[Barista] Change

42 11 3
                                    

Title: Change

Author: kannami_

Genre: family

Rating: general

Disclaimer: Plot/isi cerita adalah murni milik author tanpa ada kesengajaan unsur menjiplak.

***

Hawa ekstrem di awal musim dingin memang tak dapat dipungkiri. Salju yang terus berjatuhan sejak kemarin membuat jalanan kota Seoul tertutupi oleh butiran-butiran halus bak kapas itu. Tak sedikit sekolah atau kantor yang meliburkan para anggotanya sehingga jalanan menjadi lebih sepi, dan kebanyakan orang lebih memilih beraktifitas di dalam rumah dibandingkan di luar rumah.

Sinbi adalah salah satunya. Ia duduk di dekat tungku perapian. Di sebuah sofa tua berwarna merah maroon yang telah menjadi saksi suka duka yang dialami Sinbi selama ini. Greentea dan sepiring pancake madu yang tersedia di atas meja sama sekali tak disentuhnya. Kedua netranya menatap lurus ke depan, ke arah sebuah jendela yang membawa pandangannya langsung ke arah halaman rumah.

Musim dingin tahun ini tak seindah biasanya. Sinbi merasakan banyak perubahan pada kehidupannya. Rumah baru, sekolah baru, teman-teman baru, dan keluarga-yang-baru.

"Eunbi-ya, turunlah! kita harus makan malam"

Suara yang tak asing lagi di telinga Sinbi itu terdengar lagi seiring dengan ketukan pelan pada pintu kamarnya. Sesungguhnya Sinbi sangat membenci suara itu--tepatnya pada sang pemilik suara itu. Siapa lagi kalau bukan Jessica Jung, ibu tirinya.

"Sinbi-ya, buka pintunya!"

"Ah baiklah! Tunggu sebentar!" erang Sinbi kesal. Ia menyerah, menyingkirkan selimut yang sedari tadi melingkupi tubuhnya sebelum akhirnya melangkah menuju ruang makan.

"Sinbi nuna, kau betah sekali di kamar. Tidak bosan?" tanya seorang anak laki-laki berambut coklat kepada Sinbi yang kini telah mengambil tempat disampingnya.

"Diamlah, Jaemin." sahutnya ketus. Daging asap dan sup labu hangat di atas meja lebih menarik perhatiannya dibanding pertanyaan bodoh adik laki-lakinya itu.

"Makanlah yang banyak, Sinbi-ya. Akhir-akhir ini kau jarang sekali makan" ucap seorang pria paruh baya yang duduk di seberang Sinbi sebelum menyeruput secangkir teh hangatnya.

Sinbi lagi-lagi tak menjawab. Ia hanya mendengus kesal sembari memotong-motong daging asapnya.

Keheningan melanda meja makan untuk beberapa saat. Hanya terdengar suara dentingan piring dengan sendok yang beradu, sebelum akhirnya Sinbi membuka suara.

"Ayah, bisakah aku bertemu ibu?"

Seunggi--ayahnya itu--terdiam beberapa saat.

"Sinbi-ya, kau tahu kan ibumu itu sudah-"

"Maksudku bukan seperti itu!" sela Sinbi cepat "aku ingin melihat makam ibuku, aku merindukannya, Ayah."

Seunggi menyuap potongan terakhir daging asapnya, kemudian tersenyum simpul.

"Bukankah disini sudah ada bibi Jessica yang-"

"Tidak!" Sinbi lagi-lagi menyela perkataan ayahnya,

"Aku ingin ibu, Bukan bibi Jessica! Seberapa mirip pun ibu dengannya tetap tak ada yang bisa menggantikan posisi ibu disini! Tidak akan!"

Sinbi menghentakkan kakinya kesal. Makanan yang masih tersisa ia tinggalkan begitu saja di atas meja makan. Sementara Jessica hanya terdiam, menatap punggung anaknya yang menghilang di ujung tangga sebelum terdengar suara bantingan pintu yang keras.

Dua tahun yang lalu, saat Sinbi baru saja naik ke tingkat akhir sekolah menengah, ibunya meninggal dunia akibat penyakit AIDS yang dideritanya. Dan semenjak itu Sinbi seperti tak punya semangat untuk hidup lagi. Ia berubah menjadi sosok yang pemurung dan jarang bergaul, nilai harian di sekolahnya pun semakin hari semakin menurun. Apalagi ketika mereka pindah ke Seoul dan ayahnya memilih untuk menikah lagi dengan Jessica--ibu barunya.

Sinbi menyayangi ibunya, sangat. Baginya, tak akan ada yang bisa menggantikan posisi ibu di hatinya. Berbeda dengan Jaemin, ia sangat keberatan dengan kedatangan Jessica di keluarga ini. Terutama saat Jessica memanggilnya dengan sebutan "Eunbi". Menurutnya, hanya ibu-lah yang boleh memanggilnya dengan sebutan itu dan sampai saat ini Jessica belum bisa ia sebut sebagai ibu.

Sinbi meringkuk di atas ranjang. Buliran air mata mulai mengalir membasahi kedua pipinya. Bahkan setelah dua tahun kematian ibunya ia belum tahu dimana makam orang yang telah melahirkannya itu. Jangan sebut Sinbi anak durhaka, karena beasiswa yang ia dapatkan untuk bersekolah di Oxford membuatnya tak dapat melihat wanita itu, pun di saat-saat terakhirnya.

"Eunbi-ya,"

Entah sejak kapan pintu kamarnya telah terbuka, dan orang yang sangat ia benci itu--ibu tirinya, sudah terduduk di pinggir ranjang.

"Eunbi-ya, tolong dengarkan aku, Maafkan aku,"

Sinbi tetap bergeming. Rasa sesak yang merambat di dadanya belum dapat dihilangkan, air mata masih terus mengalir membasahi pipinya. Jessica tersenyum, ia tahu dan sangat mengerti dengan apa yang dirasakan Sinbi saat ini.

"Maafkan aku, mungkin kau menganggapku ingin menggantikan posisi ibumu, namun sebenarnya tidak. Ini semua adalah keinginan Hyekyo."

Mendengar nama ibunya disebut, Sinbi menolehkan kepala. Secercah rasa penasaran kini muncul di hatinya.

Jessica tersenyum, "Sebelum Hyekyo meninggal, ia menitipkan pesan pada Seunggi untuk mencari ibu pengganti untuk kedua anaknya, dan ia menunjukku," tuturnya.

"Ketika melihat kau dan Jaemin menangis sesenggukan di pemakaman Hyekyo, aku mengerti kalau kalian masih membutuhkan pelukan hangat seorang ibu, jadi aku memutuskan untuk memenuhi keinginan Hyekyo."

"Jadi, ini semua bukan karena keinginanmu sendiri?" tanya Sinbi.

Jessica mengangguk.

"Aku tahu ini berat untukmu, tapi maukah kau membantuku untuk memenuhi keinginan Hyekyo?"

Sedikit keraguan terpancar dari raut wajah Sinbi. Namun ketika melihat senyuman tulus yang terpatri pada bibir Jessica, ia akhirnya mengangguk.

***

12 Januari 2017

10:30

"Eunbi-ya, sampai kapan kau akan tinggal di situ?"

Sinbi menoleh, seorang pria dengan setelan hitam memandanginya dengan wajah bosan.

"Sebentar, Yah. Aku masih rindu dengan ibu," ujar Sinbi.

Seunggi tersenyum, kemudian mengusak puncak rambut Sinbi pelan.

"Aku benar-benar menepati janjiku 'kan?"

Sinbi mengangguk seraya tersenyum

"Terimakasih, Yah. Aku berjanji dalam seminggu ini, peringkat satu akan berpihak padaku lagi."

Seunggi tertawa pelan, "Ya terserah kau saja, tapi ayo kita segera pulang, hujan akan turun."

Sinbi menatap makam bertuliskan nama "Hwang Hyekyo" itu sebelum akhirnya mengiyakan ucapan ayahnya dan melesat pergi. Sinbi sadar, ia tak bisa terus terpuruk dalam kesedihan karena kematian ibunya. Dan memiliki keluarga baru yang menyenangkan bukanlah sesuatu hal yang buruk. Mau tidak mau, ia harus menerima Jessica dalam kehidupannya karena suatu saat nanti, cepat atau lambat, ia pasti akan membutuhkan kehadiran Jessica disampingnya. Untuk memberikannya sebuah pelukan hangat, seperti seorang ibu.

-END-

Oalah picisan banget kan ceritanya ㅠㅠ aku kehabisan ide, cerita yang udah susah payah kubuat di laptop kehapus dan aku lupa plotnya gimana😂 jadinya kudu ngetik ulang di hp dan terjadilah ff garing ini:) /nyebur ke empang/

[DECEMBER] Regular MenuTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang