Klik ⭐di pojok kiri sebelum membaca.
Zach PoV
Aneh sekali. Mendadak celotehan Als yang tidak sabaran menungguku memasak makanan itu terhenti. Beberapa menit lalu dia meraung-raung kelaparan, tapi, kini suaranya seperti tertelan paksa oleh perut bumi, senyap. Tapi, itu lebih baik. Bisa-bisa kupingku jadi congek gara-gara disuguhi radio cabuh.
"Astaga.. Dia tidur rupanya. Pantesaan. Udah dimasakin malah. Dasar kencur.." kesalku setelah selesai memasak dan mendapati Als yang sudah terlelap dengan posisi kepala tertumpu tangan yang menempel di atas meja makan.
Wajah Als tidak terlihat, rambut sepunggungnya menghalangi. Aku tahu jika Als sedang tertidur karena saat kudekati, nafasnya terdengar naik turun secara teratur. Rambut sepunggung itu tergerai ke depan, menutupi seluruh wajah Als. Jika kalian liat Als secara langsung, Als mirip kayak kunti lanak yang tengah kelelahan usai ngelahirin.
Ku sematkan rambut Als ke belakang telinganya. Nahh. Kini wajahnya nampak begitu jelas. Ku amati lekat-lekat setiap inci permukaan wajahnya yang telah Tuhan karuniakan untuknya.
Begitu indah, man.. Tidak ada sedikitpun goresan yang mengusik keindahan wajahnya. Mulus. Semua ornamen yang melekat di wajahnya sungguh perpaduan yang amat sempurna. Sumpah. Bulu mata lentik, manik mata yang indah saat matanya tidak terpejam, bibir mungil berpola warna merah alami, hidung mancung, lesung pipit yang menambah takaran manisnya berlebih saat tersenyum dan jika kita memandang senyumnya terus menerus bisa terkena diabetes mendadak. Diabetes cinta.
Aku mendengus geli kepada diriku sendiri. Sejak kapan aku pandai menyanjung wanita? Tapi serius. Ini bukan sanjungan belaka. Als benar-benar memiliki daya tarik yang amat besar untuk laki-laki.
Bagiku, dia merupakan primata tersempurna yang ada di benakku untuk saat ini.Perlu ku beri tahu, takut salah paham, manusia termasuk primata loh ya. Primata bukan hanya sebangsa kera atau monyet, manusia juga.
Oke oke.. Kadang aku memang sok kepinteran. Maafkeun..
Sudah cukup acara sanjung-menyanjungnya. Jika terlalu lama aku memandangi dan menyanjungnya pasti akan membuatku gila. Bahkan membuatku tidak bisa mengontrol diri. Aku ingin merasakan bibir itu, bibir mungil Als. Oh Tuhan. Isi otakku sudah terinfeksi pikiran kotor. Entah kenapa aku merasa sangat terobsesi dengan Als untuk saat ini.
Ku angkat tubuhnya perlahan. Berat. Orang semungil ini ternyata sangat berat. Ya, karena aku membopong seonggok daging beserta tulang-tulangnya, berat memanglah hal yang wajar. Rasa berat seketika berevolusi menjadi ringan setelah aku menatap kembali wajahnya.
Oke oke.. Aku mulai lagi, mulai menyanjung Als lagi. Aku benar-benar geli terhadap diriku sendiri. Aku merasa ada sesuatu yang istimewa pada Als. Ahh.. Aku hanya menganggap Als selaku adik, tidak lebih.
Ku rebahkan perlahan tubuh Als di atas kasur setelah aku sampai di dalam kamarnya.
Ku turunkan kepalanya perlahan sampai tertumpu di atas bantal empuk miliknya.
Posisiku dan Als saat ini terbilang intim. Ya, intim, karena Als sudah terbaring di atas kasur dan aku berdiri membungkuk seusai menurunkan perlahan kepala Als hingga mendarat di bantalnya. Wajahku dan wajah Als kini saling berhadapan dengan jarak hanya beberapa senti. Aku bisa merasakan hembusan nafasnya. Entah kenapa, aku enggan menjauhkan wajahku, aku masih ingin memandangi primata sempurna ini.
"Aahh.. Aku butuh kamu." celetuk Als masih dengan mata terpejam dan melingkarkan kedua lengannya di leherku bahkan menariknya hingga membuat wajahku dan wajahnya hampir tidak ada jarak. Hidungku menempel dengan hidungnya.
Deg.
Aku tersentak.What the hell? Jantungku berdisko.
Cewek ini gila. Asli. Gila.
Aku mencoba menenangkan diriku sendiri.
Yaa, aku tahu, cewek ini hanya sedang mengigau.Perlahan ku lepaskan lengannya yang melingkari leherku. Sedikit menguras tenaga. Dekapannya di leherku sangat lekat.
Ku rebahkan selimut hingga menutupi dada sampai telapak kakinya setelah aku berhasil melepaskan dekapannya di leherku.
Jika boleh jujur, boleh juga Als mengigau seperti itu setiap detik.
Tidak.. Tidak.. Percuma saja.. Dia hanya mengigau bukan perlakuan nyata untukku. Percuma saja.Aku keluar dan menutup pintu kamarnya perlahan. Ku pastikan tidak menimbulkan suara bising agar tidak mengusik tidurnya.
--
Suara keras televisi yang berada di ruang tengah mengusik tidurku, ruang tengah dan kamarku berjarak dekat. Ya Tuhan. Masih pagi sekali. Minggu pula. Manusia mana yang kurang kerjaan di pagi buta seperti ini? Masih pagi banget loh. Matahari pun pasti masih berada di alam bawah sadarnya. Pukul 2 pagi ini loh.
Ya ampun. Bocah cilik ini ternyata. Als duduk di sofa sambil makan dan nonton televisi. Eh, sambil makan? Makan apa dia? Batu?
"Als... Ya Tuhan.. Ini nasi gorengnya udah keras. Jangan dimakan. Nanti aku buatin lagi." aku menarik piring berisi nasi goreng yang sedang Als makan. Itu nasi goreng yang aku bikin kemarin. Rasanya pasti udah nggak enak, keras. Nih bocah kelaperan kali yak. Udah pasti.
"Kembaliin.. Aku lapeer..." rintih Als dengan memasang wajah memelas.
Aku menggeleng antusias.
"Aku buatin yang baru. Kamu tunggu sini. Oh iya, nunggu beneran, jangan ditinggal molor.." Als hanya mengangguk pelan. Aku berderap ke dapur membawa nasi goreng yang Als makan tadi. Aku akan memasakkan lagi yang baru.
"Udah matang.." seruku setelah sampai di ruang tengah dengan membawa piring berisi nasi goreng yang ku tumpu dengan satu telapak tangan terangkat ke udara.
Aku mendengus kesal. Dimana bocah kencur itu? Ku suruh agar menunggu di sofa, tapi udah ngilang nggak tahu kemana. Jangan-jangan dia masuk ke kamarnya, molor, lagi. Muka bantal.
Pintu kamar Als terbuka. Aku menilik sedikit isi kamarnya. Nihil. Tidak ada Als. Dimana dia?
Ku telusuri dari segala sisi ruangan sampai akhirnya ku temukan sosok Als yang sedang berdiri di beranda belakang menghadap ke arah danau.
"Lagi apa? Dingin tahu.. Udah matang nasgornya. Makan yuk." ku tepuk dua kali pucuk kepalanya dengan lembut.
"Aku kenyang." sahutnya.
Kenyang? Aku mendengus geram. Sudah ku masakin ini loh. Oke oke, ku tahan emosiku. Kayaknya Als sedang butuh ketenangan.
Als memeluk tubuhnya sendiri dengan kedua tangannya, seperti sedang menghangatkan tubuhnya sendiri.
Tidak sengaja. Saat ini aku memakai jaket. Pas banget, kan?
Ku lepas perlahan jaket yang membalut tubuhku, "Pake ini.." ku tutupi tubuh mungilnya dengan jaketku.
Als hanya diam, tidak mengelak.
"Thanks." ujarnya dengan tersenyum manis padaku. Aku tersenyum balik padanya.
"Ngapain sih pagi-pagi di sini? Dingin loh." aku memajukan satu langkah, posisiku tidak sejajar dengan Als, Als di belakangku.
"Aku kesal." sahutnya.
Aku menoleh ke arahnya, "Kesal kenapa?"
"Kenapa Kak Zach nggak pernah cerita soal Kak Nabila dan Farel." ujarnya dengan terisak.
Kenapa dia? Tiba-tiba ngomong kayak gitu. Sambil nangis pula.
Aku menyeka air mata yang keluar membasahi pipinya. Dia menepis dengan kasar tanganku yang sedang berada di pipinya.
Kenapa dia?
To Be Continue
Tinggalkan vote & comment.
KAMU SEDANG MEMBACA
Need You
RomanceKeputusan yang paling sulit dalam cinta adalah ketika harus memilih antara tetap bertahan atau harus melepaskan.