pasewakan

4.7K 63 2
                                        


mangga sing tasih purn nyemak rontal lanjutan ndara
Kula tak tilem rumiyin hehehe pun esuk niki
*****

Mutiara Puncak Lawu
Buku 3 H

Kadang kala bencana yang menimpa pada seseorang itu memang tidak pernah diperhitungkan seberapa beratnya, bahkan tidak jarang bencana itu datang bertubi-tubi bagai tak pernah mengenal kasihan untuk sebuah penderitaan yang menjurus pada kesengsaraan yang sangat dalam.

Begitulah sepertinya apa yang dialami murid-murid Ki Ajar Kemuning Muda itu. Kehendaknya untuk menyingkir dari sebuah malapetaka justru membawa mereka pada kenaasan yang justru mendekatkan mereka malapetaka itu sendiri.
Namun mungkin memang demikianlah kehidupan, yang tidak selalu sesuai dengan apa yang dikehendaki dan diharapkan untuk tiap masing-masing orang.

Demikianlah kiranya jalan yang harus dilalui Putut Sungkana, Anggara, juga Rara Kemuning, yang tidak mampu menghindar dari nasib yang mereka alami. Apa yang sangat dikhawatirkan akan bertemu dengan jago-jago rimba kanuragan yang ingin merebut padepokan mereka, ternyata justru menjadi sebuah kenyataan yang tidak mampu dihindarinya.

Kini setelah murid-murid Ki Priyambada berhasil disingkirkannya, kini justru muncul kelompok mereka yang lain yang lebih kuat.
Di kawasan pesisir utara itu siapa yang tidak mengenal nama Sepasang Harimau Bukit Kendeng. Sepasang pendekar kembar yang mempunyai ilmu sangat tinggi. Bahkan konon selama malang melintang si dunia pengembaraan sekalipun mereka tidak pernah kalah dalam setiap pertarungannya,
Bahkan konon tersirat kabar bahwa Sepasang Harimau Bukit Kendeng itu mempunyai kebiasaan aneh dalam setiap pertarungannya, bahwa sepasang Harimau ini selalu menghirup darah lawannya yang mati karnanya. Yang konon pula hal itu dilakukan untuk mendapatkan sejenis ilmu yang begitu mengerikan. Ilmu Rawe Rontek.

Dan ternyata Sepasang Harimau Bukit Kendeng itulah salah satu dari sekian tokoh-tokoh berkemampuan sangat tinggi yang masuk dalam rencana Pajang dibawah kendali Tumenggung Prabandaru, untuk dihimpun bersama tokoh-tokoh lainnya sebagai sayap luar pasukan Pajang.
Karnanya Sepasang Harimau itupun muncul untuk berkumpul pada tempat yang telah menjadi rencana Tumenggung Prabandaru. Di Padepokan Bukit Kemuning dua hari dimuka.

Dalam pada itu nasib Putut Sungkana dan adik-adik seperguruannya semakin berada diujung tanduk, mustahil bagi mereka untuk lolos dari cengkraman Sepasang Harimau Bukit Kendeng tersebut. Apalagi tenaga anak-anak muda itu telah banyak menyusut setelah beberapa lama bertarung melawan Semanu dan kawan-kawannya.

"Adi Anggara" -- bisik Putut Sungkana memanggil

"Bagaimana kakang" -- jawab adiknya

"Camkan ini Anggara, salah satu diantara kita harus bisa lolos dari tempat ini?

"Baiklah kakang, kau carilah jalan, bawa rayi Kemuning, dan aku akan menghambat mereka" -- tukas Putut Anggara.

"Tidak, bukan aku, tapi kau...kau carilah celah untuk menyingkir dari tempat ini bersama rayi Kemuning"

"Jangan kakang.."

"Anggara, aku minta jangan kau berbantah-bantah dalam situasi seperti ini, cepat...turutilah kataku..!!"

"Tapi kakang?"

"Sudahlah....cepat kau cari jalan" -- tukas Putut Sungkana, yang tiba-tiba meloncat kearah Sepasang Harimau dengan melakukan serangan-serangan puncaknya.

Bahkan Ki Macan Langking yang tidak mengira, menjadi terkesiap mana kala Putut Sungkana bagaikan banteng gila mengamuk dan mencecarkan serangan-serangan yang mendadak. Akan tetapi Sepasang Harimau itu nampaknya tidak menjadikan itu sebuah kesulitan yang berarti. Dengan hanya memiringkan tubuhnya sedikit saja, serangan yang dilancarkan Putut Sungkana itu hanya mengenai tempat-tempat kosong yang tidak berarti. Bahkan selanjutnya satu kibasan tangan Ki Macan Langking dengan telah telah mendarat didada Putut Sungkana hingga terlempar kebelakang beberapa langkah. Putut Sungkana pun masih berusaha untuk bangkit, meskipun sudut bibirnya telah mengalir darah segar.

Mutiara Puncak LawuTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang