09

1.2K 147 4
                                    

"Pagi, Lori."

Aku menoleh dan melihat Jill baru saja tiba di kelas. "Jill? Kau tidak mengirimiku pesan kalau kau tidak pulang semalam," kataku terkejut dengan kedatangannya di kelas yang tiba-tiba.

"Ya aku tau. Aku minta maaf. Aku berpikir untuk menginap di rumah sehari setelah membereskan barang-barang milik ibuku," jelasnya. "Oh ya, bagaimana kemarin?"

Luar biasa. Kemarin adalah dimana aku baru mengetahui kalau Evan si werewolf itu yang menyelamatkanku dari tragedi api. Dan dia tau sejak awal bahwa aku malaikat. "Baik-baik saja. Seperti biasanya," kataku. Lebih baik aku mengatakannya pada Jill setelah jam pelajaran berakhir. "Bagaimana kabar kakakmu?"

"Dia baik. Dia bilang padaku akan sering pulang ke rumah agar rumahnya tidak benar-benar kosong. Kau tau kan kalau rumah yang kosong akan ditempati sesuatu?"

"Yeah, aku tau," jawabku sambil tersenyum diikuti anggukan kepala. Para peri. Meskipun mereka sudah memiliki rumah sendiri di hutan, tidak jarang mereka suka mengintip rumah para penyihir dari jendela. Jika rumah itu kosong para peri akan menempatinya. Sebenarnya tidak masalah juga lagipula peri tidak membahayakan. Tapi yang merepotkan mereka kadang suka memecahkan barang jika sedang marah dengan peri lainnya.

"Kau sudah menemukan petunjuk lain?"

Aku tersenyum datar, menunduk dan menggeleng. Kudengar Jill menghela napas. Tak lama kemudian seorang pria masuk ke dalam kelas. Langkahnya lebar dan ia berdiri di samping meja hitam yang ada di depan. Dia memperhatikan kami semua. Tapi saat mata coklat itu bertemu dengan mataku dia berhenti, menatapku selama beberapa detik. Aku mengerutkan dahi. Mungkin dia merasa asing dengan warna mataku.

"Namaku Edward Parker." Dia kembali memperhatikan kami semua saat memperkenalkan diri. Namun mata itu kembali berhenti padaku ketika dia mengatakan, "apa ada dari kalian yang bukan penyihir?"

Aku dan Jill saling menatap. Tentu saja dan pasti akan ada makhluk lain selain penyihir yang bersekolah disini. Kulihat banyak dari mereka memasang ekspresi bingung. Wajar saja, mereka merasa aneh dengan pertanyaan tn. Edward. Kemudian seorang gadis berambut coklat mengangkat tangannya. "Aku duyung. Apa aku tidak seharusnya berada di kelas ini atau aku akan diusir dari sekolah ini?" tanyanya.

Tn. Edward mengangkat kedua alisnya sambil menatap gadis itu, kemudian menggeleng. "Tidak nona. Aku tidak menyalahkanmu karena berada di kelas ini. Aku hanya ingin tau apa ada dari kalian yang adalah makhluk yang selama ini tidak pernah menampakkan dirinya?" mata tn. Edward kembali berhenti padaku, kemudian tangannya menunjukku. Tubuhku menegang dan secara otomatis aku menegakkan punggungku. "Katakan siapa namamu nona?"

"Lori Rosevelt," kataku dan menelan ludah. Rasanya sakit di tenggorokanku, seolah aku menelan benda keras.

Dia tersenyum. "Nona Rosevelt―" katanya. "―itu lensa kontak yang indah."

Aku menatap Jill sejenak. Jujur saja aku merasa bingung. Bahkan Jill mengungkapkannya secara terang-terangan; dengan dahi berkerut dan gelengan. Tapi kemudian aku segera menatap pria itu kembali. "Terima kasih," kataku.

Dia tersenyum. Dan itulah perkenalan awal tn. Edward Parker, seorang guru sejarah. Perkenalan awal yang membuatku merasa aneh dan sedikit curiga padanya. Ketika pelajaran sedang berlangsung pun, mata coklat itu tidak henti-hentinya menatapku. Sumpah, aku jadi merasa ngeri sendiri. Ketika pelajaran berakhir aku cepat-cepat keluar dari ruang kelas. Alasannya hanya agar aku bisa menghindari tatapan itu darinya. Aku tidak bisa mendeskripsikan tatapan matanya yang diberikan padaku. Ada semacam rasa penasaran disana, keterkejutan, kekaguman, dan rasa yang bahkan tidak bisa aku ungkapkan dengan kata-kata.

WINGS (Book #1)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang