75. Akhir Teror Thian Liong Pang (TAMAT)

7.8K 86 9
                                    

Suasana menegangkan semakin terasa. Anehnya, meski saling buru sekian lama, ketika berdiri berhadapan, justru nyaris tiada kata-kata yang terlontarkan. Kedua barisan atau kelompok orang itu berdiri berhadapan dengan sejuta tatap mata yang menyiratkan ketegangan, kecemasan, ketakutan serta sejumlah perasaan lain yang pastinya tidaklah biasa.

Benar, Sian Eng Cu dan Pengemis Tawa Gila telah berdiri berhadapan dengan pentolan Thian Liong Pang. Lama, cukup lama mereka menebak-nebak siapa gerangan sang pangcu, dan kali ini mereka telah berdiri berhadap-hadapan.

Tak nyana, masih juga tak leluasa mereka untuk melihat dan mengenali sang pangcu. Pangcu yang misterius dan bersikap begitu agung dan berwibawa sekalipun kini dalam posisi terdesak, nampak masih tetap misterius dan tidak menunjukkan gelagat "orang kalah". Tidak sama sekali.

Di seberang sana, dia mengimbangi kegagahan Sian Eng Cu dan Pengemis Tawa Gila dalam diamnya yang misterius dan dengan pandangan serta sorot mata yang menyiratkan pertanggungjawaban dirinya atas semua rombongannya. Berdiri dihadapan semua anggotanya, termasuk didepan Hu Pangcu Pertama dan seluruh tokoh besar Thian Liong Pang, dia menampilkan dirinya secara gagah.

Dia menempatkan diri sebagai pemimpin dan nampak mencoba untuk menegakkan posisi mereka yang tengah kusut dalam adu ketenangan dalam kesenyapan di tengah ketegangan yang menyelimuti kedua kubu yang sewaktu-waktu pecah menjadi pertempuran menentukan.

Begitulah, beberapa waktu telah berlalu. Ketegangan tetap melingkupi, tetapi masih belum ada kata dan perintah satupun meluncur dari para pengambil keputusan. Seakan-akan masing-masing paham, siapa yang bergerak lebih dahulu bakal menanggung kerugian besar. Tetapi, sudah barang tentu kondisi diam dalam ketegangan seperti itu tidak akan berlangsung seterusnya. Sesungguhnya, hanya sedetik waktu yang dibutuhkan untuk meletupkan semua ketegangan yang memuncak selama tahun-tahun belakangan ini.

Perseteruan panjang, melelahkan dan mematikan itu, kini berada di penghujung yang menentukan. Siapa yang akan tersenyum dan siapa yang buntung akan segera ketahuan. Tetapi, siapa yang akan memicu dan memulai gendang terakhir, masih belum ada yang memutuskan.

Tetapi, Pangcu Thian Liong Pang boleh tabah, kokoh dan teguh dalam menghadapi situasi sulit. Hanya, belum tentu demikian dengan Hu Pangcu Pertama. Dan apalagi, Majikan Kerudung Hitam yang biasanya sangat mengagulkan kepandaian sendiri, tetapi barusan tunggang-langgang dikejar pukulan-pukulan maut Tek Hoat.

Melihat Pangcunya tetap dalam diam, tetap mengadu "kesabaran" dan "mental" menghadapi kalangan pendekar, adalah Hu Pangcu Pertama dan Majikan Kerudung Hitam yang seperti kebakaran jenggot. Mudah ditebak, dalam waktu yang tidak akan lama ketegangan itu akan segera berubah akibat ulah salah satu dari kedua orang ini.

Apalagi, tingkat "ketakutan" mereka terhadap Pangcu Thian Liong Pang nampaknya berbeda dengan tokoh serta anggota Thian Liong Pang lainnya. Mereka lebih berani, lebih memiliki nyali untuk mengatakan pendapat ataupun sikap kepada sang pangcu, berbeda dengan anggota lain yang relatif segan dan takut kepada tokoh itu.

Ada berapa lama kedua orang itu kasak-kusuk. Nampaknya mereka secara serius mendiskusikan apa yang akan segera mereka lakukan dan bagaimana melakukan hal tersebut. Dan tak berapa lama, keduanya manggut-manggut. Dan, sekaranglah saatnya ........ Hu Pangcu Pertama segera maju selangkah hingga jadi lebih dekat dengan Pangcunya, dan kemudian berkata:

"Pangcu ........"

Sekali berkata tetap tidak ada respons dari sang Pangcu yang masih tetap dalam posisi saling pandang dengan Sian Eng Cu dan Pengemis Tawa Gila. Melihat kondisi tersebut, Hu Pangcu Pertama nampak sedikit gelisah dan ada rasa "marah" terbersit dari wajah dan tindakannya. Dia segera menyusul dengan panggilannya yang kedua ....

Kisah Para Naga di Pusaran BadaiTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang