"Nih, Kak, tempatnya. Dari luar aja udah keren, kan?" ujar Rena ketika mereka sampai di tempat parkir kedai es krim milik Alika--sepupu Sally.
Alvin tersenyum melihat perubahan mood adiknya. Ia memang sangat tahu bagaimana membuat Rena tersenyum kembali, hanya dengan mengajaknya makan es krim sepuasnya, Rena pasti tidak akan marah lagi.
"Ayo, cepet Kak! Aku pengin kasih liat bagian dalamnya, ini punya kakak sepupunya Sally, lho!" Rena menarik tangan Alvin tak sabar sampai kakaknya itu tersandung. Untung saja Alvin tidak terjatuh, jika cowok itu jatuh, mungkin ia akan terjerembap dan membuat mereka berdua malu setengah mati.
Sebuah ide jahil melintas begitu saja di kepala Alvin, cowok itu lantas terkekeh dan berkata, "Cieee ... semangat banget nih, yang mau traktir gue!"
Mendengar hal itu lantas Rena berhenti dan menatap kakaknya malas. "Kan, Kak Alvin yang mau traktir aku. Bukan aku yang traktir Kakak!"
"Gue mau traktir lo beli es krim di abang-abang yang jualan pakai sepeda. Itu lho, yang sering lewat depan rumah kita. Bukan di tempat ini, kalau di sini pasti mahal," canda Alvin sambil menahan tawa karena melihat ekspresi Rena yang sudah berubah masam.
Rena melepaskan tangan Alvin, ia lalu berjalan kembali ke arah mobil. "Ayo pulang! Gue ngambek sama Kakak!"
"Cieee ... yang udah bisa bilang 'gue' sama abangnya, nih?"
"Tau, ah! Kakak ngeselin. Aku bete sama Kakak!"
"Lo mah ngambekan, gue kan cuma bercanda doang, Dek! Yaudah, lo boleh makan es krim sepuasnya selama tiga hari."
"Seminggu!"
"Kalau keseringan makan es, nanti gigi lo sakit, Dek!"
"Yaudah, kita pulang sekarang."
"Yaudah seminggu."
Rena bersorak kemudian memeluk kakaknya, setelah itu mereka masuk ke kedai es krim sambil berangkulan.
Dari jauh, Reno melihatnya dengan penuh rasa kesal. Tadi, setelah mobil Alvin melaju, tiba-tiba ada rasa tidak suka ketika melihat kedekatan mereka berdua. Lantas cowok itu tancap gas dan mengikuti mobil Alvin, dan sekarang lagi-lagi ia harus melihat pemandangan itu. Bedanya, kali ini Rena terlihat lebih semangat bahkan sampai mengandeng Alvin, tidak seperti tadi, saat mereka di parkiran sekolah.
Reno kesal, ia menendang kaleng minuman bersoda sampai mengenai seseorang yang tengah berjalan.
"Aduh!"
Cowok itu mendengar seseorang mengerang kesakitan, lantas ia berbalik karena memilihi firasat kalau itu adalah ulahnya. Dan benar saja, seorang cewek tengah mengelus-elus punggungnya. Di dekat kakinya terdapat kaleng minuman bersoda yang barusan Reno tendang, dan parahnya lagi ternyata kaleng itu masih ada isinya. Alhasil seragam cewek itu terkena noda berwarna merah.
Reno berjalan terburu-buru menuju cewek itu. "Maaf, gue nggak sengaja," ujar Reno ketika sampai di belakang cewek itu.
"Lo itu ya! Lihat nih, punggu gue ...," cewek itu membalikkan badannya menghap Reno lalu terlihat kaget, "sakit tahu!" lanjutnya dengan suara yang nyaris tak terdengar.
"Sally? Lo lagi ngapain di sini?" tanya Reno kaget.
"Gue mau ke kedai es krim itu," jawab Sally sambil menunjuk kedai es krim milik Alika.
Reno gelagapan, ia berpikir bagaimana kalau Sally sampai melihat Rena dan guru matematika itu di sana? Mungkin saja Sally menyebarkan gosip yang tidak-tidak tentang mereka. Walaupun Sally dan Rena teman sebangku, tapi mereka belum lama saling mengenal. Bisa saja cewek itu iseng memotret mereka dan menyebarkannya di akun media sosial. "Jangan!" ujar Reno cepat.
"Lho, kenapa?" tanya Sally heran.
"Soalnya ... soalnya baju lo kotor. Ya, baju seragam lo kotor!"
"Justru itu, baju gue kotor makanya gue mau ke sana. Kebetulan kemarin jaket gue ketinggalan di sana."
Reno melepas jaket yang ia kenakan lalu menyampirkannya di bahu Sally. "Lo pakai jaket gue aja, biar gue yang antar lo pulang."
"Tapi--"
Reno menarik Sally menuju motornya, cewek itu pun tidak bisa mengelak lagi, Sally memakai jaket Reno dan ia pasrah harus pulang bersama cowok itu.
Di jalan, Reno berhenti di sebuah minimarket. Reno mengajak Sally turun tapi cewek itu ingin menunggu di parkiran saja. Setelah Reno selesai berbelanja, ia langsung mengajak Sally pergi.
Sally mengernyitkan dahi ketika di perempatan jalan Reno lurus, seharusnya mereka belok kanan. Memang mereka bisa melewati jalan lurus itu, tapi jaraknya lebih jauh dan harus melewati jalanan sepi. "Ren, kenapa lo pilih jalan ini? Harusnya tadi kita belok kanan," ujar Sally sedikit berteriak.
"Nggak apa-apa, lagian jam segini jalan itu macet. Lagian waktu motor gue mogok lo bilang kalau lo malas kena macet."
Reno tersenyum karena berpikir Sally setuju dengan apa yang ia katakan. Tapi, cewek itu diam bukan karena membenarkan perkataan Reno, melaikan untuk mengingat-ingat apakah ia pernah mengatakan hal itu kepada Reno atau tidak. Sally memang malas kalau harus berlama-lama terjebak macet, tapi ia belum pernah mengatakannya kepada Reno.
Kerutan di dahi Sally semakin bertambah ketika mereka berhenti tepat di dekat pohon besar. Reno menyuruhnya turun. "Kenapa kita berhenti di sini? Jangan bilang kalau lo mau macam-macam sama gue!" ujar Sally waspada.
Reno terkekeh mendengarnya. Dia masih sama kayak tempo hari. Tapi, kenapa perasaan gue beda? Padahal sekarang kita lagi di tempat yang sama seperti saat dia nolong gue? pikir Reno.
"Ren, lo belum jawab pertanyaan gue!"
"Kita duduk dulu sambil makan, kayak waktu lo nolongin gue. Nih, roti isi cokelat plus susu cokelat kesukaan lo," jawab Reno santai.
"Nolongin lo? Kapan? Gue nggak pernah nolongin lo," ujar Sally heran.
"Waktu itu, masa lo nggak ingat? Pas gue sakit dan motor gue mogok di tempat ini. Malah lo kasih gue roti sama susu coklat."
"Gue nggak pernah nolongin lo di tempat ini," jawab Sally.
Reno membenarkan posisi duduknya, "Tapi gue ingat banget. Lo pakai masker dan jaket putih, malah beberapa hari ke belakang gue pernah lihat lo pakai jaket itu di sekolah."
"Jaket putih?"
"Iya," jawab Reno penuh harap.
"Yang di belakangnya ada tulisan princess warna pink?"
Reno mengangguk.
"Itu mah bukan punya gue."
"Terus punya siapa dong?"
"Celin."
Reno melotot kaget, ia merasa dunianya runtuh saat itu juga.
Kata Sally, jaket itu milik Celin. Kira-kira di sekolah sikap Reno ke Celin bakal gimana, ya, kalau itu benar? :v
KAMU SEDANG MEMBACA
Our Feelings
Teen FictionSekarang kita bisa saja mengatakan kalau kita menyukainya. Besok, bisa jadi kita mengatakan kalau kita sudah tidak lagi menyukainya. Tidak ada yang tahu seberapa lama kita akan menyukai seseorang. Namun, seiring berjalannya waktu, kita pasti mengeta...