43. Liok Te Sam Kwi v Liong-i-Sinni

4.4K 55 0
                                    

Liang Mei Lan sebenarnya tidak tahu lagi bagaimana berusaha menjejaki dan mencari Pedang Pusaka gurunya. Tetapi, selain karena Pedang Pusaka itu kesayangan gurunya, juga karena pedang itu telah diwariskan kepadanya, ditambah lagi dengan rasa kasih dari gurunya yang sudah renta itu, maka Mei Lan mengeraskan hati untuk berupaya sedapat mungkin dalam menemukan Pedang Bunga Seruni itu.

Menurut penuturan kakaknya, di daerah Cin-an dan propinsi sekitarnya, dia pernah bentrok dengan segerombolan orang-orang Thian Liong Pang. Dan, apabila benar bahwa kekacauan dan teror di dunia persilatan diakibatkan oleh Thian Liong Pang, maka bisa dipastikan baik Pedang Bunga Seruni maupun kitab Tay Lo Kim Kong Ciang, pasti dicuri oleh mereka. Karena Tek Hoat kakaknya masih sibuk dengan urusan Kay Pang di utara Yang ce, maka diputuskannya untuk menyelidik ke daerah Cin an. Lagipula, gerombolan Thian Liong Pang di Pakkhia sudah pada raib entah kemana.

Liang Mei Lang bersama Liang Tek Hoat sudah mengobrak abrik markas Hek-i-Kay Pang dan juga Thian Liong Pang di Pakkhia dan sekitarnya. Tetapi, selain Hek-i- Kay Pang, orang-orang Thian Liong Pang tiba-tiba seperti lenyap ditelan bumi. Akhirnya, hanya pembersihan dan penegakkan kembali Kay Pang yang bisa dicapai oleh keduanya, tanpa berita sama sekali mengenai Pedang Bunga Seruni.

Bahkan si pemburu berita sekelas Maling Saktipun tidak mengetahui dimana gerangan keberadaan Pedang itu, juga tanpa informasi soal siapa dan bagaimana Pedang itu berada dan disimpan. Akhirnya, setelah kurang lebih sebulan lebih di Markas Kay Pang menemani Tek Hoat dan juga terutama menemani pengobatan Thian Jie, Mei Lan akhirnya memutuskan untuk kembali ke Selatan sungai Yang ce dan berusaha untuk menelusuri jejak Thian Liong Pang disana.

Tek Hoat yang berusaha mencegahnya dan mengajaknya berjalan bersama tidak digubrisnya, dan akhirnya keduanya berjanji bertemu di Hang Chouw kurang lebih 2 bulan sebelum pertemuan 10 tahunan yang tinggal 6 bulan lagi kedepan. Tek Hoat sendiri merasa masih berkewajiban menyelesaikan tugas yang diembankan orang yang sangat dihormati dan dikasihinya, yakni Kiong Siang Han yang menyelamatkan nyawanya dan mendidiknya dengan penuh kasih sayang. Terlebih kakek tua itu sudah semakin renta.

Karena itu, akhirnya dia membiarkan adiknya berjalan duluan ke Cin an dan terus Hang Chouw, sementara bersama Thian Jie tetap ada Maling Sakti yang sudah menyatakan tunduk dan mengabdi kepada si anak muda. Mei Lan sendiri, entah bagaimana sangat berat berpisah dari Thian Jie. Tetapi, bertahan di markas Kay Pang tanpa melakukan apa-apa, juga membosankannya. Terlebih, Thian Jie juga sulit diajak bicara, karena harus banyak diawasi dan bahkan langsung diawasi secara ketat oleh sang Pangcu. Karenanya, Mei Lan memilih pergi.

Sambil menikmati pemandangan memasuki lembah Sungai Kuning, Mei Lan melarikan kudanya pelan-pelan. Karena pemandangan memasuki lembah sungai kuning termasuk cukup indah, dan semakin jauh berjalan dia akan segera memasuki sebuah dusun bernama Hong cun. Meskipun masih terpisah cukup jauh dari Kota Cin an yang termasuk di wilayah propinsi Shantung. Karena merasa waktu cukup panjang, maka perjalanan Mei Lan malah terasa sangat lambat, bahkan kudanya tidak lagi berlari, melainkan berjalan.

Tapi Mei Lan tidak merasa bodoh dengan pelannya langkah kuda, malah sebaliknya. Sambil berdesis dan bersiul-siul, malah dia menikmati jalan kudanya yang lambat sambil menikmati pemandangan indah yang terhampar di sudut pandangnya. Gadis ini memang sedang riang dan sangat menikmati perjalanannya menyusuri jejak pedang gurunya.

Tapi tiba-tiba telinganya yang tajam mendengar suara berkelabatnya bayangan-bayangan orang seperti sedang bertempur. Bahkan sesekali dia mendengar suara bentakan dan teriakan seorang gadis yang nampaknya sangat penasaran menghadapi sebuah perkelahian. Karena penasaran dengan suara tersebut, akhirnya Mei Lan berusaha untuk mendekati arena perkelahian tersebut.

Dan alangkah terkejutnya dia ketika menyaksikan sebuah pertempuran yang cukup seru. Perkelahian antara seorang anak gadis yang masih seusia dirinya, atau malah masih lebih muda dibandingkan dirinya, melawan seorang anak muda lainnya yang bekakakan ceriwis dan sangat tidak tahu malu.

Kisah Para Naga di Pusaran BadaiTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang