"Kaget?" Tanya Allan masih dengan senyumnya.
Aku segera membalik badanku dan berlari menuju kelas. Setiap kata-kata yang diucapkan oleh Allan tadi seketika terngiang dalam pikiranku.
Lo itu... selalu membohongi diri lo sendiri. Lo pura-pura gak perlu teman padahal lo sendiri udah kayak mayat hidup. Lo tuh sok kuat, padahal gue tendang dikit juga bakal langsung jatoh.
Mengapa? Mengapa Allan...
Tiba-tiba tubuhku terasa limbung kemudian terjatuh. Seseorang di depanku juga terjatuh sama sepertiku karena kami saling bertabrakan. Ternyata dia teman sekelasku, Nathania. Semua orang memanggilnya Nathan.
"Eh, sori, Da. Lu gak papa?" Tanya Nathan dan bangkit dari tempatnya terjatuh. Ia mengulurkan tangannya untuk membantuku berdiri.
Sesaat, aku menatapnya datar dan bingung. Akhirnya kuraih juga tangannya.
"Makasih." Jawabku dan kembali melanjutkan perjalananku ke kelas.
***
Saat ini, suasana kelas sangat ribut karena guru yang mengajar Matematika IPA tidak masuk. Allan juga daritadi hanya diam sejak aku kabur tadi pagi.
Anak perempuan dan anak laki-laki pun mulai berkumpul dengan kubunya masing-masing. Ada yang mengobrol, bermain handphone, bermain laptop, dan bahkan beberapa anak laki-laki merokok dengan rokok modern yang biasa disebut vape. Apa rokok zaman sekarang sama dengan obat nyamuk? Aku tidak pernah mengerti dengan pesona rokok jenis apapun. Intinya mereka sama-sama kotor.
Asap rokok selalu membuat dadaku sesak meskipun wangi asap rokok dari vape itu berbau donat, bubble gum, atau makanan apapun. Aku tetap membenci rokok, asap, dan bahkan kotaknya. Jadi, aku lebih memilih ke perpustakaan jika di kelas sudah ada yang mulai menyalakan rokok jenis apapun.
Suasana perpustakaan sangat tenang dan aku suka suasana tenang sambil membaca buku. Sedang asyiknya membaca, suara pintu terbuka membuatku menyesal seketika karena telah menoleh.
Allan dan Toni. Mereka berdua? Ada urusan apa sehingga mereka mau menginjakkan kaki ke sini?
"Gece lah, Lan. Lu mau nyari apaan?" Toni memecah keheningan. Aku tidak suka suara berisik di suasana tenang. Sangat merusak.
"Gue udah nemu kok. Ternyata dia di sini."
Aku mulai merasa was-was karena Allan menyebut kata 'dia'. Kata 'dia' hanya dipakai untuk menunjuk seseorang dan bukan benda. Dua-duanya orang di sini hanyalah aku dan penjaga perpustakaan.
Suara langkah kaki membuatku makin was-was. Tidak. Tidak. Tidak. Pasti bukan aku kan?
Allan berhenti tepat di belakang kursiku. Ia terdiam beberapa saat. Anehnya ia membungkuk dan menggendong...
seekor kucing!
Jadi Allan menunjuk kucing?! Oke. Aku hampir saja ke-GR-an. Sejak kapan ada kucing di sana? Mengapa aku tidak melihatnya?
Aku cinta kucing. Tetapi, aku tidak bisa memeliharanya di rumah karena ayah tidak mengizinkan. Aku bisa saja memelihara diam-diam. Tetapi, daripada ayah tahu dan malah membuangnya, lebih baik aku tidak memeliharanya dulu sebelum aku mempunyai rumah sendiri.
Kucing yang digendong Allan sangat lucu. Sangat. Rasanya ingin kubawa pulang.
"Lu suka kucing?" Suara Allan mengagetkanku. Aku segera mengembalikan pandanganku ke buku.
YOU ARE READING
Death Angel
Novela Juvenil"Aku hanyalah orang biasa! Aku bukan dewa kematian!" Alda harus menanggung cap yang di berikan teman-temannya sebagai 'Dewa Kematian'. Sebabnya, makhluk hidup yang di tatap oleh Alda selama 10 detik akan meninggal mendadak tanpa sebab. "MENJAUHLAH!"...