"Udah, Cahya. Yang lalu biarin aja berlalu. Semuanya nggak akan selesai kalo kita cuma menyesal buat yang udah jauh di belakang. Sekarang kita pikirin aja gimana ke depannya. Masa depan udah nunggu kita di sana." Nasihatku.
Setelah semuanya telah mengeluarkan uneg-uneg satu sama lain. Kami pun memutuskan untuk pulang.
Baru saja berjalan lima langkah, seseorang menahanku dengan memanggil namaku.Kak Aurlina! Ia berlari ke arahku dan berhenti tepat di depanku.
"Akhirnya... gue nemuin lo!" Seru Kak Aurlina dengan nafas terengah-engah.
"Napas dulu, Kak." Ucapku. Kak Aurlina pun mengatur napasnya lebih dulu.
"Alda! Kenapa lo gak cerita apa-apa ke gue?! Lo nganggep gue ini apa?!"
Seruan dan pertanyaan Kak Aurlina membuatku kaget dan terkejut."Cerita apa, Kak?" Tanyaku bingung.
"Lo berantem sama Tama kan? Kenapa lo gak cerita?" Jawab Kak Aurlina. Aku terdiam.
"Itu bukan salahku, Kak! Allan yang menyerah duluan sama keadaan! Dia malah... nyalahin aku atas kesalahan ayahku. Aku nggak ngerti apa... mau Allan...." Suaraku yang awalnya keras, makin melemah. "Dia egois! Dia nganggep aku cuma mainannya! Bukan sahabatnya!" Teriakku bercampur emosi.
Kak Aurlina terdiam menatapku yang begitu marah. "Alda.... Coba pikirin keadaan kita sekarang. Bokap kita sama-sama lagi dalam posisi yang sulit. Begitu juga Allan dan lu. Kalian berdua lagi sama-sama dalam posisi yang sulit, makanya kalian sama-sama nggak mau ngalah."
Aku masih mengatur napasku.
"Lu harus tetep ngomong sama Allan. Jangan kayak bocah SMP yang mesti dipanggil ke ruang BK dulu, baru bisa minta maaf." Kak Aurlina langsung pergi setelah mengucapkan kata-kata tersebut.
Aku tahu. Aku sangat tahu itu. Namun... Allan menatapku saja tidak mau. Apalagi bicara denganku?
"Alda!"
Kali ini siapa lagi yang memanggilku?Ternyata Kak Rakha.
"Lu liat Aldro?" Tanyanya padaku.
"Tadi dia ke arah kantin." Jawabku.
"Oke, makasih." Kak Rakha yang tadinya sudah berjalan dua langkah pun terhenti dan kembali menoleh ke arahku.
"Lu berantem sama Aldro?" Tanyanya kemudian. Aku mengerutkan dahiku bingung.
"Maksud Kakak?"
"Aldro seharian ini marah-marah mulu udah kayak cewek lagi PMS. Pas gue tanya kenapa, gue yang malah kena semprot."
Aku terdiam. Kurasa aku tahu jawabannya.
"Kak Rakha tahu berita tentang perusahaan Adhitama?"Kak Rakha tampak berpikir. "Oohh, kasus pemilik Perusahaan Adhitama itu? Setahu gue, itu ayahnya Aldro."
"Ya sudah. Tuh tahu jawabannya." Balasku. Kak Rakha malah terdiam.
"IYA YA!? KOK GUE JADI COWOK BEGO BANGET YA?! Aldro... maafkan kebegoan gue!" Kak Rakha langsung berlari ke arah kantin. Aku hanya bisa geleng-geleng kepala.
Laki-laki memang tidak peka. Hampir semuanya, kecuali laki-laki yang diberikan anugerah itu oleh Tuhan.
Semoga kali ini aku bisa melangkah keluar sekolah dengan tenang.
Sesampainya di gerbang keluar, kulihat supirku menunggu di depan pintu supir dengan jas hitam formalnya. Tumben sekali dia menunggu di luar mobil? Akhirnya aku menghampirinya.
"Nona, saya diperintahkan untuk membawa Anda ke tempat yang telah diperintahkan oleh Tuan." Jelasnya tanpa diminta. Aku mengangguk sebagai jawaban dan masuk ke dalam mobil.
YOU ARE READING
Death Angel
Teen Fiction"Aku hanyalah orang biasa! Aku bukan dewa kematian!" Alda harus menanggung cap yang di berikan teman-temannya sebagai 'Dewa Kematian'. Sebabnya, makhluk hidup yang di tatap oleh Alda selama 10 detik akan meninggal mendadak tanpa sebab. "MENJAUHLAH!"...