MUTIARA PUNCAK LAWU
Buku 1h"Ampun gusti Prabu" -- ucap Tumenggung Prabandaru kemudian, -- "apa yang akan hamba utarakan ini berawal dari kecurigaan beberapa orang atas rumor yang mengatakan bahwa Teja Ndaru telah terlibat persaoalan yang belakangan telah menumbuhkan aib bagi kewibawaan Pajang, khususnya paduka sendiri. Sehingga kami tergelitik untuk mengungkap kabar itu, apakah benar putra Ki Panji Adiyaksa itu terlibat. Hingga pada suatu saat hamba mengutus beberapa prajurit untuk sekedar meminta keterangan kepada anak itu, akan tetapi justru anak itu lari ketakutan ketika beberapa prajurit itu hendak menanyainya. Inilah yang menjadi dasar keyakinan hamba bahwa Teja Ndaru memang terlibat persoalan itu. Hamba menugaskan beberapa kelompok prajurit untuk mencari anak itu sampai ketemu, hingga pada suatu malam Ki Lurah Sarju mengedus keberadaan anak itu di sekitar pedukuhan Pucang, disisi barat bengawan sala, lalu melakukan pengejaran. Akan tetapi anak itu seperti talah kehilangan akal, entah bagaimana telah bergabung dengan sekelompok penyamun yang sering berkeliaran dihutan sebelah timur bengawan tersebut, dan menyerang Ki Lurah Sarju beserta anak buahnya hingga semuanya tewas..!!"
"Ini tidak mungkin..!!" -- sergah Ki Panji Adiyaksa tanpa sadar.
"Aku belum memintamu bicara Asiyaksa..!! - - sahut Kanjeng Sultan.
"Ampun gusti Prabu" -- desis Ki Panji Adiyaksa serta merta menundukkan wajahnya kembali.
"Lanjutkan Tumenggung..!!" -- perintah Kanjeng Sultan.
"Ampun gusti Prabu. belakangan datang pula Ki Rangga Jumena beserta tiga anak buahnya yang kini hamba bawa menghadap. Akan tetapi kedatangan Ki Rangga Jumena terlambat. Teja Ndaru telah kabur memasuki hutan lebat itu, dan hanya memdapati tiga sosok mayat yang ternyata adalah anak buah Ki Lurah Sarju, dan mayat Ki Lurah Sarju sendiri nampaknya terhanyut disungai besar itu" -- tumenggung Prabandaru diam sesaat lalu berpaling ke arah tiga orang prajurit bawahan Ki Rangga Jumena tersebut, -- "ampun gusti Prabu, tiga orang prajurit inilah saksi mata dari peristiwa berdarah itu"
Kanjeng Sultanpun tiba-tiba berdiri dari singgasananya dengan muka yang memerah menandakan kemurkaan yang luar biasa.
"he, kalian..!! apakah benar aka yang dikatakan Tumenggung Prabandaru?!" -- bertanya Sultan kepada tiga prajurit itu."Hamba gusti Prabu, demikianlah yang hamba lihat" -- jawab para prajurit itu.
"Adiyaksa..!! Apakah kau sudah jelas?!"
"Ampun Kanjengromo" -- demikian Pangeran Benawa menyela,
"Ada yang ingin kau katakan?"
"Hamba Kanjengromo" -- kata Pangeran Benawa, -- "menurut hemat hamba, bahwa Ki Panji Adiyaksa dalam hal ini sebenarnyalah memang tidak tau apa yang sebenarnya terjadi, bukankah dia sedang dalam tugas bersama hamba? Sehingga dalam hal ini pula menurut hemat hamba belumlah tepat mendudukkan sebuah keputusan kepadanya, sebelum Teja Ndaru diketemukan hingga segalanya menjadi lebih jelas. Ampun Kanjengromo"
Kanjeng Sultan mengangguk-anggukkan kepalanya seakan mempertimbangkan apa yang diutarakan putranya tersebut. Akan tetapi Tumenggung Prabandaru yang terlihat resah diatas tempat duduknya kembali berkata,
"Ampun gusti Prabu, hamba hanya ingin mengingatkan bahwa kewibawaan seyogyanya haruslah kita utamakan. Telah jelas apa yang diperbuat Teja Ndaru sebagai sebuah hal yang boleh dikatakan memberontak, bahkan telah membantai sekelompok prajurit yang merupakan mata rantai kewibawaan kasultanan Pajang ini, untuk itu keadilan haruslah ditegakkan. Jika prilaku seorang anak bergantung pula bagaimana cara orang tua memberikan tuntunan, dalam hal ini secara tidak langsung orang tua harus bertanggung jawab atas apa yang telah dilakukan anaknya. Bukankah dalam persoalan lain kakang Tumenggung Mayang juga demikian?. Ampun gusti Prabu"
"Apa maksudmu Prabandaru?" -- tukas Pangeran Benawa.
"Ampun Pangeran, hamba hanya berkata hal yang seharusnya" -- jawab Tumenggung Prabandaru.
"Baiklah..!!" -- sela Sultan Hadiwijaya, -- "aku ingin persoalan ini segera dapat diselesaikan segaera. dan segala tidak pelanggaran harus ada hukuman yang setimpal, dalam hal ini memang bukanlah kesalahan yang dilakukan Adiyaksa, akan tetapi kau Adiyaksa, juga tidak bisa lepas dari apa yang dilakukan Teja Ndaru anakmu itu. Untuk itu aku memutuskan untuk sementara menahanmu, Adiyaksa, menahanmu sampai anak itu diketemukan"
Demikian titah Kanjeng Sultan telah di turunkan maka mulai saat itu Ki Panji Adiyaksa secara resmi telah menggantikan Teja Ndaru atas perbuatan yang telah dituduhkan kepadanya.
Bahkan atas permohonan Tumenggung Prabandaru pula, Kanjeng sultan telah memberikan wewenang terhadap tumenggung itu untuk melakukan segala cara hingga Teja Ndaru dapat segera ditangkap. Maka praktis saat itu juga Tumenggung Prabandaru telah memerintahkan segenap jajarannya untuk mengaduk-aduk hutan disekitar Kademangan Karangpandan dimana Teja Ndaru diperkirakan bersembunyi disekitar itu.
Bersambung
