Prolog

2.2K 200 2
                                    

"Lori, kau sudah mengemas semuanya?" tanya Marissa.

Aku memasukkan pakaian terakhirku ke dalam koper dan menekannya agar muat sepenuhnya, kemudian menutup dan menarik resletingnya. Aku menghembuskan napas dengan keras, cukup lelah dengan kegiatan mengemas hari ini.

"Jangan membawa yang tak perlu. Lagipula kita masih akan pulang," kata Marissa. Ia berjalan menuju meja belajarnya dan mengambil botol minuman yang diletakkannya disana, lalu meminumnya. "Omong-omong bersikaplah seperti gadis normal."

Aku menoleh padanya sambil mengerutkan dahi. "Apa maksudmu bersikap seperti gadis normal? Selama ini aku bersikap normal, Marissa. Disana tak ada anak yang bisa disebut normal," balasku.

Marissa kembali meminum airnya sejenak. "Aku tau. Maksudku bagaimana dengan matamu? Apa tidak terlalu mencolok?" tanyanya menunjuk mataku.

Aku berjalan menuju meja rias dan menatap pantulanku di cermin yang tertempel disana. Aku melihat kedua bola mataku lewat pantulan itu. Kuning menyala bagaikan mata serigala. "Apa menurutmu aku perlu memakai lensa kontak?" tanyaku saat aku sedang menarik-narik kedua kantung mataku, hanya untuk melihat lebih jelas warna dari mataku ini.

"Lakukan sesukamu, Lori. Selama itu aman."

Aku berdiri tegak, lalu mendorong rambut depanku ke belakang sambil menghela napas. Kurasa gugup adalah hal yang wajar jika akan memasuki sekolah baru. Dan itu yang sedang kurasakan saat ini. Tapi yang kurasakan sekarang bukanlah rasa gugup karena akan menemui orang-orang baru, tapi lebih ke rasa takut.

Takut jika mereka tau siapa aku.

"Kurasa aku butuh penyegaran sebelum beradaptasi dengan tempat baru," katanya dan berbalik untuk berjalan keluar dari kamar kami. Marissa selalu menyebut kegiatan berenangnya sebagai penyegaran. Dalam satu hari dia bisa berada di dalam air hingga delapan jam bahkan lebih.

Itu hal yang wajar karena dia seorang duyung.

Saat sampai di ambang pintu dia berhenti dan menoleh ke belakang, menatapku. "Andai kau tidak memotongnya," katanya dengan raut wajah sedih.

Aku diam sesaat menatapnya. "Itu pilihanku, Marissa."

"Yeah. Tapi kau malaikat. Malaikat tanpa sayap... terdengar agak kurang sempurna."




masih prolog ya... pertempuran sebenarnya blm dimulai. hahaha

WINGS (Book #1)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang