3

1.2K 63 3
                                    

23:50

Aku masih belum bisa tidur.
Bella terus memenuhi pikiranku.

Aku duduk dan menatap surat merah muda dari Bella yang kini tergeletak di meja belajarku.
Surat itu memang dari Bella, tetapi bukan untukku.
Surat itu untuk Dion, sahabatku.

Haruskah kubaca?

***

Mungkin ini memang jalan takdirku

Mengagumi tanpa dicintai

Tak mengapa bagiku

Asal kau pun bahagia dalam hidupmu.

(Cinta Dalam Hati-Ungu)

Aku mengucek-ngucek mataku.
Sudah jam berapa ini?

Aku matikan alarm ponselku yang sedari tadi menyenandungkan lagu Ungu.

Sekarang jam... 06:50!

APA??!!
FIX AKU TELAT.

Aku segera beranjak dari tempat tidurku. Ini pasti gara-gara aku begadang tadi malam.

Mandi? Lewatin.

Ku ambil sikat gigi dan odolku. Kusikat secepat yang kubisa.

Kemudian, aku mengenakan seragamku, kaos kaki dan sepatu dengan tergesa-gesa .

Bahkan aku tak sempat menyisir rambutku dengan gaya nerd.

Lalu , aku pamitan dengan ibuku yang memberi senyuman sinis seolah berkata," Mampus. Siapa suruh tidur malem-malem."

Ga deng. Bercanda. Itu khayalanku doang. Ibuku tak akan berpikiran seperti itu. Ia hanya mengomeliku karena tak bangun juga meski sudah beliau panggil berkali-kali.

Aku segera menaiki motorku dan melaju ke sekolah dengan kecepatan sedikit di atas normal karena pengguna kendaraan yang baik tak akan melanggar peraturan lalu lintas.

Untunglah, jarak antara rumahku dan sekolah tak terlalu jauh. Jadi , aku takkan telat kali ini.

Jujur saja. Aku tak pernah telat ke sekolah. Aku selalu berusaha menjadi siswa teladan dan telat tidak ada dalam kamusku.

Tapi, hari ini?

Khilaf doang, aku meyakinkan diriku.

Aku sampai di sekolah tepat ketika banyak siswa ataupun siswi  berhamburan masuk ke gerbang sekolah karena gerbang itu akan ditutup segera.

Aku pun mencari jalan masuk sambil sesekali menerobos, berharap tak menyenggol seseorang.

Sementara itu, seorang gadis berambut coklat tua memandang terus sang pengendara motor yang baru saja melewatinya.

Kayak kenal, pikir Bella.

Aw!
Seorang cowok tiba-tiba mendorong Bella dari belakang. Buru-buru, sepertinya.

"Maaf... Maaf. " Tanpa melihat siapa yang didorongnya, cowok itu langsung berlari pergi.

Pikiran tentang pengendara motor tadi langsung buyar di pikiran Bella. Yang tertinggal hanyalah umpatan kepada orang yang mendorongnya tadi, meski hanyalah dalam hati.

***

MOS hari kedua begitu membebaniku.

Hari ini, aku akan berpidato di hadapan ratusan siswa baru, tanpa terkecuali Bella. Kuharap ia tak hadir.

Aku pun naik ke podium.
"Selamat pagi, adik-adik sekalian."

Siswa-siswa baru itu serentak menjawab,"Pagi, Kak."

Aku menyampaikan pidato yang telah kupersiapkan. Topiknya mengenai motivasi berprestasi di sekolah. Topik yang menarik, pikirku.

***

"BEL... KAKAK ITU CAKEP BANGET DAH," ujar Siska.

"Yang mana sih?" tanya Bella heran.

"Itu yang bawain pidato. Dia uda punya pacar belum, ya?"
Mulai deh kegenitan Siska keluar, pikir Bella yang mulai penasaran siapa orator tersebut.

Bella pun memfokuskan pandangannya ke depan. Kebetulan, Bella berada di barisan belakang sehingga perlu usaha lebih untuk memandang jauh ke depan, ke tempat si orator.

Akhirnya, Bella bisa melihat cowok itu dengan jelas.
Seorang cowok tampan dan berkacamata.

Bukankah itu pengendara motor tadi?
Andrio?
Itukan namanya?

Bella mengingat-ingat cowok yang menembaknya saat SMP dulu.

Seingat Bella, nama cowok itu adalah Andrio.

Rio dan Bella tak pernah berkomunikasi lagi sejak Bella menolak Rio. Hubungan adek-kakak yang telah terjalin musnah seketika karena sang cowok menginginkan hubungan yang lebih dari itu.

Ya iyalah, siapa yang mau terjebak dalam hubungan adek-kakak zone ataupun friendzone.
-komentar penulis.

"Andrio?" Ujar Bella pelan.

"BEL... KAMU KENAL KAKAK KEREN ITU? Minta dong nomornya ... Plis... Plis..." pinta Siska dengan muka memelas .

Bella yakin di dalam pikiran Siska sekarang adalah pesan apa yang akan dikirimnya pada Rio setelah berhasil mendapatkan nomor HP Rio dan bagaimana cara mendekati Rio.

"Teman SMP. Nomornya udah kuhapus nih. Sstt ah... Fokus ke depan, Sis!"

Jawaban Bella membuat Siska kecewa seketika karena tak berhasil mendapat nomor kakak ganteng yang ia taksir.

Lain halnya dengan Bella. Ia terus memandangi Rio , yang ternyata adalah seniornya di SMA yang baru dimasukinya.

***
Dalam keasyikanku berpidato, aku menangkap pandangan dari seseorang.

Bella sedang memandangiku.

Aku berhenti dan memandangnya balik cukup lama hingga beberapa siswa memamerkan muka bingung mereka dan bertanya-tanya apa gerangan yang terjadi padaku. 

Aku yakin Bella sudah mengenaliku.

***
(Jam istirahat)

Aku tiba di kelas. Kulihat Dion sedang mengerjakan PR Matematika dengan serius.
Aku memukul pundaknya, sambil berkata," Rajin amat lu."

"Mana ada. Nyindir ya lu? Ini kan PR yang entar dikumpul. Lu pasti uda selesai, kan. Pinjem dong, Yo!"

"Oke...oke.... "

Aku mengeluarakn buku PR-ku dan memberikannya pada Dion. Tak lupa kukeluarkan surat berwarna merah muda dari Bella dan kuletakkan di atas buku PR-ku.

"Nah, Yon... Ohya, lu ga mau baca tuh surat? Kalau masalahnya aku, aku ga apa-apa kok," ujarku yang dibalas Dion dengan tatapan aneh.

Sedetik.

Dua detik.

Dion pun mengambil surat itu dari tanganku.

***

Cinta Seorang Kutu Buku [Completed]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang