51. Mengawal Tokoh-tokoh Dunia Persilatan

5.1K 68 6
                                    

Sepuluh hari telah lewat setelah meninggalnya salah seorang Tokoh Ajaib Rimba Persilatan, Kian Ti Hosiang. Bahkan jasadnyapun sudah diperabukan melalui upacara keagamaan yang sangat khusyuk dan diiringi sejumlah tokoh besar rimba persilatan jaman itu. Dan malam itu, memasuki malam pada hari kesebelas, ataupun 3 hari setelah perdebatan masalah bengcu rimba persilatan yang berujung pada pengembalian mandat bengcu oleh Kiang Ceng Liong.

Malam yang sungguh-sungguh kelam. Dan kesenyapan juga melingkupi gunung Siong San, bahkan juga lingkungan sekitar Kuil Siauw Lim Sie di Gunung terkenal itu. Bahkan mereka yang berjaga-jaga di seputar gunung Siong San, yakni para pendeta kelas rendahan di Kuil itu, juga berdiri dengan disiplin tinggi, nyaris seperti orang mati.

Suasana senyap itu, bahkan juga menjalari Kuil Siauw Lim Sie, yang nampak lengang, kendatipun masih banyak tokoh besar rimba persilatan yang masih tetap tinggal.

Sebetulnya, tinggalnya para tokoh tersebut, bukan semata masih kangen dan berat meninggalkan Siong San. Bukan juga karena kerasan alias betah dan terkesan dengan keindahan pemandangan si Gunung Siong San yang memang sangat terkenal itu. Tetapi, lebih karena tiba-tiba mereka menjadi sadar, bahwa pertikaian 3 hari beselang, bakal meninggalkan banyak kerumitan bagi rimba persilatan yang sedang dalam ancaman terror pembunuhan yang mengerikan.

Bahkan, banyak dan sebagian besar tokoh persilatan tersebut, mulai menyesalkan beberapa orang dari antara mereka yang memicu dan menimbulkan huru hara. Huru-hara yang pada akhirnya membuat dan mendorong Ceng Liong menanggalkan kewajibannya sebagai bengcu. Meskipun juga secara jantan Ceng Liong menyatakan tetap akan memanggul tugas untuk mengamankan rimba persilatan bukan sebagai bengcu, tetapi sebagai tanggungjawab insan persilatan, dan tanggungjawab Lembah Pualam Hijau bersama Siauw Lim Sie, Bu Tong dan Kay Pang.

Selain itu juga, lebih banyak lagi yang merasa seram dan menjadi sangat ketakutan karena Siong San barusan diganggu oleh tokoh-tokoh hitam yang sangat menakutkan. Siapa yang berani menjamin, bahwa gerombolan pembunuh Thian Liong Pang tidak akan mencegat mereka di perjalanan dan kemudian membasmi mereka satu persatu? Bukankah merupakan kesempatan besar bagi Thian Liong Pang untuk mengurangi kekuatan kelompok Pendekar? Dan bukankah itu sangat mungkin dalam perjalanan turun dari Kuil Siauw Lim Sie?

Beralasan apabila kemudian banyak diantara tokoh rimba persilatan yang merasa ngeri untuk melakukan perjalanan terpisah dari rombongan para pendekar turun dari Siong San. Siapa pula yang bersedia kehilangan nyawa cuma-cuma, terlebih setelah melihat dan mendengar kehebatan para penyerang, yang bukan tidak mungkin adalah Kim-i-Mo Ong dan Koai Tung Sin Kay.

Dan, siapa pula Pendekar jaman ini yang tidak merasa seram dengan kedua maha iblis yang pernah mengganas 40 tahun sebelumnya, dan hanya dengan turun tangannya tokoh sekelas Kiong Siang Han dan Kiang Sin Liong sajalah yang sanggup mengikat mereka puluhan tahun. Dan, mereka sadar betul, bahwa mereka belum nempil melawan kedua maha iblis itu, bahkan mungkin mendekati sajapun masih belum, apalagi nempil menandingi keduanya.

Begitulah gambaran pada tokoh yang masih berada di Siuw Lim Sie, meskipun waktu untuk turun gunung sudah tiba. Tetapi, masih belum ada yang memiliki keberanian untuk mengambil insiatif turun gunung dengan alasan yang tentu berbeda-beda. Ciangbunjin Siauw Lim Sie sebagai salah seorang sesepuh dunia persilatan sungguh mengerti keadaan ini, dan karena itu, orang tua saleh ini sedang berdaya upaya keras untuk memikirkan bagaimana cara mengatasi keadaan terakhir ini.

Bersama dengan beberapa sesepuh atau yang dituakan di dunia persilatan dewasa ini, seperti Ciangbunjin Bu Tong Pay, Ciangbunjin Kun Lun Pay dan Hu Pangcu Kay Pang serta juga Jin Sim Todjin, Sian Eng Cu, utusan Thian San Pay dan Wakil Ciangbunjin Siauw Lim Sie, mereka merundingkan sesuatu di sebuah ruangan khusus yang tersedia bagi mereka. Karena itu, percakapan mereka sama sekali tidak menarik perhatian dan tidak ketahuan siapapun. Siapa lagi pulakah yang nekad untuk mengintip percakapan tokoh-tokoh besar dunia persilatan beraliran putih itu?

Kisah Para Naga di Pusaran BadaiTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang