12

1.3K 125 11
                                    

"Aku sudah memperhatikan guru bernama Edward Parker itu," kata Marissa yang datang dengan tiba-tiba saat aku dan Jill sedang menikmati makan malamku. Marissa memperhatikan hidangan yang sedang kami santap dan mengerutkan dahi, lalu matanya bergantian menatap kami. "Seharusnya kalian menungguku."

"Yah, kami sudah mencarimu tadi dan kata teman sekamarmu kau berada di kamar mandi sejak satu jam yang lalu," jelasku. Kuharap kebiasaan Marissa yang berendam terlalu lama bisa segera hilang. Padahal dia sudah dibiasakan berada di daratan sejak kecil.

"Tunggu aku," katanya dan pergi untuk mengambil makan malamnya.

Aku menatap Jill dan sedikit mencondongkan tubuh. "Menurutmu apa yang dilakukannya selama berada di dalam kelas? Beberapa duyung yang berada satu kelas dengan kita bahkan tidak separah Marissa."

"Seperti pertahanan diri. Ada vampir yang memilih untuk meminum darah binatang daripada manusia karena tidak bisa menahannya. Tanyakan saja pada Paul. Tapi―" Jill mengiris daging asapnya, menusuknya dengan garpu dan melahapnya. "sepanas apa saat di daratan? Bagaimana dengan musim dingin? Bukankah lebih banyak air?" Jill tertawa.

Aku ikut tertawa menanggapinya. "Ini bahkan sudah hampir musim gugur," kataku.

Beberapa detik kemudian Marissa datang dengan membawa nampan berisi makan malamnya. Ia mengambil duduk di samping Jill. "Aku mendengar namamu disebut dalam percakapan mereka, Lori," kata Marissa membuka percakapan.

"Mereka siapa?" tanyaku.

"Tuan Edward Parker dan kepala sekolah," jawabnya dengan penekanan. "sudah kuduga pria itu tau siapa dirimu."

"Dia guru sejarah," kata Jill. Nadanya itu, seolah mengatakan bahwa memang seharusnya tn. Edward tau melihat dari siapa dia sebenarnya.

"Kau menjadi topik utama yang tidak membosankan bagi guru sejarah itu," kata Marissa. "Oh ya. Kau sudah memberi Evan sesuatu?"

Aku mengerutkan dahi. "Memberi?"

Sekarang malah Marissa yang mengerutkan dahi, seolah caranya itu mengatakan bahwa apakah aku serius dengan pertanyaanku. "Ini hari ulang tahunnya, Lori. Aku melihat teman-temannya memberikan ucapan selamat padanya tadi. Bahkan aku sudah melakukannya. Kupikir kau sudah tau?"

"Apa?" Sekarang aku yang lebih terkejut. "Tapi dia bahkan tidak mengatakan apapun padaku." Aku mengalihkan pandanganku dan menatap meja makan yang ditempati Evan, yang jaraknya tidak terlalu jauh dengan meja yang kutempati. Dia sedang mengobrol dengan beberapa temannya. Ada juga Paul disana. Sesekali mereka tertawa. "Baiklah. Akan kuselesaikan ini," gumamku pelan namun dengan hembusan napas yang berat. Aku kesal dan marah padanya. Kenapa sih dia tidak mengatakan hari ulang tahunnya kepada pacarnya sendiri?

"Tenanglah, Lori. Sebaiknya kau habiskan makan malammu," ujar Jill.

Aku segera menatap makan malamku yang sudah setengah kumakan. "Tenang saja. Aku akan segera selesai dengan makan malamku. Setelah itu aku akan menemuinya!" Aku mengatakannya dengan penekanan pada setiap katanya. Bahkan aku melakukannya dengan mengiris daging asapku. Aku memakannya dengan sedikit lebih cepat. Setelah selesai aku minum segelas air dan menatap meja yang ditempati Evan. Sepertinya dia juga baru saja selesai dengan makan malamnya; mereka semua bangkit dari kursi dan akan melangkah keluar dari ruang makan.

"Aku tinggal dulu," kataku berpamitan pada mereka berdua seraya bangkit dari kursi.

"Kendalikan, Lori. Dia hanya laki-laki manis yang tidak berdosa," sahut Marissa. Aku menatapnya dengan alis saling bertaut, sementara dia hanya tersenyum lebar tanpa dosa.

WINGS (Book #1)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang