05

1.4K 162 3
                                    

"Dimana laki-laki serigala itu?" tanya Marissa mengejutkanku. Aku menoleh ke belakang dan melihatnya sudah berpakaian rapi dengan seragamnya.

"Dia pergi bersama teman-temannya," jawabku seraya bangkit berdiri. "Kau lama sekali."

"Airnya terlalu enak. Aku jadi ingin berendam disana lagi," katanya dan tersenyum lebar di bagian akhir.

Aku memutar bola mata dan berjalan naik. "Pergilah sendiri," kataku. Aku tidak mau direpotkan lagi olehnya dengan hanya duduk diam sambil menunggunya keluar dari air. Itu bisa memakan waktu hingga berjam-jam. "Kalau tidak tahan di daratan kenapa keluar dari air?"

"Makhluk sepertiku juga perlu pendidikan, Lori Rosevelt. Sama sepertimu. Kita akan jadi makhluk yang bodoh dan tidak berguna kalau tidak ada pendidikan di dunia ini," katanya.

"Ya, ya, ya... kita harus cepat kembali ke asrama sebelum makan malam."

"Omong-omong aku belum melihat Jill semenjak aku bersamamu tadi."

Aku berhenti berjalan. "Setelah selesai pelajaran tadi dia sempat pamit padaku untuk pergi keluar," kataku.

"Kemana?" tanya Marissa di sampingku.

"Entahlah. Mungkin pulang ke dunia manusia." Keluarga Jill adalah penyihir dan mereka hidup di dunia manusia. "mungkin ke rumah sakit," lanjutku.

"Rumah sakit?"

Semalam aku sempat mendengar percakapan Jill dengan seseorang lewat telepon. Aku memunggunginya sehingga dia mengira bahwa aku sudah tidur. Padahal aku mendengar percakapannya. Aku tidak bisa mendengar yang dikatakan seseorang di telepon itu, tapi Jill bertanya soal keadaan ibunya.

Dia terisak.

Dia bilang akan pergi ke rumah sakit untuk melihat ibunya, sebelum dia mengakhiri sambungan teleponnya. Dalam tidurnya, aku masih bisa mendengar isakannya.

"Ibunya sakit," kataku kemudian.

"Benarkah? Apa kita perlu kesana juga untuk menjenguk ibunya? Sekalian kita memperkenalkan diri sebagai teman barunya."

Aku juga sempat berpikir akan menjenguk ibunya karena aku merasa khawatir pada Jill. Tapi aku tidak yakin dengan Marissa karena dia sering sekali merasa kepanasan kalau terlalu lama di daratan; sekalipun berada di ruangan ber-ac. Kelemahan duyung memang sering sekali merasa gerah kalau berada di daratan, dalam cuaca apapun. Rasa itu tidak bisa dihilangkan, tapi setidaknya bisa dikurangi dengan membiasakan berada di daratan sedikit lebih lama. Itu yang kutahu dari Marissa.

"Sebaiknya kita mendengar kabar dari Jill terlebih dulu. Kalau sampai sekarang atau besok dia belum kembali ke Wolfenstein, kita akan menemuinya," usulku.

"Oke," jawab Marissa. Dan kami kembali berjalan menuju gedung sekolah.

Aku mengganti seragam sekolahku dan pergi menuju ruang makan yang ada di lantai bawah bersama Marissa. Setelah kembali dari danau tadi aku belum melihat Jill. Bahkan seragam sekolahnya masih tergeletak di atas tempat tidurnya semenjak dia berpamitan padaku siang tadi. Aku mulai berpikir kalau Jill takkan kembali sampai besok. Tapi aku juga tidak terlalu tau secara pasti.

"Kau sudah mengirim pesan padanya?" tanya Marissa di sampingku saat kami mengambil makanan yang tersedia di konter.

"Ya, tadi sore. Dia belum membalas pesanku sampai sekarang."

Aku mengambil daging cincang dan segelas air. Aku berbalik dan melihat sekitar, mencari meja kosong. Aku melihat sosok Paul tengah duduk bersama Evan di meja di dekat jendela besar. Vampir itu melihatku, tersenyum lebar dan mengangkat tangannya, menyuruhku untuk menghampirinya. Ada dua kursi kosong di meja mereka.

WINGS (Book #1)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang