5

1.1K 58 1
                                    

"DION!"

"Napa, Bro?"

"Bareng ke kelas bentar dong. Catatan aku ketinggalan," pinta Rizky.

"Beban lu. Sendiri aja napa?"

"Yah... Lu kan tahu isu kalau kelas kita berhantu. Kalau aku ditangkep, gimana? Bangku belakang lu jadi kosong dong. Kalau benar ada hantunya gimana?" cerita Rizky panjang-lebar karena ia memang takut hantu.

Memang ada rumor kalau kelas XII IPA1 angker. Katanya sih ada cewek pernah bunuh diri karena patah hati. Tapi, kebenarannya ga pernah diklarifikasi oleh pihak sekolah atau siapapun.

"Manja lu! Hari gini masih percaya gituan. Kuy!" Akhirnya Dion setuju untuk menemani Rizky kembali ke kelas.

***

Bella menolak tanganku dan memilih untuk berdiri sendiri.

"Hai, Bella," sapaku dengan agak canggung .

Yah, situasi ini sangat canggung mengingat aku tak pernah lagi berkomunikasi dengannya sejak hari itu. Hari di mana dia menolakku.

"Hai," jawab Bella singkat.

"Ngapain kamu... ?" Aku menghentikan pertanyaanku saat kulihat Dion sampai di puncak tangga. Dion telah melihat kami berdua.

Sementara itu, Dion menyadari pupil mata Rio yang membesar seolah terkejut akan kedatangannya, seolah ia memergoki Rio berhubungan dengan gadis berambut coklat itu.

"Rio, ngapain lu masih di kelas?" tanya Dion.

"Nih, uda mau balik kok," jawab Rio cepat.

"Ini anak kelas sepuluh ngapain?" Dion memindahkan fokusnya pada cewek di samping Rio dan masih sok cool.

"Maaf, Kak. Aku akan pulang sekarang," jawab Bella . Duh, kenapa harus ketemu kak Dion di sini padahal aku hanya ingin mengecek apakah surat itu sudah diterima atau belum, pikir Bella.

"Siapa nama kamu?" tanya Dion pada Bella yang masih menunduk malu.

"Bella Melanie, Kak."

Saat mendengar nama itu, Dion melotot pada Rio seakan berkata, "kenapa lu ga pernah bilang."

Rio hanya menatap balik.

Rizky, yang tak tahu apa yang sedang terjadi, tiba-tiba memecahkan suasana.
"Eh. Lu cewek kemaren yang ngasih surat itu, kan?"

Mampus, batin Bella.

"Emm ... Iya kak ," balas Bella malu-malu.

"Oh. Surat lu udah di tong sampah tuh!" Dion langsung menendang tulang kering Rizky setelah ia menjawab begitu, lalu disertai dengan ringisan Rizky karena sakit.

Bella menegakkan kepalanya dan melihat Dion. Ternyata, suratnya dibuang. Sakit!

"Ih, apa sih, Yon. Sakit tau ga?" Keluh Rizky yang dibalas Dion dengan tatapan membunuh.

"Yaudah, Kak. Bella pergi dulu."

Tanpa menunggu jawaban, Bella langsung kabur meninggalkan ketiga cowok itu .

"BEGO Lu, Ky!"

"Lahh, apa salahku? Udah ih. Aku mau ngambil catatanku dulu. Tungguin ya! Awas lu kabur," ancam Rizky. Dion hanya membalasnya dengan kepalan tangannya.

"Yon, sorry aku ga bilang kalau gadis itu namanya Bella." Aku membuka percakapan.

Dion memandangku dan berkata, " seandainya lu bilang, juga tak akan mengubah keadaan kok. Bella tetap mantan calon pacar lu."

Dion tertawa ringan, yang diikuti oleh tawaku.

"Lu pengertian banget, Yon. Makasih ya!"

"Yaudah, kejar tuh cewek. Aku bakalan ngalah demi lu haha. Daripada ntar lu jadi bujangan tua dan aku ga pernah dapat undangan nikahan lu."

"Bangsat! Ga sejones itu aku ya. Tapi bener deh, aku ga tau mau jawab apa pas lu bilang Bella cantik," balasku.

"Aku inget muka kaget lu kok saat itu. Yuk turun. Tinggalin Rizky aja. Haha," timpal Dion yang bersiap-siap turun.

"MATI LU, YON, KALAU SELANGKAH AJA TURUN. TUNGGUIN AKU!" teriak Rizky heboh dari dalam kelas. Ternyata, dia mendengar apa yang Dion katakan.

"Maaf, Bos Rizky. Haha. Semoga nempel tuh hantu ke lu," canda Dion.

Rizky sudah keluar kelas dan melempar tatapan kesal pada Dion, "Heh. Doa lu jelek amat."

"Biarin."

Aku hanya bisa tertawa melihat mereka berdua. Untunglah Dion tak marah padaku gara-gara tadi. Memang anak itu tak bisa diprediksi.

***

"Sis. Tau ga, surat aku yang kemaren buat kak Dion dibuang gitu aja." curhat Bella ke Siska yang sedang mencoba memecahkan clue barang yang harus dibawa di Google sambil melihat-lihat barang-barang yang dipajang di etalase supermarket.

"Aku yakin ini makanan semua," ujar Siska, "Eh, tadi lu ngomong apa? Surat lu dibuang?"

Bella mengangguk kecewa.

"Fix sih dia ga suka lu," jawab Siska yang kembali fokus mencari barang yang diperlukan.

"Aku kok kepikiran kalo dia lakuin ini gara-gara Rio ya," kata Bella pelan.

Siska yang mendengar nama Rio disebut langsung menoleh ke Bella dengan muka yang super kepo.
"Memangnya, apa hubungan lu sama Rio?"

"Hmm. Sebenernya..." Siska makin melebarkan telinganya.

"Sebenernya.... Aku pernah nolak kak Rio."

"HAH! APA? LU NOLAK ORANG YANG AKU TAKSIR?" Siska melotot tak percaya

"Ih, jangan kenceng-kenceng suara lu. Malu dilihat orang."

Memang orang-orang di supermarket langsung melihat Siska saat ia berteriak seperti tadi.

"Sumpah lu pernah nolak Kak Rio. Bego lu. Kok nolak orang semacam kak Rio. Coba yang ditembak aku, langsung aku terima," omel Siska karena gemes mendengar bahwa Bella menolak kakak OSIS yang ganteng itu.

"Aku memang ga pernah suka sama dia, Sis."

"Baguslah. Berarti lu ga jadi sainganku."

Bella hanya menatap Siska dengan heran, tak mengerti jalan pikiran cewek di sebelahmya itu

"Gimana ya sekarang . Apa aku tulis surat itu ulang?" tanya Bella . Ia ingin mendengar pendapat Siska .

"Terkesan murahan kalau kayak gitu. Tau kan, emang kodratnya cowok harus mulai duluan ."

Bella hanya mengangguk-angguk mendengar pendapat Siska.

"Aku punya rencana." Siska pun membisikkan sesuatu pada Bella.

***

Aku melihat kumpulan soal Matematika yang harusnya sudah selesai kukerjakan. Namun, aku terlalu malas saat ini. Aku bahkan tak berniat menyentuh soal-soal itu. Cinta telah membuat hidupku ribet untuk kedua kalinya.

Tutuututt

Ponselku berdering tanda pesan masuk. Sebuah nomor tak dikenal muncul di layar ponselku. Aku pun membuka pesan itu.

Hai, Kak Rio!

***

Cinta Seorang Kutu Buku [Completed]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang