Bel pulang berbunyi ,tetapi tak ada suasana seperti biasa, di mana siswa-siswi berlarian keluar dari gerbang sekolah. Ini dikarenakan hujan turun dengan deras sehingga orang-orang bahkan merasa malas untuk berjalan.
Aku ingat harus ke kafe depan sekolah. Aku juga sudah mengatakannya pada Bella dan dia mengiyakan.
Aku gerogi.
Dinginnya hujan semakin memperburuk kepercayaan diriku. Hari ini, aku akan menembaknya.
Bella yang telah lama kunantikan.Aku membuka payungku yang ternyata kurang besar untuk aku dan Dion. Aku berusaha mendorong kursi rodanya dengan tangan kananku dan memegang payung dengan tangan yang satunya lagi. Dion hanya mendengus .
Suasana hatinya memang sedang buruk. Ketidakmampuannya untuk berjalan membuatnya menganggap dirinya cacat. Menurutku ,itu sangat wajar karena ia mungkin belum bisa toleransi akan keadaannya sekarang. Oleh karena itulah, perlu orang-orang di sekelilingnya yang terus memotivasinya dan aku dengan sangat tulus bersedia untuk menjadi orang itu.
Hujan membasahi seragam yang membaluti punggungku, menyuntikkan sejumlah elemen dingin menembus pori-pori kulit punggungku.
"Yo, punggung lo basah," ujar Dion saat kami telah tiba di kafe.
Aku memeras seragamku mengharapkannya akan segera kering."Maaf, Yo."
Aku melihat Dion yang menjadi tak enak padaku. Aku menepuk pundaknya dan berkata ," kita itu sobat, jadi ini bukan apa-apa, Yon."
Dion akhirnya tersenyum setelah seharian murung.
Aku mencari sosok Bella di dalam kafe yang sepi. Biasanya kafe ini akan rame. Mungkin hujan menyebabkan siswa-siswi ingin buru-buru sampai di rumah dan memuaskan rasa kantuk mereka.
Bella belum tiba, batinku.
Aku dan Dion pun memilih satu meja di pojokan kafe. Seorang pelayan yang belum pernah kulihat, sepertinya baru, memberikan menu pada kami.
Lima menit kemudian, seorang gadis berambut coklat masuk sambil membetulkan rambutnya yang berantakan. Matanya terus mencari dan berhenti di arah kami. Ia pun berjalan menuju ke arah kami.
"Maaf telat , Kak. Gurunya tadi lama."
"Kami juga baru datang, Bel," ujarku.
Aku merasa Bella menjadi sedikit canggung pada Dion ,tetapi segera ditutupi oleh senyumannya.
"Jadi, ada apa, Kak?"
Dion memberi isyarat padaku agar dia yang memulai.
"Bel, kamu ingat kalimat terakhir yang kuucapkan malam itu?"
Bella mengangguk pelan seraya mengingat-ingat kecelakaan itu.
"Aku ingin putus darimu."
Bella diam saja tanpa ekspresi. Aku tak bisa menebak bagaimana perasaannya sekarang.
"Ya," ujar Bella singkat .
Dion mengeluarkan sebuah buku diary dari tasnya dan meletakkannya di depan Bella.
"Maaf baru aku balikkin, Bel."
Bella tampak kaget saat melihat buku itu. "Kak, bagaimana bisa?"
"Aku sudah yakin kamu akan menanyakan darimana aku mendapatkan ini."
Bella malu, ia merasa kepergok. Kemudian, ia menatapku. Dari matanya, seakan bertanya-tanya apakah aku sudah mengetahui isi buku itu apa belum.
"Ya... Kami berdua sudah membaca apa isi buku itu. Atau mungkin bertiga. Soalnya yang nemuin buku ini adalah Rizky," lanjut Dion yang seolah juga bisa membaca pikiran Bella.
KAMU SEDANG MEMBACA
Cinta Seorang Kutu Buku [Completed]
RomantizmJika aku hanyalah seorang cowok kutu buku, salahkah aku bila mencintaimu? *sumber gambar di cover : google