10

1.1K 141 1
                                    


Keesokan harinya setelah pelajaran selesai, aku menuju perpustakaan. Aku ingin menemukan buku tentang malaikat meskipun aku sependapat dengan Jill dan Marissa kalau buku seperti itu tidak mungkin ada disana. Tapi aku ingin tetap mencarinya dan berharap barangkali ada sesuatu yang kutemukan yang hampir mendekati apa yang sedang kucari. Aku masuk ke dalam perpustakaan dan segera mencari pria kerdil yang sedang duduk dibalik meja kerjanya. Dialah tuan Willkinson, penjaga perpustakaan ini. Menyadari kehadiranku di hadapannya, dia mendongak dari buku tebal yang baru saja dibacanya, menatapku dari balik kacamata bundarnya. "Ya?" tanyanya.

"Aku ingin tau apakah buku tentang kaum malaikat ada disini?"

"Pertanyaanmu sungguh berbeda dari kebanyakan murid yang menanyakan buku disini. Tapi sayangnya buku seperti itu tidak ada disini, nona. Tidak ada catatan lengkap mengenai mereka."

Aku mengangguk-agguk tanda mengerti. "Baiklah, terima kasih," kataku tersenyum dan berbalik melangkah pergi. Kuputuskan untuk keluar dari sana karena aku tidak akan menemukan apa-apa di tempat itu. Ketika aku berjalan di koridor yang terbuka, aku melihat Evan sedang duduk di atas pohon. Sebuah buku ada di pangkuannya, tangannya bergerak di atas buku itu untuk menggambar apa yang sedang dilihatnya. Aku berjalan keluar dari koridor dan menghampirinya.

"Evan!" panggilku dari bawah.

Dia melepaskan tatapannya dari objek yang sedari tadi dilihatnya, menunduk dan kemudian melihatku. "Lori?" tanpa kuperintah, dia melompat turun dan berdiri di hadapanku. Aku tidak akan bertanya lagi bagaimana bisa dia naik dan melompat turun dari pohon yang menurutku cukup tinggi itu. Dia serigala. "Ada apa?" tanyanya lagi.

"Suasana hatiku sedang tidak baik," kataku.

Dia mengerutkan dahi. "Lalu kau ingin melampiaskan semuanya padaku?" tanyanya tidak percaya.

"Tidak. Maksudku bukan itu." Aku menghela napas sedikit kasar. "aku tidak dapat menemukan bukunya."

"Kalau begitu tanyakan saja pada kepala sekolah," katanya yang sudah memahami maksudku. Lelaki pintar.

"Bagaimana jika dia tidak tau?"

Evan memutar bola mata. "Kau bahkan belum bertanya padanya, Lori."

Aku mengabaikan apa yang dikatakannya dan mengambil buku sketsa di genggamannya tanpa izin darinya terlebih dulu. Tapi dia juga tidak menolaknya. Aku membukanya dan memperhatikan gambar yang baru saja dibuatnya. Sebuah danau. Itu danau yang pernah kukunjungi dengan Marissa. Ada beberapa duyung yang berenang disana. Kalau kuhitung dari gambarnya ada sekitar delapan gadis duyung yang berenang di danau itu. "Kukira hanya Marissa saja yang sering merasa kepanasan yang berlebihan," kataku akhirnya.

"Kalau begitu kau harus belajar banyak tentang makhluk-makhluk di luar sana," balas Evan.

Aku menoleh padanya. "Termasuk kau?" tanyaku.

Kerutan itu kembali muncul di dahinya. Dia melipat lengannya. "Jika kau mau."

Aku menutup buku sketsanya dan mengembalikannya padanya. "Kau masih ingat jalan menuju hutan tempat tinggalku dulu?" tanyaku padanya.

"Lori," dia menyebut namaku diikuti desahan panjang. "kau tau aku tidak bisa mengingat dengan otak serigalaku." Dia melepas kacamatanya. Jujur saja, Evan cukup keren saat memakai kacamata itu. "Apa yang akan kau lakukan?"

Aku mengedikkan bahu. "Mencari keberuntungan."

"Aku menolak."

Sudah kuduga dia pasti akan mengatakan itu. "Lalu bagaimana caraku menanyakannya pada kepala sekolah?" kali ini nada suaraku sedikit kesal.

WINGS (Book #1)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang