1

11.2K 189 18
                                    


Kenalin, aku Embun. Sekarang aku duduk di bangku kelas 10. Aku sekolah di sekolah favorit di kota ku.

……..

Cinta? Menurutku cinta itu suatu rasa yang hanya membuat seiap orang merasakan apa yang tidak lazim untuk dirasakan. Cinta membuat setiap orang yang merasakannya mati rasa. Cinta tidak kenal umur, bahkan anak kecil yang masih ada dipangkuan ibunya, yang belum pantas merasakan cinta, sekarang sudah mulai mengenal apa itu cinta, dan mulai terjerumus kedalam cinta. Hingga suatu ketika aku pun mulai mengenal cinta.

“Eh Embun, kamu tau gak kakak kelas kita yang namanya Dais?”  kata sahabatku Naira.
“Dais siapa? Aku gak pernah tau ada kakak kelas kita yang namanya Dais.” Jawabku.
“Masa kamu gak tau sih? Dia itu kan kakak kelas kita, kelasnya juga bersebelahan sama kita.” Jawab Naira.
“Aku benar – benar tidak tahu Naira.” Jawabku kesal.
“Kalau begitu aku kenalin yah sama dia, kebetulan aku ada kenalan sama temannya Kak Dais.” kata Naira.
“Gak usah ah, aku gak mau.”  Jawabku menolak.

Ya, Kak Dais itu kakak kelasku yang memang kelasnya berdampingan dengan kelasku. Dia adalah laki –laki yang tampan, baik hati, dan juga banyak perempuan yang mendekatinya.

Hari demi hari aku lewati dengan ceria, dan juga ditemani dengan sahabatku yang setia menemaniku. Suatu hari, aku dan Naira sedang berada dikantin, tiba – tiba ada Kak Dais bersama temannya. Aku memang sempat melihatnya.

“Nah itu yang namanya Kak Dais Embun.” Jelas Naira.
“Oh jadi itu Kak Dais yang kamu maksud? Tampan  juga yah dia, hehehe.” Kataku pada Naira.
“Cie cie, kayanya ada yang jatuh cinta nih, ekhem..” ledek Naira.
“Apasih kamu? Aku tuh gak suka sama Kak Dais, aku Cuma memuji ketampanannya.” Jawabku mengelak.
“Alah kamu jangan ngeles deh, keliatan tau cara kamu merhatiin Kak dais.” goda Naira.
“Apasih kamu, udah deh jangan goda aku terus.” Jawabku marah.
“Iya deh iya maaf.” Kata Naira. Aku Cuma mengangguk, dan sedikit senyum.
“Yaudah ayo kita ke kelas lagi, udah mau bel masuk nih.” Ajak Naira.
“Yaudah ayo.” Jawabku sambil agak kesal.
“Jangan manyun gitu dong, jelek tau. Nanti Kak Dais gak suka kamu loh.” goda Naira lagi.

Aku tidak menjawab dan langsung berlari pergi ke kelas dengan meninggalkan Naira.
“Embun tunguu..” teriak Naira.

……

Bel sekolah pun berbunyi, tanda kemenangan bagi pasa siswa – siswi. Aku bergegas meninggalkan kelasku dan berjalan untuk pulang ke rumah. Memang rumahku dekat dengan sekolahku, kurang lebih 5 menit untuk bisa sampai.
“ Embun, tunggu aku ihhh, jangan ninggalin aku.” Ucap Naira.
“Iya iya, aku tungguin, cepetan ih.” Jawabku bosan. Naira pun langsung menghampiri.
“Ayo!”teriak Naira bersemangat.
Tiba – tiba ketika aku sedang berjalan, ada suara seseorang yang memanggilku dari belakang. Tapi aku hiraukan saja panggilannya.
“Embun!”
“Embun!”
“Embun, tuh ada yang manggil kamu, kayanya Kak Dais deh.” Ucap Naira.
“Ah biarin aja, mau apa coba. Aku kan gak ada hubungan apa – apa sama dia.” Jelasku.
“Siapa tau dia ada perlu apa gitu sama kamu.” Jawab Naira.
“Ayo ah biarin aja, aku udah cape mau pulang.” Jelasku.
Embun dan Naira tetap melanjutkan langkahnya, dan menghiraukan panggilan Kak Dais.
“Eh, Embun dipanggil malah pergi, padahal aku mau ngomong sesuatu.”kata Kak Dais penuh kekecewaan.
Sebenarnya Kak Dais itu memang sudah menyukai Embun semenjak Kak Dais suka lewat ke kelas Embun dan sering memperhatikan Embun, dan ketika Embun sedang berada di kantin bersama Naira memang Kak Dais itu terus memperhatikan Embun, tetapi embun tidak mengetahui itu.

……

Pagi yang cerah, Embun sangat bersemangat untuk pergi ke sekolah. Karena baginya bersekolah, dan bermain dengan temannya dikelas itu adalah suatu kebahagiaan yang tidak akan pernah didapatkan ketika berada dirumah. Apalagi sahabatnya yang selalu ada untuknya membuat ia semakin bersemangat untuk pergi ke sekolah.
“Embun!”teriak Naira mengajakku untuk pergi bersama. Memang setiap hari Naira selalu mengajakku pergi sekolah bersamanya. Karena rumah kami yang berdekatan membuat Naira selalu mengajakku pergi bersama.
“Bentar, aku pamit dulu!”jawabku pada Naira.
“Bu, Yah Embun pamit dulu yah, Naira sudah nunggu di depan.” Kataku kepada kedua orang tuaku.
“Iya sana, hati – hati dijalan. Belajar yang rajin yah!”nasehat kedua orang tuaku.
“Iya Bu, Yah.” Jawabku.
“Ayo!”ajaku pada Naira.

Diperjalanan kami bercanda, tertawa bersama. Memang itu yang sering kami lakukan. Sesampainya disekolah kita langsung menuju ke kelas, aku dan Naira terkejut karena ada Kak Dais didepan kelasnya bersama teman – temanya yang sedang memperhatikanku.
“Embun, tuh Kak Dais liatin kamu. Cieee, pagi – pagi gini udah ada yang merhatiin.” kata Naira.
“Iya ih kenapa yah? Apa karena kemarin aku hirauin panggilannya.”jawabku heran.
“Gatau tuh, samperin aja yuk!” usul Naira.
“Gausah ah, aku malu sama teman – temannya.”jawabku menolak.
“Gak papa ayo kita samperin aja, itung – itung kamu minta maaf sama dia soal kemarin.”
“Gak ah gamau!”jawabku menolak lagi.

Aku langsung meninggalkan Naira yang masih ada didepan kelas yang sedang memperhatikan Kak Dais. Memang terlihat dari raut wajah Kak Dais kalau dia kecewa kepada Embun yang memiliki sifat seperti itu, yang tidak menghargai orang lain. Mungkin itu sekarang yang ada di fikiran Kak Dais. Karena sebenarnya aku itu orangnya pendiam, dan bisa dibilang jutek. Jadi bukan berarti aku orang yang tidak menghargai orang lain. Kak Dais yang selau memperhatikanku, mencari cara supaya dia bisa dekat denganku. Tapi sayang aku yang selalu tidak peka. Dan tidak memperdulikan itu semua. Sampai suatu hari, Naira membawa seutas surat untukku.

“Nih Embun dari Kak Dais, tadi aku ketemu di perpustakaan, katanya ini untukmu.”ucap Naira.
“Apa isinya?”tanyaku penasaran.
“Mana aku tahu.”jawab Naira polos.
Aku langsung membuka surat itu dan langsung membacanya.

Hallo Embun, aku Dais. Kakak kelas kamu, mungkin kamu bertanya – tanya kenapa kakak buat surat ini untuk kamu. Sebenarna kakak mau bilang sesuatu sama kamu, tapi kamu selalu begitu, selalu seperti tidak perduli denganku. Sebenarnya kakak suka sama kamu, kakak suka sama kamu semenjak kakak sering lewat ke dekat kelas kamu dan kakak juga sering merhatiin kamu. Pas kakak sering ngeliat kamu, kakak tambah suka sama kamu. Kamu yang manis, cantik,ngangenin lagi. Tapi kakak kecewa sama kamu, karena kamu tidak perna memberi sedikit peluang untuk kakak bisa deket sama kamu dan nyatain perasaan kakak.
Sebenarnya, kakak mau kamu jadi pacar kakak. Kakak mau memberi kenangan indah di hidup kamu, memberi lukisan indah yang bisa kamu kenang selalu, memberi warna hidupmu agar kamu tidak merasa bosan. Tapi apa?
Mungkin memang saatnya kakak lupain kamu. Kamu tahu kan diluar sana banyak yang mau sama kakak? Tapi kakak tidak peduli, dan kakak cuma hanya ingin kamu. Tapi apa daya emang mungkin ini yang tuhan rencanain. Makasih karena kamu pernah muncul dihadapanku, dan mengisi hatiku yang kosong Embun.

Aku terdiam seketika ketika aku selesai membaca surat dari Kak Dais. Sebenarnya aku juga suka sama Kak Dais sejak aku ketemu Kak Dais di kantin. Tapi aku sadar aku bukan perempuan yang cantik seperti perempuan lain yang mengantri untuk menjadi kekasihnya. Jujur aku sangat menyesal karena aku tidak peka. Tapi apa, aku cuma berharap Kak Dais bisa membuka kembali hatinya untukku, meski itu tidak mungkin.

Apa yang aku harapkan sebelumnya benar – benar mustahil. Harusnya aku tidak berfikiran bahwa Kak Dais akan membuka pintu hatinya lagi untukku. Sekarang Kak Dais telah memiliki seorang kekasih yang menyayanginya, dan yang utama menghargainya dan juga sangat sangat peka, tidak sepertiku. Dan aku fikir ini adalah kegagalan pertamaku dalam cinta.

Gagal Dalam Percintaan [COMPLETED]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang