1. Pembantaian

15K 178 5
                                    

Udara sungguh bersih, sangat cerah malah. Sinar matahari menerobos melalui celah dedaunan dari pohon-pohon berdaun jarang, sementara kicau burung bertingkah menghadirkan suasana gemilang.

Keadaan ini, seharusnya membuat siapapun gembira. Betapa tidak, berada di tengah keadaan yang begitu damai, pastilah akan menularkan kedamaian dan ketenangan serupa. Tapi tidak bagi orang tua yang satu ini. Pakaiannya sangat sederhana, layaknya orang pertengahan umur yang sedang menyepi dan mengais ketenangan hidup.

Orang tua dengan rambut dan alis yang sebagian mulai memutih ini terlihat berkali-kali menarik nafas panjang, seperti ada sesuatu yang sedang dipikirkan dengan keras. Sungguh kontras dengan alam yang sedang cerah gemilang.

"Kek, berhasil kek. aku berhasil, huraaa," seorang anak kecil yang sedang melakukan gerakan-gerakan silat tak jauh dari si orang tua memecahkan keheningan. Usia anak itu paling banyak 9 tahun dan dia nampak gembira karena berhasil melakukan beberapa gerakan yang baru dipelajarinya.

"Bagus Liong ji. Kamu mengalami kemajuan pesat," puji si orang tua menanggapi keriangan cucunya.

"Tapi masih banyak yang perlu kamu benahi untuk menjadi seperti Ayahmu," ujar si orang tua sambil mengelus-elus janggutnya.

"Tapi gerakan-gerakan 'walet berkelit mengepakkan sayap' yang kakek ajarkan sudah bisa kulakukan," kejar si bocah.

"Benar, tapi itu baru dasar dari gerakan-gerakan melatih kelincahan tubuh kita. Besok Kakek akan mengajarkan dasar gerakan tubuh yang lain buatmu. Tapi sekarang, kamu harus menyempurnakan gerakan itu," Sahut si orang tua menahan senyum.

Ketika si Bocah kembali sibuk dengan gerakan-gerakan dasarnya, si orang tua kemudian bergumam. "Harus segera diputuskan, nampaknya waktu tidak lama lagi," gumam si orang tua sambil mengamati dan nampaknya dengan sangat serius, keadaan alam, bahkan sambil memandang ke atas seakan sedang menghitung awan.

"Ya, nampaknya, akan segera terjadi dan akan segera dimulai. Mudah-mudahan badai ini bisa reda tanpa korban yang terlalu berat. Dan mudah-mudahan benar, Liong ji mampu melewati badai yang teramat kelam ini".

Sang kakek kembali terbenam dalam lamunan dan pertimbangan-pertimbangan rumitnya, sang cucu kembali dalam kesibukan mengolah dan menempa gerakannya, sementara alam tetap ceria. Tapi, intuisi sang kakek nampaknya membuatnya harus memutuskan sesuatu.

"Ya, memang aku harus segera memutuskannya, harus dimulai," gumamnya.

****

"Kita tidak oleh gagal. Yang gagal lebih baik mengakhiri hidupnya daripada gerakan kita tercium sebelum dimulai benar-benar." Seorang berperawakan besar nampak sedang mengatur siasat dengan belasan pengikutnya.

"Sasaran awal kita sebanyak empat Perguruan Silat menengah, harus tuntas hanya dalam waktu satu hari. Ingat, barisan ombak merah tidak boleh kalah dari barisan lain. Segera setelah tugas selesai, kembali berkumpul di bukit sebelah barat sana, bersama dengan barisan ombak lainnya, kemudian kita akan menghilang untuk merencanakan gerakan selanjutnya. Semua siap?" Tanya sang pemimpin.

"Siap!!" serempak jawaban sekitar 12 orang anggota barisan merah menyahut di hadapan sang pemimpin.

"Barisan merah 1 bersama regunya masuk melalui sisi kanan," seruan ini dengan segera ditanggapi secara tertib dan serius oleh barisan kelompok pertama. Jumlah kelompok pertama ini ada sekitar 3 orang.

"Barisan merah 2 bersama regunya memasuki sisi kiri," seruan dan perintah ini diarahkan kepada barisan kedua yang juga berjumlah hamper sama dengan barisan pertama, yakni sebanyak 3 orang.

"Sisanya memasuki pintu utama segera setelah mendengar dan melihat tanda siulanku. Kita tetapkan dimulai sebagaimana kesepakatan dengan Barisan warna biru, hijau dan kuning menjelang malam ini dan selesai secepatnya untuk bergabung di bukit sebelah barat," ujar si Pemimpin. Semua nampak mengangguk-angguk paham dan tetap dalam barisan dengan sangat tertib dan teratur.

Kisah Para Naga di Pusaran BadaiTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang