13. Pesaing Berat

28 3 0
                                    

Sudah lewat tengah malam, namun Reno belum bisa memejamkan matanya. Ia berdiam diri di balkon kamarnya sambil terus memikirkan hal yang ia lihat siang tadi. Terdengar suara petir menggelegar, lalu hujan deras turun secara tiba-tiba. Pantas saja di langit tidak ada bintang. Reno masuk ke dalam kamarnya tanpa menutup pintu balkon karena ia sangat menyukai aroma hujan.

Reno lalu berbaring sambil memandang langit-langit kamarnya. Nata terlihat bahagia saat bersama Pak Alvin. Apa mungkin mereka berpacaran? tanya Reno kepada dirinya sendiri. Ah, tapi kan belum genap satu minggu mereka bertemu. Gue pasti masih punya kesempatan buat deketin dia. Kalau dipikir-pikir... Pak Alvin emang jauh lebih atletis dari gue, tapi kalau kadar kegantengan 11:11,5 lah sama gue. Beberapa tahun lagi dia bakal kalah jauh dari gue.

Reno melompat dari tempat tidurnya lalu bediri di depan cermin. Dengan penuh percaya diri cowok itu bergaya layaknya seorang model, kemudian bergaya bak binaragawan. Menyadari kekonyolannya, Reno tertawa tanpa suara. Ia menggelengkan kepalanya pelan lalu segera menutup pintu balkon kemudian berbaring di ranjangnya mencoba untuk tidur.

***

"Ren, tau nggak...,"

"Nggak," jawab Rena memotong perkataan Sally.

Sally mengerucutkan bibirnya lalu menjitak kepala Rena pelan. "Ih, dengerin gue dong. Gue belum selesai ngomong tapi lo udah nyela aja!"

Rena tertawa menyadari sikap sahabatnya yang tidak pernah berubah. Rena selalu senang menyela ucapan Sally, karena sahabatnya itu selalu mempunyai ekspresi yang khas jika Rena atau sipapun menyela ucapannya. "Sori, lanjutin dong ceritanya," pinta Rena di sela tawanya.

Wajah Sally yang mendung berubah cerah ketika hendak memulai ceritanya. "Jadi... kemarin gue mau ke kedai Kak Alika, dan gue ketemu Reno, terus," jawab Sally menggantung ceritanya.

"Bicaranya jangan digantung, cukup perasan gue yang digantung doi," ujar Rena mengundang tawa Sally.

Dan mengalirlah cerita Sally, tentang Reno yang mengantarnya pulang, juga tentang Reno yang mengira Sally menolongnya. "Terus lo bilang apa sama Reno? Lo bilang nggak, kalau orang itu adalah gue?" tanya Rena sebelum Sally menyudahi ceritanya.

Sally mendengus kesal karena kebiasaan sahabatnya yang selalu menyela ucapannya. "Lo itu ya! Gue belum selesai bicara, tapi lo udah nyela ucapan gue. Mau dilanjut nggak cetitanya?" Rena menahan tawa kemudian mengangguk. "Gue bilang aja nggak tau, lagian siapa tau lo minjemin jaket lo ke orang lain. Atau yang lebih parah orang itu bukan lo, siapa tau aja jaket kalian samaan."

"Sallyyy... denger ya! Orang itu beneran gue, kalau lo nggak percaya, nih, liat ponsel gue!" Rena menyodorkan ponselnya yang langsung diterima oleh Sally.

Sally melongo melihat foto yang terpampang di ponsel Rena. Seorang cowok sedang duduk di bawah pohon sambil memejamkan mata, cowok itu terlihat sangat pucat, dan jelas-jelas ia adalah Reno. "Ren, lo gila! Masa orang sakit lo foto, gimana kalau lampu kilatnya aktif?"

Rena hanya tersenyum memamerkan barisan giginya yang rapi sambil menggaruk kepalanya yang memang sedikit gatal. Sebenarnya waktu itu lampu kilat di ponselnya memang nyala, tapi sepertinya karena sedang sakit, jadi Reno tidak menyadarinya. Cowok itu hanya sedikit mengernyit saat terkena cahaya, lalu kembali tenang sesaat setelahnya.

"Ekspresi lo kayak gitu amat. Jangan bilang kalau lo juga mencetak foto itu!"

Senyuman Rena semakin lebar. Cewek itu memang mencetak foto Reno, tapi bukan yang itu. Rena pernah memfoto Reno saat cowok itu sedang tersenyum ketika berhasil mencetak gol pada waktu istirahat. Sally penasaran, ia lalu melihat semua foto di ponsel Rena dan tidak menyangka kalau sahabatnya itu menyimpan cukup banyak foto Reno.

***

Setelah bel pulang berbunyi, Reno langsung pergi ke parkiran untuk menunggu Rena dan mengajaknya ke kedai es krim. Ketika melihat Rena, Reno langsung berdiri tegak di sebelah motor miliknya. "Hallo, Nat!" sapa Reno.

"Hai, lagi nunggu siapa, Ren?" tanya Rena.

"Nunggu lo. Gue mau ajak ke kedai es krim yang waktu itu."

"Kebetulan gue juga mau ke sana,"

"Kalau gitu kita pergi sekarang, yuk!" ajak Reno.

"Gue ke sana sama Kak Alvin, mau bareng atau duluan?"

Reno mengerutkan keningnya. Apa yang barusan Rena katakan? Kak Alvin? Kakak? Sudah sedekat itukah mereka? Reno berpikir bagaimana mungkin guru matematika itu bisa mencuri start darinya? Jelas-jelas dia yang lebih dulu mengenal cewek itu, atau mungkin saja Pak Alvin menggunakan alasan nilai untuk mendekati Renata. "Nggak bisa berdua aja gitu?" tanya Reno agak canggung.

"Bisa sih... tapi nggak hari ini, soalnya selama seminggu ke depan gue sama Kak Alvin bakal..."

"Jadi pergi nggak?" Tanpa disadari Alvin sudah berada di dekat mereka dan mengiterupsi perkataan Rena.

"Jadi dong, Kak," jawab Rena antusias.

"Tapi Reno udah nunggu. Barangkali kamu mau pergi sama dia?" balas Alvin sambil menunjuk Reno.

"Kita kan mau pergi, Kakak udah janji mau traktir aku es krim sepuasnya selama seminggu," jawab Rena lagi, lalu ia berbalik kepada Reno. "Lo mau ikut kita?"

Reno menggeleng dan tersenyum dipaksakan. "Gue takut ganggu acara kalian."

"Oh yaudah, kalau gitu kita pergi dulu, ya. Dah Reno..."

Reno menatap kepergian mereka, dalam hati ia merutuki dirinya sendiri. Ia sadar kalau guru matematika itu adalah pesaing beratnya.



Hallo... lama nggak update, nih. Akhir-akhir ini banyak yg menyita waktuku *soksibuk jadi aku nggak sempat nulis.

Skrng aku lg mau ikutan lomba menulis, doakan menang yaaa... :v ohya... aku sebelumnya pernah ikut lomba menulis, dan alhamdulliah ceritaku kepilih. Dan lumayan terbit sebagai ebook, judulnya bittersweet love, tapi masih blm ada di playstore. Kalau lomba yg skrng, misalkan ceritaku menang, aku bakal punya novel yg diterbitkan oleh salah satu penerbit besar... yeay!!! Makanya aku skrng lg mikir keras buat menyusun outline :v

Sekian curhat dariku, samopai jumpa di Bab selanjutnya. Dadah




Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Feb 07, 2017 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Our FeelingsTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang