#16

7K 487 1
                                    

Enjoy

Hazel sudah menjadi anggota intelijen. Mr. Robin memperbolehkannya mencari Gide dengan bantuan yang lain, namun dengan identitas Kate McCan tentu saja. Hazel kembali ke hotel yang ia tempati sebelumnya.

Tok Tok Tok
Hazel mengetuk pintu kamar hotel pelan. Tak lama pintu itu dibuka oleh Orlando yang wajahnya sangat kusut. Ada lingkaran di bawah matanya yang menandakan ia tidak cukup tidur. Orlando memandang Hazel tajam,"Kemana saja kau, Hazel?"

"Aku akan menceritakannya, tapi sebelumnya sebaiknya aku masuk dulu." ujar Hazel sambil berjalan masuk ke kamar hotel.

"Apa kau tau aku mencarimu kemana-mana? Kau membuatku sangat khawatir, ditambah keadaan kamar yang acak-acakan. Aku mengira kau diculik Gide."

Hazel memutar bola matanya,"Harusnya kau tau bahwa aku tidak mudah diculik."

Orlando duduk di hadapan Hazel,"Ceritakan semuanya dengan jujur!"

Hazel pun menceritakan semuanya tanpa ada yang dikurangi. Mulai dari keisengannya meretas sistem jaringan intelijen sampai ditangkap dan akhirnya ia berhasil merealisasikan idenya untuk bekerja sama dengan intelijen.

Setelah mendengar keseluruhan ceritanya, sebuah senyum muncul di sudut bibir Orlando.

"Kau benar-benar licik." Ada secercah nada bangga di suara Orlando.

"Mata Hazel berbinar bangga," Tentu  saja, walaupun aku sudah berhenti membunuh, tapi aku tetaplah Blank sang pembunuh jenius misterius."

"Apakah aku juga termasuk dalam rencanamu?" tanya Orlando.

"Tentu, kau akan membantuku menyukseskan misi ini." jawab Hazel.

Orlando menatap Hazel penasaran,"Apa tugasku kali ini?"

Hazel mengambil secarik kertas dan sebuah bolpen lalu dengan semangatnya menjelaskan rencananya pada Orlando,"Pertama kita akan memancing dia ke daerah yang sudah dikepung para intelijen, lalu jika ia berhasil lolos kau akan menghadapinya bersamaku,"

"Kita akan menghabisinya dengan pisau atau pistol?" tanya Orlando.

"Pisau tentu saja. Sebagai pembunuh sejati pisau adalah senjata terbaik. Lagipula rencananya ini akan jadi pembunuhan terakhir yang kulakukan."

Orlando mengernyit,"Jadi selama ini kau tidak pernah benar-benar berencana menyerahkan Gide pada intelijen untuk diadili dengan cara hukum?"

Hazel menggeleng,"Memang tidak pernah. Aku memang berniat menghabisinya. Lagipula record kejahatannya sudah terlampaui banyak dan jika dihukum adil pun dia akan mendapat hukuman mati."

"Hazel, namun kau tidak lebih baik darinya. Record kejahatanmu juga sangat banyak. Aku khawatir kalau nanti kau malah dijebak dan ditangkap oleh badan Intelijen itu."

Hazel menyeringai,"Mereka tidak akan berani. Jika mereka berani menangkapku, aku akan kabur dan menghabisi mereka semua."

Orlando mendengus,"Jika kau lakukan itukau akan menambah buruk catatan hitam yang kau perbuat dan kita akan selalu jadi buronan."

"Tapi hanya itu pilihan kita. Bukankah kau sendiri yang mengatakan padaku untuk memulai hidup yang terlepas dari dunia kita yang lama? Hanya ini yang bisa kulakukan. Setelah rencana ini berhasil, kita akan menjadi anak remaja biasa." jelas Hazel.

Pandangan Orlando menerawang,"Apa ini akan berhasil ya?"

"Tentu saja, ini kan rencanaku." ujar Hazel semangat.

* * *

Hari dimana rencana besar dilaksanakan pun tiba. . .

Disana Hazel dan Orlando sudah bersiap dengan senjata masing-masing. Walaupun Hazel berencana membunuh Gide dengan pisau, akan tetapi Hazel tetap membawa pistol untuk berjaga-jaga. Siapa yang tahu nanti dia akan membutuhkan serangan jarak jauh? Hazel membawa pistol kesukaannya yaitu pistol FN 57. Orlando berdiri di belakang Hazel siap dengan katana tajam di genggamannya.

Di depan Hazel dan Orlando, barisan-barisan pasukan sudah bersiaga dan bersembunyi. Mereka bertugas agar Gide tidak bisa kabur.

Hazel tak berhenti tersenyum, ia sangat senang hari ini tiba. Namun, begitu terdengar langkah, Hazel langsung terdiam, Matanya memandang liar sekelilingnya. Langkah itu semakin lama semakin jelas terdengar.

Orlando melemparkan diri pada Hazel dan berguling-guling di tanah saat mendengar suara tembakan ke arah Hazel. Lalu Gide pun keluar dari tempat persembunyiannya dengan pistol di kedua tangannya.

Gide mulai menembaki Orlando dan Hazel dengan tembakan beruntunnya, tapi kali ini Hazel dan Orlando lebih gesit. Mereka berlari menghindari sekumpulan peluru yang diarahkan pada mereka. Lalu, Orlando tidak membuang waktu ia harus menyingkirkan pistol dari tangan Gide agar ia dan Hazel tidak terpojok. Orlando bersalto dan katananya bergerak menebas tangan kanan Gide. Gide menghindar, tetapi karena refleknya kurang cepat pistol di tangannya pun tak tertolong. Pistol di tangan kanannya sudah terbelah menjadi dua kepingan.

"Tidak masalah, aku masih punya senjata lain." ujar Gide sambil mengeluarkan senapan.

Hazel dan Orlando sangat tahu bencana apa yang menimpa mereka setelah ini. Senapan itu jelas bukan senapan biasa. Senapan itu bisa menembakkan 50-100 peluru sekali ditarik pelatuknya.

Hazel dan Orlando pun berkomunikasi dengan gerakan mata mereka. Hazel meminta Orlando untuk menusuk Gide dari belakang. Sementara Hazel akan menghindari tembakan Gide dan mengalihkan perhatian Gide dari Orlando.

Orlando berlari ke belakang Hazel seolah meninggalkan Hazel. Hal itu membuat Gide mengerutkan keningnya,"Temanmu itu meninggalkanmu? Sungguh malang nasibmu. Kalau begitu, kita selesaikan pertarungan kita dengan cepat."

Dia menarik pelatuk senapannya. Hazel melompat dan berayun antar pohon di dekatnya. Ia menghindari serangan dengan gerakan-gerakan akrobatik yang terlatih. Hazel tidak membiarkan satupun peluru melukainya. Jika ada peluru yang tidak bisa ia hindari, Hazel akan menembak peluru itu dengan pistolnya. Memang tidak mudah menembak peluru yang bergerak dengan kecepatan tinggi yang bahkan terlihat samar di mata orang biasa. Namun, jika hampir seluruh hidupmu berurusan dengan peluru dan nyawamu dipertaruhkan mungkin kau bisa melakukannya seperti Hazel.

Tembak-tembakan itu berlangsung sekitar 5 menit. Lalu tatapan mata Hazel menggelap karena hasrat membunuh yang tiba-tiba kembali menguasainya. Tampaknya pertarungan tadi membangkitkan sisi gelap Hazel. Hazel tidak lagi melompat menjauh karena rentetan tembakan itu. Hazel malah berjalan merayap dengan tatapan lapar. Semakin Hazel mendekat padanya, Gide semakin panik. Ia mengarahkan senapannya pada Hazel dan tidak berhenti menembak. Namun, Hazel tidak pernah terkena muntahan peluru dari tembakannya.

Hingga Gide merasa perutnya terasa aneh. Ia melihat ke arah perutnya dan melotot karena melihat perutnya tertembus oleh pisau dan darah segar tak berhenti mengucur dari lukanya. Perlahan, kesadaran Gide pun memudar. Hal terakhir yang didengarnya adalah suara pisau yang menusuk-nusuk tubuhnya di berbagai tempat.

Sisi gelap Hazel perlahan meninggalkan Hazel. Hazel tertunduk lesu karena lelah. Tetapi, tiba-tiba Hazel mengingat Orlando.

"Kemana perginya dia?"batin Hazel bertanya-tanya.

Hazel mencari Orlando kedaerah disekelilingnya. Dia menemukan Orlando dengan tangan terborgol. Kemudian, saat ia ingin menolong Orlando seseorang juga melakukan hal yang sama pada tangannya. Lalu, terdengar kata-kata," Kau ditangkap."

Hazel menendang orang dibelakangnya dan membalikkan badan. Dia melihat bahwa ia dikepung oleh pasukan. Hazel memandang tangannya yang terborgol dan mengumpat,"Sial!"

Hazel melihat Mr.Robin yang tersenyum padanya dari kejauhan. Hazel balas tersenyum dengan ekspresi yang mengerikan.

"Je vais vous tuer." kata Hazel membuat Mr. Robin seketika pucat.
Kata-kata Hazel berarti aku akan membunuhmu.

TBC

Hai, author update lagii. Sedih deh author besok udah masuk sekolah kayak biasa, padahal masih pengen libur.

Readers jangan lupa vote and comment nya yaaa. Jangan biarkan rank GA turun di Action. Soalnya dari beberapa hari lalu, author cek kok GA makin turun ya rank nya. Dari rank #17 sampai ke #176 lho.
So, keep read and vote this story.

Thx for reading.

[ ]

GIRL ACT (COMPLETED)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang