11

479 53 20
                                    

Klik ⭐di pojok kiri sebelum membaca.

Jarum jam tidak terasa melaju sudah hampir 2 jam lebih setelah Kak Zach keluar dari kamarku dan selama itu aku masih menetapkan diri di dalam kamar.

Menimang-nimang untuk keluar dari kamar, tapi, rasanya tidak mungkin jika aku keluar dari kamar maka akan bertemu kembali dengan Kak Zach setelah kejadian beberapa jam yang lalu.

Ya, beberapa jam yang lalu Kak Zach benar-benar membuatku gila.

Bagaimana aku tidak gila? Kak Zach telah melihat barang pribadiku yang tergantung di dalam kamar mandi dan setelahnya dia sengaja menggodaku. Dia memang laki-laki tidak tahu diri. Lagipula aku tidak mengizinkannya untuk memakai kamar mandiku, tapi dia tetap saja memaksa.

Tapi tunggu dulu, aku teringat dengan obrolanku dan Kak Lucky sepulang sekolah tadi. Ya, Kak Lucky menceritakan banyak hal tentang Kak Zach.

Tidak disangka. Kak Zach lebih terluka dibanding aku. Kak Zach diselingkuhi pacarnya yang sudah 4 tahun menjalin hubungan, dua kali lipat lebih lama dari durasi skenario percintaan kelamku. Dan yang lebih tidak disangka, biang kerok dari putusnya hubungan Kak Zach adalah orang yang hampir membuatku mati hidup-hidup, Farel.

Lelaki semacam Farel memang harus dimusnahkan. Bahkan kini segala sesuatu mengenai Farel sangatlah memuakkan untukku.

Entah kenapa, justru sekarang aku merasa iba kepada Kak Zach. Gara-gara Farel, hubungan Kak Zach kandas begitu saja. Kak Zach lelaki yang sangat tabah, buktinya Kak Zach mengikhlaskan Farel merebut pacarnya.

Membayangkan raut wajah Kak Zach yang beberapa jam lalu sangat menyebalkan entah kenapa raut wajah itu seolah luntur berubah menjadi raut wajah yang penuh kesenduan dan kesepian.

Sepertinya isi kepalaku sedari tadi penuh tentang Kak Zach hingga tidak terasa kini giliran isi perutku bernyanyi-nyanyi. Aku lapar. Tapi, belum terdengar suara Mama dan Papa pulang. Sudah pukul 07:30 PM mereka belum pulang, bahkan Mama tidak menyiapkan makanan hari ini, Mama menyuruh Kak Zach memasak jika aku kelaparan. Mau ditaruh di mana mukaku jika menyuruh Kak Zach memasak? Bukankah sudah kodratnya perempuan yang memasak?

Toktoktok.
Entah bagaimana niatan tadinya, hanya demi menuruti inginnya perut, sekarang aku sudah berada di depan pintu kamar Kak Zach, bahkan aku sudah mengetuk pintunya. Yaa, aku menghilangkan semua rasa gengsiku demi menyelamatkan perut mungilku.

"Ada apa?" tanya Kak Zach setelah membuka pintu sambil mengucek mata. Kutebak, Kak Zach habis tidur.

Tidak enak hati rasanya, aku mengganggu tidur Kak Zach.

Tiba-tiba terngiang di kepalaku mengenai Kak Nabila, entah kenapa aku ingin mengetahuinya lebih lanjut.

"Kak Zach mantannya Kak Nabila?" celetukku dengan tidak sadar. Yaa, tiba-tiba dengan spontan aku menanyakan itu yang padahal itu bukanlah niatku jika sudah sampai di depan kamar Kak Zach, aku berniat menemui Kak Zach karena aku lapar bukan menanyakan hal itu. Entahlah..

Kak Zach tidak menjawab. Kurasa perkataanku tadi salah. Seharusnya tadi aku mengontrol diri agar tidak langsung menyembur Kak Zach dengan pertanyaan seperti itu. Aku memang selalu begitu, selalu sulit untuk mengontrol diriku sendiri, mungkin aku membutuhkan remot kontrol yang akan dipegang oleh Mama untuk mengendalikan diriku.

"Kenapa bertanya seperti itu?" sahut Kak Zach tiba-tiba dengan berbalik bertanya.

Aku mendengus. Jawaban yang tidak kuinginkan.

"Aku hanya sedikit ingin tahu." sahutku.

"Memang kamu tahu Nabila?" tanya Kak Zach dengan memincingkan matanya.

Need YouTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang