikan selama setahun.

"Turun saya akan menyusul" Entah apa yang merasuki nya hingga ia berbicara lumayan lembut dan memiliki nada, aku bersyukur setidaknya ia tidak kaku sekali. Pernikahan ku hanya di hitung 3 hari dan rasanya aku ingin segera menceraikannya. Mataku menatap ke arah gedung tinggi, Angga tidak menyuruhku untuk naik ke lantai berapa atau setidaknya mengarahkan ku untuk masuk.

"Ayo" Ia menarik tanganku menuju lift, ia menekan lantai 2. Rasanya aku pernah menginjak lantai ini, aku rasa aku pernah ke gedung ini. "Kita makan malem?" Ia mengangguk tanpa menatapku, kemudian ia sedikit berlari menuju penerima tamu dan menyebutkan namanya. "Dwipangga" Aku menatap restorant yang menyediakan makanan fine dining, "Baik, mari ikuti saya" Aku berjalan mengikuti Angga yang memegang tanganku erat, apa ini mimpi? Tangan ku di pegang olehnya.

"Silahkan nyonya" aku menduduki salah satu kursi dengan Angga tepat disamping kiriku dan Axel di samping kanan ku. "Sudah pesan?" Angga menatap Alex seksama karena ia yang sedari tadi memegang menu. "Tenang saja, tidak biasanya telat" Ayah mertuaku mulai angkat bicara, ia menyindir Angga yang cukup terbilang on time. "Ada urusan" aku menatapnya, setahu ku ia tidak ada urusan. "Alasan rupanya" Ia terlihat marah karena dipojokkan seperti itu, aku mengerti mengapa ia kesal. Ia tidak suka berada di posisi seolah ia selalu salah.

"Makanan datang!" Alex begitu semangat melihat tumpukan makanan yang tersaji di hadapannya, ini pertama kali bagiku untuk memakan-makanan fine dining. "Itu Caviar, itu Fish and Chips, dan itu Foie Grass" aku mengangguk paham, Alex benar-benar semangat untuk makan malam kali ini rupanya.

"Kenapa kalian pindah?" Axel menatapku heran dan menatap Angga sinis, aku mengangkat bahu ku tidak tahu dan Angga hanya diam tidak menjawab. "Jangan tanya, aku hanya mengikuti perintah" Aku tertawa bersama dengan Alex dan ibu mertuaku, sedangkan 3 pria kaku itu hanya diam dan sesekali menghembuskan nafas seolah lelah mendengar tawa kami yang menggelegar.

"Bermalam lah hari ini, kalian baru menikah 3 hari dan sudah memutuskan untuk pindah? Ayolah ibu masih ingin belajar masak dengan Rena" Aku terdiam, ibu mertuaku memang sangat menyukai masakan ku karena saat kedatangan keluarga Dwipangga kerumah untuk melamar Riana, aku memutuskan untuk memasak walau tidak banyak tapi aku yakin, masakan ku tidak terkalahkan. "Tidak" Lagi-lagi ia menolak, memangnya kenapa jika masih berada di rumah ibu? Setidaknya aku ingin beberapa hari merasa aman baru masuk kedalam kandang singa dan sekarang aku berda di dalam kandang singa.

"Besok kita mampir boleh ya?" Alex menatap mataku memohon, tentu aku mengiyakan dan yang aku yakin bahwa Angga akan menolak. "Sure" Oke, ini aneh. Mengapa ia begitu kontras dengan apa yang sudah aku perkirakan, setidaknya sejalan saja dengan alur pikiran ku.

"Kembalikan lisensi penerbangan ku" Bodoh. Mencari kesempatan dalam kesempitan, mungkin itu yang aku lakukan untuk membuat emosinya melunjak. "Ikut saya keluar" Aku mengikutinya entahlah aku sudah pasrah jika ia membunuhku.

"Bisa jelaskan?" Aku menatapnya malas rasanya tidak usah dijelaskan juga ia mengerti aku membutuhkan lisensi penerbangan ku.

Darah. Darah itu mengalir tepat setelah ia menghantam perutku menggunakan tangannya, kekuatannya yang ia bilang belum sepenuhnya saja sudah membuatku hampir pingsan dan sekarang aku muntah darah. "Jangan buat saya marah Rena! Kamu hanya pengganti! Ikuti kemauan saya dan kamu akan hidup tenang, semua yang kamu lakukan berada dalam kontrol saya" Ia berjalan melewati badan ku yang sudah tersungkur ditanah, aku tidak menyangka jika ia akan sekasar itu.

"Ini peringatan kedua, jika Anda berniat memancing amarah saya lagi, saya pastikan Anda akan hidup sengsara" Setelahnya ia meninggalkan ku dalam posisi yang tidak akan seorang pun yang akan melihatnya.

~~~

Cinta? Apa maknanya?

Cinta yang aku rasakan tidak pernah seindah cerita Cinta orang lain

Apa Cinta yang mereka definisikan berbeda? Atau aku yang tidak pernah merasakan apa efek dari kata Cinta

Kata orang Cinta itu buta, mungkin dalam hubungan ini Cinta membuat mata kita buta

Hanya dia yang akan tahu seperti apa nanti hidupku? Aku serahkan saja padamu Tuan Dwipangga

~~~ Sirena Lenara~~~

Cold Jerk Husband [Completed]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang