berpihak

3.3K 73 1
                                    

Mutiara Puncak Lawu
Buku 1f

Dalam waktu yang tidak terlalu lama Ki Rangga Jumena telah memasuki dalem Kepanjen, dimana Ki Panji Wiguna tinggal. Lalu menuju ruang pertemuan yang nampaknya teramat khusus itu.

"Kau telah melakukan hal yang begitu gegabah Ki Rangga. Dan salah satu kecerobohan itu bagaimana bisa orang semacam Lurah Sarju itu berada dalam kelompokmu" -- jawab Ki Panji Wiguna setelah mendengar penuturan bawahanya secara lengkap.

"Entahlah Ki Panji, aku juga tidak menyangaka Lurah Sarju justru bersebrangan dengan haluan kita" -- tukas Ki Rangga Jumena.

"Lalu apa tanggung jawabmu dengan kematian mereka?" -- tanya Ki Panji Wiguna

"Aku rasa, aku cukup melaporkan kejadiannya saja Ki Panji, bukankah bukan aku yang membinasakan Lurah Sarju beserta anak buahnya? Melainkan anak lelaki dari Ki Panji Adiyaksa yang kini bergabung dengan para penyamun?"

Ki Panji Wiguna kemudian mengangguk-anggukkan kepalanya menyusul tertawanya yang cukup keras, -- "akan tetapi kau juga cukup cerdas membuat sebuah kelicikan Ki Rangga Jumena"

"Ah, aku hanya menjalankan rencana yang telah disusun Tumenggung Prabandaru, untuk menyingkirkan para pejabat yang tidak berpikiran maju macam Tumenggug Mayang yang kini tak berdaya itu, maka Ki Panji Adiyaksa juga tidak boleh menggantikan jabatan penting yang ditinggalkan Tumenggung Nindya Mantri Sandiyuda itu"

"Kau benar. Dan Aku tak bisa membayangkan sepulang Ki Panji Adiyaksa dari Mataram nanti" -- derai tawa kembali terdengar dari mulut Panji Wiguna diikuti Ki Rangga Jumena.

"Seorang pejabat yang pulang menunaikan tugas tidak mendapat penghargaan tetapi justru menghadapi tanggung jawab besar atas prilaku putranya" -- jawab Ki Rangga Jumena yang masit tertawa-tawa itu.

"Tapi anak itu harus dihilangkan sekalian, jika tidak tentu akan menimbulkan persoalan dikemudian hari..!!" -- sela Ki Panji Wiguna

"Itulah Ki Panji, kita akan membutuhkan kekuatan prajurit yang cukup banyak untuk memburu anak itu" -- tukas Ki Rangga Jumena.

"Mengapa demikian? apakah anak muda itu lebih sakti dari Raden Rangga putra Senapati Ingalaga dari Mataram itu?"

"Bukan itu maksudku..!!"

"Lalu?!"

"Anak itu melarikan diri ke dalam hutan besar disekitar Kademangan Karangpandan. Hutan itu begitu luas sampai kaki Gunung Lawu, maka jika kita tidak dengan kekuatan prajurit yang banyak tentu akan kesulitan melacak jejaknya" -- kata Ki Rangga Jumena.

Terlihat Ki Panji Wiguna mengangguk-anggukkan kepalanya mendengar penuturan itu, sebelum akhirnya angkat bicara, --
"kau benar Ki Rangga, kita akan laporkan ini kepada Tumenggung Prabandaru nanti, dan aku rasa Tumenggung Prabandaru tidak akan mendapatkan kesulitan nantinya memohon ijin Kanjeng Sultan untuk mengerahkan kekuatan Prajurit yang banyak untuk memburu orang yang telah membantai sekelompok Prajurit Pajang" .-- kembali derai tawa kedua orang itu terdengar

"Baiklah, kita jangan membuang waktu banyak. Kita ke Temenggungan sekarang, mudah-mudahan Tumenggung Prabandaru masih ditempat" -- lanjut Ki Panji Wiguna kemudian.
****

Dalam pada itu Teja Ndaru masih memapah Ki Lurah Sarju menuju pedalaman hutan itu, hingga pada suatu saat dilihatnya sebuah tempat yang cukup teduh dengan akar-akar pepohonan mencuat dari dalam tanah dan nyaman untuk melakukan peristirahatan.

"Kita berhenti dibawah pohon besar itu ngger" -- desis Ki Lurah Sarju sambil menahan rasa perih dipunggungnya.

"Ki Lurah tunggu saja disini, aku akan mengambil air di aliran jenih itu" -- kata Teja Ndaru ketika melihat seperti parit kecil dengan air yang mengalir cukup jernih itu.

Mutiara Puncak LawuTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang